Berita Nasional
Pemerintah Siapkan Mitigasi Anggaran Tahun 2025, Imbas Konflik Timur Tengah
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memastikan APBN tetap aman meski terjadi eskalasi konflik geopolitik Timur Tengah
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memastikan APBN tetap aman meski eskalasi konflik geopolitik Timur Tengah yang makin memanas usai Iran menembakkan serangan balik ke Tel Aviv, Israel.
"Terkait dengan dampaknya terhadap APBN, karena ini sudah menjelang akhir tahun untuk 2024, relatif cukup aman," kata Kepala BKF Febrio Kacaribu ketika ditemui di Gedung Djuanda I, Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2024).
Febrio juga memastikan telah menyiapkan berbagai langkah antisipasi untuk menghadapi situasi global yang berkembang. Contohnya seperti saat Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed menurunkan suku bunga, pemerintah berhasil melakukan mitigasi untuk mengatasi dampak tersebut.
"Kemarin kita sudah berhasil menavigasi kaitannya dengan suku bunga kebijakan di Amerika, The Fed, walaupun ini juga masih ada ketidakpastian tentang bagaimana arahnya dalam beberapa bulan beberapa kuartal ke depan. Itu harus kita mitigasi," ujar Febrio.
Febrio menjelaskan bahwa dalam APBN terdapat mekanisme yang disebut "shock absorber," yang memungkinkan pemerintah untuk meredam dampak dari kejadian global yang berpotensi mempengaruhi Indonesia.
"Mekanisme existing yang ada di APBN itu bisa kita gunakan. Sampai akhir tahun ini untuk pelaksanan APBN 2024 kita relatif sudah aman," ucap Febrio.
"Tantangan berikutnya tentu bagaimana kita mengantisipasi dan mitigasi untuk 2025 dengan situasi yang mungkin masih akan tetap sama," pungkasnya.
Deflasi
Sementara itu mengenai daya beli masyarakat yang menurun dan mempengaruhi ekonomi dalam negeri, Menteri Keuangan Sri Mulyani membantahnya. Ia menjelaskan bahwa untuk menilai daya beli, perlu dilihat dari berbagai indikator.
"Indikator yang paling frequent yang kita lihat kan seperti consumer confidence, tapi itu mungkin basisnya di perkotaan," kata Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani Beri Pesan Penting Tentang Postur APBN untuk Pemerintahan Prabowo
Menurut dia, jika dilihat dari berbagai indeks, daya beli masyarakat masih tergolong tinggi dan aktivitas masyarakat tetap stabil.
"Apakah indeks kepercayaan konsumen atau indeks retail atau indeks purchasing, kita melihat masih pada level yang stabil dan tinggi. Artinya tidak ada koreksi yang tajam tiba-tiba menurun tajam," ujar Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan bahwa persepsi tentang daya beli masyarakat seringkali dipengaruhi oleh studi soal kondisi kelas menengah.
Ia mengakui bahwa sebagian dari kelas menengah turun ke kelompok rentan. Namun, di saat yang sama, ada juga masyarakat miskin yang berhasil naik menjadi aspiring middle class.
"Dalam hal ini kita melihat adanya dua indikator. Yang miskin naik, tapi yang kelas menengah turun," ucap Sri Mulyani.
Ia menekankan bahwa penurunan kelas menengah biasanya dipicu oleh inflasi. Dengan inflasi yang tinggi, garis kemiskinan juga naik, sehingga beberapa dari mereka terpaksa jatuh ke bawah.
Sri Mulyani pun menegaskan bahwa secara keseluruhan, situasi masih konsisten, mengingat Indonesia tidak sedang berada pada kondisi inflasi yang tinggi, tetapi deflasi.
"Penurunan kelas menengah biasanya karena inflasi. Dengan inflasi tinggi, maka garis kemiskinan naik, mereka tiba-tiba akan jatuh ke bawah. Jadi kita melihat sekali lagi konsisten," ujarnya.
Kata Menkeu, Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut terutama disebabkan oleh penurunan harga pangan. Ia menyebut perkembangan ini sebagai hal yang positif karena dapat meningkatkan daya beli masyarakat.
"Jadi kalau deflasi ini 5 bulan terutama dikontribusikan oleh penurunan harga pangan, itu menurut saya merupakan suatu perkembangan yang positif karena ini akan sangat menentukan daya beli masyarakat," kata Sri Mulyani.
Menurut dia, masyarakat konsumen, terutama kelompok menengah ke bawah, akan sangat diuntungkan akan hal ini. Pengeluaran mereka untuk makanan adalah yang paling besar, sehingga penurunan harga pangan akan sangat menguntungkan.
Sri Mulyani menekankan, penurunan harga pangan adalah yang diharapkan pemerintah. Ia berharap harga pangan dapat stabil di tingkat yang rendah.
"Jadi kalau saya lihat dari sisi perkembangan inflasi atau tadi disebutkan deflasi 5 bulan berturut-turut, di satu sisi penurunan yang berasal dari volatile food, itu adalah memang hal yang kita harapkan bisa menciptakan level harga makanan di level yang stabil rendah," ujar Sri Mulyani.
"Itu baik untuk konsumen di Indonesia yang terutama menengah bahwa (karena) mayoritas belanjanya adalah untuk makanan," sambungnya.
Baca juga: Sri Mulyani Beberkan Program Prioritas Prabowo-Gibran: Ada Makan Gratis Hingga Sekolah Unggulan
Terpisah, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menilai deflasi selama 5 bulan terakhir belum bisa dipastikan karena daya beli masyarakat yang menurun.
Menurutnya, deflasi terjadi memang karena pasokan di pasar yang meningkat, melebihi jumlah permintaan yang ada secara normal.
"Apakah ini terkait daya beli? Saya kira kalau saya keliling ke pasar-pasar memang yang nampak itu karena peralihan musim, dulu kan hujan ya habis itu nggak gitu, sehingga panennya sempurna. Bawang, cabai kalau hujan terlalu banyak dia busuk, sehingga suplainya banyak," kata Zulhas.
Zulhas juga menegaskan bahwa memang jika daya beli masyarakat menurun, hal itu perlu kajian lebih lanjut."Apa karena suplainya banyak sekali sehingga harganya terlalu murah, atau daya beli yang turun nanti kita lihat, kita kaji lebih lanjut," ujar Zulhas.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, terjadi deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan atau terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus menjadi 105,93 pada September 2024.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, deflasi bulan ini lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yakni 0,03 persen.
"Deflasi pada bulan September 2024 ini terlihat lebih dalam dibandingkan bulan Agustus 2024 dan ini merupakan deflasi kelima pada tahun 2024 secara bulanan," kata Amalia.
Amalia menyatakan, kelompok penyumbang deflasi bulanan ini terbesar dari makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,59 persen dengan andil 0,17 persen. Selain itu, komoditas yang memberikan andil inflasi yakni ikan segar 0,02 persen, kopi bubuk sebesar 0,02 persen.
Kemudian, biaya kuliah akademi atau perguruan tinggi, tarif angkutan udara dan sigaret kretek mesin (SKM) yang memberikan andil masing-masing sebesar 0,01 persen.
Amalia bilang, deflasi sebesar 0,12 persen ini didorong oleh komponen harga bergejolak yang mengalami deflasi sebesar 1,34 persen. Komponen ini memberikan andil deflasi sebesar 0,21 persen.
Selain itu, komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,04 persen dengan andil inflasi sebesar 0,01 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi adalah bensin.v"Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi adalah cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, daging ayam ras dan tomat," tuturnya.(tribun network/daz/wly)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.