Pilkada 2024
Pesan Presiden Joko Widodo Menyambut Masa Kampanye Pilkada 2024, Harus Semangat
Menyambut masa kampanye Pilkada 2024, Presiden Joko Widodo memberikan semangat kepada para calon kepala daerah yang akan berkontestasi di pilkada.
Selain untuk mewujudkan peradaban baru, Presiden menegaskan, pembangunan IKN juga dirancang untuk memfasilitasi kebersamaan dan kerja sama. IKN didorong menjadi kota yang terbuka, kota yang inklusif untuk semua golongan, kota yang dibangun dari kemajemukan, dan kota yang hidup dari beragam interaksi sosial.
”Kita juga ingin IKN jadi kota global, tapi juga kota majemuk yang mampu memberikan signifikan dalam memperoleh kerukunan dan kebinekaan kita sebagai sebuah bangsa besar. Karena kita tahu dunia sekarang ini sedang tidak baik-baik saja. Banyak konflik muncul beberapa tahun belakangan ini yang berkepanjangan juga perang,” ucap Presiden.
Secara terpisah, Rabu, Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo menegaskan, Indonesia adalah negara dengan populasi beragama terbesar di dunia. Maka, peran agama sangat sentral dalam membentuk tatanan etika publik.
Menurut dia, isu paradoks keberagamaan dan etika kehidupan publik masih menjadi fokus perhatian. Hal itu pun mengemuka pada diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion) yang diadakan BPIP bersama Universitas Pattimura di Ambon, Maluku, 20 September 2024.
Diskusi tersebut mengangkat pokok-pokok masalah yang dihadapi oleh bangsa ini, seperti krisis kejujuran, integritas, serta peningkatan kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di kalangan penyelenggara negara. Diskusi ini berupaya menemukan titik temu peran agama dalam membangun etika publik yang mendasar.
Menurut Benny, agama, dalam konteks sosial, memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk etika publik. Nilai-nilai universal yang diajarkan oleh agama, seperti kejujuran, keadilan, dan kasih sayang, merupakan fondasi bagi kehidupan yang harmonis.
Namun, ironisnya, fenomena yang terjadi di Indonesia menunjukkan adanya paradoks antara ajaran agama dan praktik kehidupan sehari-hari. Agama sering kali hanya dipraktikkan dalam bentuk ritual dan simbol, tanpa penghayatan yang mendalam. Hal ini membuat agama kehilangan fungsinya sebagai inspirasi bagi perilaku etis dalam kehidupan publik.
”Seharusnya agama bukan hanya sekadar harmoni yang tenang, tetapi menghanyutkan. Harmoni yang dimaksud di sini sering kali menciptakan relasi yang timpang antara mayoritas dan minoritas. Dalam konteks kehidupan berbangsa, harmoni yang sejati harus didasarkan pada keadilan dan kesetaraan,” kata Benny. (kompas.id)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.