Opini

Di Bawah Kepemimpinan Prabowo, Militer Akan Memiliki Lebih Banyak Suara dalam Kebijakan Luar Negeri

Penunjukan menteri-menteri penting dan mekanisme perubahan pemerintahan hingga saat ini oleh Prabowo mengingatkan kita pada era Suharto.

Editor: Agustinus Sape
ALEXANDER VILF/BRICS-RUSSIA 2024
Gambar Sugiono di Kazan, Rusia pada KTT BRICS ke-16 pada Oktober 2024: 

Oleh Greta Nabbs-Keller

POS-KUPANG.COM - Ketika Jakarta bersiap menyambut hari jadi TNI ke-79 pada tanggal 5 Oktober, tampaknya ada keributan tambahan yang terjadi. Di tengah hiruk pikuk penggunaan peralatan militer secara massal di Jakarta Pusat dan menjelang pelantikan Prabowo Subianto pada tanggal 20 Oktober, rasanya Indonesia sedang berada di titik puncak sesuatu yang baru—namun juga familiar.

Penunjukan menteri-menteri penting dan mekanisme perubahan pemerintahan hingga saat ini menunjukkan bahwa pendekatan yang dilakukan oleh Prabowo terhadap pemerintahan mengingatkan kita pada era Suharto, yang ditandai dengan sentralitas politik yang lebih besar dan pengaruh kebijakan terhadap aparat keamanan militer. Itu termasuk kebijakan luar negeri.

Prabowo bertugas di angkatan bersenjata dari tahun 1970 hingga 1998, ketika kekuatan aparat keamanan militer Indonesia berada pada puncaknya. Sistem ini, yang dikenal sebagai hankam, merupakan perwujudan serangkaian fungsi pertahanan, intelijen dan keamanan yang fokus terutama pada penindasan perbedaan pendapat internal dan pemberontakan separatis.

Kekuasaan aparat hankam sebelumnya bertumpu pada peran ganda sosio-politik militer, yaitu dwifungsi. Doktrin ini melegitimasi peran besar angkatan bersenjata di masyarakat Indonesia dan semua tingkat pemerintahan.

Yang memprihatinkan, pergeseran kembali ke paradigma dwifungsi terlihat dalam perkembangan hubungan sipil-militer di Indonesia, khususnya selama lima tahun terakhir masa kepemimpinan Joko Widodo. Hal ini misalnya muncul dalam usulan revisi undang-undang yang mengatur angkatan bersenjata. Para pakar telah mencatat adanya pola kemunduran demokrasi pada masa jabatan kedua Widodo.

Kaitan pasti antara kebijakan, meningkatnya pengaruh politik militer, dan loyalitas serta motivasi para perwira militer mungkin masih belum jelas. Namun, pergeseran keseimbangan hubungan sipil-militer di Indonesia secara historis mempunyai implikasi yang lebih luas terhadap tata kelola pemerintahan yang baik dan implementasi kebijakan.

Presiden Prabowo Subianto ketika mengumumkan Menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Minggu (20/10/2024) malam.
Presiden Prabowo Subianto ketika mengumumkan Menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Minggu (20/10/2024) malam. (KOMPAS.COM/FIKA NURUL ULYA)

Prabowo telah menunjuk Sugiono—seorang legislator, letnan satu Kopassus, dan mantan pejabat Partai Gerindra yang dipimpin presiden baru—sebagai menteri luar negeri, menggantikan diplomat karir terkenal Retno Marsudi. Hal ini mungkin mengakhiri perjalanan reformasi Kementerian Luar Negeri selama 26 tahun.

Perjalanan ini dimulai dengan transisi politik demokratis di Indonesia pada tahun 1998. Reformasi legislatif dan kebijakan yang menyeluruh mengakhiri praktik era Suharto yang mencadangkan posisi kepemimpinan urusan luar negeri dan prioritas jabatan duta besar bagi perwira militer. Konsolidasi demokrasi di awal tahun 2000an semakin memperkuat aktor-aktor kebijakan luar negeri sipil dan norma-norma demokrasi diinternalisasikan dalam kebijakan luar negeri Indonesia.

Agar adil, Sugiono bukan lagi seorang perwira militer aktif, namun ia jelas tetap menjadi ajudan setia Prabowo melalui dinas militer sebelumnya di Kopassus dan dukungan Prabowo terhadapnya di Partai Gerindra. Faktanya, penunjukan Sugiono merupakan penyimpangan dari tradisi diplomasi era Suharto. Suharto, yang merupakan mantan jenderal dan salah satu pemimpin politik paling cerdik dan paling bertahan lama di Asia, lebih memilih diplomat karier daripada orang militer sebagai menteri luar negeri.

Penunjukan menteri oleh Prabowo jelas didorong oleh kebutuhan untuk memberikan imbalan politik. Namun pilihan portofolio politik-keamanan yang dipilihnya—Sugiono, mantan perwira Kopassus Sjafrie Sjamsoeddin, dan Budi Gunawan—mencerminkan pentingnya loyalitas dan rantai komando yang dipersonalisasi.

Meskipun tim Prabowo-Sugiono kemungkinan tidak akan melakukan perubahan besar-besaran terhadap prinsip non-blok dalam kebijakan luar negeri Indonesia, namun mereka berharap akan ada penafsiran ulang yang lebih kreatif terhadap prinsip tersebut. Di Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo, non-blok kini mencakup latihan dua tahunan dengan angkatan laut Rusia di perairan Indonesia dan dimulainya kembali latihan militer dengan Tentara Pembebasan Rakyat.

Hari-hari pertama Sugiono sebagai menteri luar negeri sudah menandakan perubahan dari naluri kehati-hatian kementerian luar negeri. Pengumumannya bahwa Indonesia akan mengupayakan keanggotaan penuh BRIC, meskipun kementerian tersebut sebelumnya enggan, mengungkapkan bahwa ia ditugaskan untuk menerapkan agenda kebijakan luar negeri Prabowo yang lebih berani, yang mungkin tidak diragukan lagi.

Agenda kebijakan ini bertujuan untuk memperluas pengaruh diplomasi Indonesia di kancah global sekaligus meningkatkan hard power negara. Belanja pertahanan akan meningkat dari 0,7 menjadi 1,5 persen PDB.

Perubahan politik yang terjadi di Indonesia saat ini mengingatkan kita pada era Suharto. Kemenangan Prabowo dalam pemilu dan pemilihan menteri-menteri utama memperpanjang lintasan hubungan sipil-militer yang diperkuat selama masa jabatan kedua Widodo. Meskipun masih banyak ketidakpastian mengenai keseimbangan kepentingan kebijakan luar negeri Indonesia, kebangkitan aparat hankam menunjukkan bahwa lokus pengaruh kebijakan luar negeri di Indonesia kini telah bergeser.

Greta Nabbs-Keller adalah direktur asosiasi pertahanan, antariksa & keamanan nasional di Universitas Queensland dan memegang afiliasi penelitian senior dengan Pusat Kebijakan Masa Depan UQ dan Institut Griffith Asia. (aspistrategist.org.au)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved