Opini
Apa Kabar Gedung NTT Fair, Monumen Pancasila dan GOR Mini Oepoi di Kota Kupang?
Jika ingin melihat contoh nyata tentang kondisi total lost yang sebenarnya dalam jasa konstuksi, ketiga bangunan ini adalah contoh nyata.
Atau jika ada hukuman subsider, penyedia lebih memilih menerima hukuman tambahan sebaga subsider agar tidak mengganti kerugian negara.
Dalam kasus ini penulis ingin melihat dari sisi lain, di antaranya adalah sebagai bangunan gedung milik negara, apa yang menimpa Gedung NTT Fair ini, jelas tidak sesuai dengan amanat UU No. 2 /2017 Tentang Jasa Konstruksi Pasal 2, huruf b yang berbunyi: “Penyelenggaraan Jasa Konstruksi berlandaskan pada asas:
a. kejujuran dan keadilan;
b. manfaat;
c. kesetaraan …. dst” .
Dalam penjelasan UU ini, yang dimaksud dengan asas manfaat adalah: “segala kegiatan jasa konstruksi harus dilaksanakan berlandaskan pada prinsip profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan efektif, yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi para Pihak dalam penyelenggaraan jasa konstruksi dan bagi kepentingan nasional.”
Apa yang terjadi pada bangunan NTT Fair ini jelas tidak memberikan kemanfaatan apapun bagi para Pihak. Tidak ada nilai tambah bagi para pihak apalagi bagi kepentingan nasional.
Kecuali bagi Aparat Penegak Hukum yang berhasil meyakinkan majelis hakim sehingga para pihak dikenakan sanksi pidana kurungan badan dan pengembalian keuangan negara kurang lebih Rp 11 miliar.
Monumen Pancasila
Proyek dengan nilai kontrak kurang lebih Rp 28 miliar. Proyek ini telah selesai dibangun dengan realisasi fisik mencapai 100 persen. Bahkan sudah diserah terimakan (PHO dan FHO).
Namun menurut informasi, masih ada dana milik Penyedia Jasa yang belum dibayar dan masih diblokir Pemerintah Daerah senilai kurang lebih Rp 6 miliar.
Entah halangan atau syarat apa yang harus diselesaikan penyedia jasa sehingga dana proyek ini masih diblokir, atau Pemda NTT yang tidak/belum punya dana untuk membayar hak penyedia.
Setelah proyek selesai, terjadi bencana Seroja. Gedung ini mengalami kerusakan kurang lebih 10 persen atau senilai kurang lebih Rp 3 miliar.
Pemda NTT tidak mengalokasikan anggaran untuk perbaikan walau pinjaman daerah untuk infrstruktur mencapai triliunan rupiah.
Pemda NTT tidak mengalokasikan anggaran untuk memperbaiki gedung ini, sehingga bangunan ini mubazir, tidak terawat, tidak pula dimanfaatkan.
Mestinya untuk menghindari kerugian negara, bisa dilakukan pemeriksaan lebih detail untuk mencari tahu pihak mana yang paling bertanggung jawab atas kondisi ini sebagaimana proyek NTT Fair.
Apalagi negara sudah mengeluarkan biaya setidaknya sekitar Rp 28 miliar. Mengapa didiamkan dan tidak dimanfaatkan sesuai rencana peruntukannya?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.