China

Rusia-China Yakin Era Dominasi AS pasca-Perang Dingin Sudah Berakhir 

Rusia dan China menekankan urgensi kerja sama erat untuk melawan upaya Amerika Serikat membendung mereka.

|
Editor: Agustinus Sape
DOK. POS-KUPANG.COM
Presiden Rusia, Vladimir Putin memberikan ucapan selamat kepada Prabowo Subianto yang meraih kemenangan dengan meyakinkan pada Pilpres 2024, Rabu 14 Februari 2024. 

POS-KUPANG.COM, BEIJING - Rusia dan China menekankan urgensi kerja sama erat untuk melawan upaya Amerika Serikat membendung mereka.

Hal ini disampaikan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Sergey Shoigu kepada Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Beijing, China, Selasa (12/11/2024).

Presiden terpilih AS, Donald Trump, mengancam bakal memberlakukan peningkatan tarif terhadap China dan negara-negara lain, mencuatkan kemungkinan meletusnya kembali perang tarif. Washington memandang China sebagai kompetitor terbesar dan Rusia sebagai ancaman terbesar.

Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut China sebagai ”sekutu”. Ia dan Presiden China Xi Jinping pada Mei 2024 berjanji menjalin ”era baru” kemitraan kedua negara. Moskwa dan Beijing memosisikan AS sebagai hegemon Perang Dingin yang agresif, yang memantik kekacauan di antero dunia.

”Saya melihat tugas terpenting (kita) adalah menangkal kebijakan ’pembendungan ganda’ terhadap Rusia dan China yang diambil Amerika Serikat dan satelit-satelitnya,” kata Shoigu, seperti dikutip beberapa kantor berita Rusia.

Hingga berita ini ditayangkan, belum ada komentar dari Washington mengenai pernyataan Shoigu.

Pada arsip foto Sabtu, 29 Juni 2019 ini, Presiden AS Donald Trump, kiri, bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 di Osaka, Jepang.
Pada arsip foto Sabtu, 29 Juni 2019 ini, Presiden AS Donald Trump, kiri, bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 di Osaka, Jepang. (AP PHOTO/SUSAN WALSH, FILE)

Xi dan Putin meyakini era dominasi AS pasca-Perang Dingin sudah berakhir. Demikian juga dominasi bangsa-bangsa Eropa atas China.

Wang mengatakan, China dan Russia perlu saling mendukung dalam menghadapi dunia yang semakin menantang dan kompleks. ”Semakin kompleks situasi internasional, semakin dibutuhkan kedua negara saling mendukung secara kokoh dalam solidaritas dan koordinasi menjaga kepentingan bersama,” kata Wang.

Sehari sebelum pertemuan Wang dan Shoigu, pada Senin (11/11/2024), Juru Bicara Pemerintah Rusia Dmitry Peskov membantah adanya percakapan antara Putin dan Trump pekan lalu. ”Itu fiksi dan kabar yang tidak benar,” kata Peskov.

Ia menambahkan, hingga kini belum dijadwalkan komunikasi antara Putin dan Trump.

Sementara Direktur Komunikasi Trump, Steven Cheung, mengatakan, dirinya tidak akan mengomentari urusan pribadi Trump dengan pemimpin dunia lainnya.

Harian The Washington Post memberitakan, Minggu (10/11/2024), bahwa Trump dan Putin berkomunikasi lewat telepon pada Kamis (7/11/2024) untuk membahas perang Ukraina.

Menurut sumber anonim yang dikutip The Washington Post, Trump meminta  agar Putin tidak membiarkan eskalasi perang di Ukraina. Trump juga mengingatkan ada pasukan Amerika Serikat dalam jumlah besar di Eropa Barat.

Pada Kamis (7/11/2024), saat berbicara dalam forum luar negeri di di Sochi, Putin menyampaikan ucapan selamat atas kemenangan Trump dalam pemilu AS. Ia juga memuji Trump yang dinilainya pemberani.

Provokasi Eropa Barat

Dalam kesempatan terpisah, mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev menuding para pemimpin Eropa Barat berusaha memicu eksalasi perang Ukraina menyusul kemenangan Trump dalam pemilu AS. Melalui akun Telegramnya, Medvedev mengatakan, para politisi Eropa Barat sedang mendorong konflik dengan Rusia, dengan membiarkan Ukraina menggunakan senjata peluru kendali pasokan negara-negara Barat untuk menghantam sasaran di dalam wilayah Rusia.
Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell memberi peringatan bahwa membiarkan Rusia menang di Ukraina adalah kekalahan bagi AS. Borrel tengah berkunjung ke Kyiv, Ukraina, Senin (11/11/2024).

Borrell menyebut AS sebagai pimpinan negara-negara Barat akan jadi pecundang jika membiarkan Rusia menang perang di Ukraina.


Kemenangan Trump dalam pemilu AS telah menimbulkan kekhawatiran di Ukraina dan Uni Eropa bahwa Trump akan menarik dukungan untuk Ukraina dan membiarkan Rusia menang perang.

Kunjungan Borrell ke Ukraina sebelum mengakhiri tugas di Uni Eropa bulan depan adalah untuk meyakinkan bahwa Uni Eropa masih mendukung Ukraina. Uni Eropa  akan tetap membantu Ukraina walau kelak AS bisa saja mengubah sikap.

Josep Borrell mengatakan, Putin dan Trump pada satu kesempatan akan berkomunikasi. Bahkan, ketika Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan akan berbicara dengan Putin, Borrell mengatakan, dia tidak terkejut.

Ekonomi Jerman dan Eropa Barat di sektor energi secara umum tergantung pada pasokan gas dari Rusia. Penghancuran pipa gas Nordstream 2 dari Rusia ke Jerman semakin merusak kondisi ekonomi Jerman dan Eropa Barat di tengah berkecamuknya perang Ukraina-Rusia.

Eropa Barat secara tanggung renteng telah mengeluarkan 125 miliar dollar AS untuk membantu Ukraina sejak invasi Rusia ke Ukraina tahun 2022. ”Saya tidak bisa menduga posisi dukungan AS dalam waktu ke depan soal Ukraina,” kata Borrell.

Borrell dijadwalkan bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.

Saat ini para prajurit Ukraina sedang kewalahan menahan gerak maju pasukan Rusia di Luhansk dan Donetsk, Ukraina timur. Borrell mengatakan, Putin bertujuan menempatkan Ukraina di bawah pijakan sepatu lars Rusia.
Borrell mengunjungi pabrik drone di Ukraina yang digunakan dalam perang melawan Rusia. Dia menambahkan, Uni Eropa sedang membantu peningkatan industri senjata Ukraina agar semakin kuat dalam perang melawan Rusia.

Uni Eropa sudah menanam modal 400 juta euro untuk meningkatkan produksi senjata Ukraina. ”Akan lebih efisien jika kita mengembangkan kapasitas industri senjata Ukraina di dalam negeri,” kata Borrell. (AP/AFP/Reuters)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved