Berita Ende
Ritual Adat Tu Tau Pana Manu: Tradisi Tolak Bala di Desa Nuamuri Barat untuk Musim Tanam Berkah
Tu Tau Pana Manu tidak hanya menjadi warisan budaya yang berharga bagi masyarakat Flores, tetapi juga pelajaran hidup yang universal
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Albert Aquinaldo
POS-KUPANG.COM, ENDE – Di balik keindahan pegunungan Kelimutu, terdapat sebuah kampung adat yang tetap teguh memelihara tradisi leluhur mereka.
Kampung Detu Bu Kuru Sa Pu'u Ae Sa Naku, Desa Nuamuri Barat, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur, masih mempertahankan ritual adat Tu Tau Pana Manu sebagai bentuk tolak bala menjelang musim tanam.
Ritual ini dipercaya mampu menghalau segala bentuk malapetaka, baik terhadap tanaman maupun hewan ternak, serta mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Ritual adat Tu Tau Pana Manu sudah dilaksanakan secara turun-temurun dan biasanya dilaksanakan pada bulan Oktober, menjelang musim tanam padi ladang. Namun, seiring perubahan zaman, masyarakat Kampung Detu Bu kini lebih banyak menanam jagung, ubi, dan tanaman pertanian lainnya. Meski demikian, tradisi ini tetap dilaksanakan dengan penuh hormat dan khidmat.
Baca juga: 3.006 Peserta Siap Ikuti SKD CPNS 2024 di Ende
Pada tahun 2024, pelaksanaan Tu Tau Pana Manu jatuh pada Jumat, 18 Oktober.
Persiapan sudah dilakukan beberapa hari sebelumnya di bawah komando Mosalaki Tau Talu Sambu No Ata Mangu Lau Tawa Rega No Ata Laja Ghawa, Sebastianus Lebi. Sebagai pemimpin adat, ia mengumumkan kepada Ana Kalo Fai Walu atau masyarakat adat Kampung Detu Bu bahwa ritual segera dimulai, dan menekankan pentingnya partisipasi serta kepatuhan terhadap aturan adat.
"Kami menyampaikan kepada Ana Kalo Fai Walu (masyarakat adat) bahwa kami sudah menentukan hari tanggal bulan untuk pelaksanaan Tu Tau, itu diumumkan di Kanga (tengah kampung) setelah diumumkan maka mulai dengan persiapan-persiapan," jelas Sebastianus Lebi.
Penentuan hari pelaksanaan Tu Tau Pana Manu dilakukan oleh tiga mosalaki yakni Sebastianus Lebi yang bergelar mosalaki tau talu sambu no ata mangu lau tawa rega no ata laja ghawa, mosalaki Kolo Gola, Yohanes Servianus Rede Rua, Mosalaki penu Benu kesa mbotu, Thomas Raja serta keluarga mosalaki lainnya. Penentuan bulan Oktober sebagai bulan pelaksanaan Tu Tau Pana Manu sudah diturunkan dari generasi ke generasi.
Ritual Tu Tau Pana Manu dimulai pada pagi hari. Saat matahari belum tinggi, suasana kampung terlihat segar setelah diguyur hujan semalaman. Thomas Rada yang bergelar Mosalaki Kolo Gola di kampung tersebut, berdiri di Kanga—tempat suci yang dianggap sebagai persemayaman leluhur. Dengan suara tegas, ia memanggil seluruh masyarakat yang disebut Ana Kalo Fai Walu untuk berkumpul di tengah kampung.
Setelah Ana Kalo Fai Walu berkumpul, Sebastianus Lebi yang bergelar mosalaki tau talu sambu no ata mangu lau tawa rega no ata laja ghawa memulai upacara dengan memberikan sesajen kepada para leluhur di Kanga, batu besar yang sakral. Kanga menjadi simbol hubungan yang erat antara masyarakat Detu Bu dengan nenek moyang mereka, tempat di mana doa-doa dan harapan disampaikan. Sesajen yang diberikan berupa siri pinang.
Selanjutnya, Sebastianus Lebi menyerahkan wo'o (busur) dan sangga (anak panah) kepada 20 orang Ata Pana Manu yang ditugaskan untuk berburu ayam di empat penjuru kampung. Tradisi ini memiliki aturan ketat: ayam yang boleh diburu adalah ayam dewasa, sementara anak ayam dan ayam yang sedang mengeram tidak boleh disentuh. Jumlah ayam yang diburu pun sudah ditentukan, yaitu lima ekor dari masing-masing kelompok pemburu.
Proses berburu ayam ini menjadi salah satu momen yang dinantikan. Para Ata Pana Manu yang dikirim ke penjuru kampung harus membawa pulang hasil buruan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Mosalaki. Jika jumlahnya kurang, mereka harus kembali berburu hingga kuota terpenuhi. Sementara itu, di tengah kampung, Ana Kalo Fai Walu menanti sambil menari tarian adat Sangga Alu Hainggaja, yang menambah semarak suasana.
Setelah hasil buruan terkumpul, ayam-ayam tersebut dibawa masuk ke rumah adat Sao Ria Embu Joka. Di dalam rumah adat, para istri dan keluarga Mosalaki segera mempersiapkan masakan dari hasil buruan itu.
Apabila persiapan sudah selesai, maka ayam, beras, moke, siri pinang dan bahan lainnya dibawa ke sebuah tempat khusus untuk memasak. Proses pengantaran ini dilaksanakan dengan penjemputan tarian adat menuju tempat memasak.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.