Pilkada Serentak 2024
Tak Ada Lagi Kotak Kosong di Pilkada
Mahkamah Konstitusi (MK) memastikan partai non seat alias tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenur.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memastikan partai non seat alias tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenur.
Hal tersebut sebagaimana Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora.MK menolak permohonan provisi para pemohon. Namun, Mahkamah mengabulkan bagian pokok permohonan.
"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8).
Suhartoyo menyatakan, Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2. 000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut.
Baca juga: MK Pastikan Partai Non Seat DPRD Bisa Usung Cagub-Cawagub
d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedkt 6,5 % (enam setengah persen) di provins itersebut;
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 % (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politij atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5 % (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 7,5 % (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai poitik peseria pemiu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 % (enam selengah persen) di kabupaten/kota tersebut;".
Sebelumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora menggugat aturan terkait batasan partai politik tanpa kursi di DPRD dalam pengusungan pasangan calon (paslon) di Pilkada.Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 40 Ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).
Pasal tersebut berbunyi, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."
Baca juga: KPU NTT Tanggapi Putusan MK Soal Partai Politik Tanpa Kursi DPRD Bisa Ajukan Cakada
Ketua tim hukum Partai Buruh dan Partai Gelora, Said Salahuddin, mengaku pihaknya dirugikan secara konstitusional atas keberlakuan pasal a quo.Lebih lanjut, ia menilai, persyaratan pendaftaran pasangan calon yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol lebih berat daripada persyaratan pendaftaran pasangan calon dari jalur perseorangan.
"Paslon yang diusulkan parpol, berbasis pada perolehan suara sah. Sedangkan, paslon perseorangan berbasis pada dukungan KTP pemilih," ungkapnya.
Dalam petitumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora meminta MK, menyatakan Pasal 40 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, jika hasil bagi jumlah akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum Anggota Dewan Perwakailan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan menghasilkan angka pecahan, maka dihitung dengan pembulatan ke atas".
Alasan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan pengujian Undang-Undang (UU) Pilkada, yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora, terkait pengusungan partai non seat DPRD.
Hal ini sebagaimana Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, yang dibacakan dalam sidang pengucapan putusan di gedung MK, Jakarta.
Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 40 Ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).
Pasal tersebut berbunyi, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."
Dalam persidangan, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan alasan atau pertimbangan Mahkamah untuk mengabulkan gugatan a quo.
Ia menjelaskan, Pasal a quo telah kehilangan pijakan. Selain itu, Mahkamah juga menilai ketentuan sebagaimana Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut tidak ada relevansinya lagi untuk dipertahankan.
Hal itu dikarenakan, kata Enny, jika dibiarkan, berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut secara terus menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat.
Baca juga: Putusan MK Buka Jalan bagi Anies Baswedan dan PDIP Maju di Pilgub Jakarta
"Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ucap Enny, membacakan pertimbangan hukum Putusan MK 60/PUU-XXII/2024.
Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan nomor 60 kini menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.
Terhadap putusan itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bakal segar mempelajari seluruh isi putusan tersebut. Kemudian mereka bakal melakukan komunikasi dengan pihak pemerintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang.
"KPU RI akan mempelajari semua putusan MK berkaitan dengan pasal-pasal yang mengatur tentang pencalonan yang termaktub di dalam UU Pilkada," kata Anggota KPU RI Idham Holik saat dikonfirmasi, Selasa (20/8).
"Pasca-KPU mempelajari semua amar putusan, terkait dengan pasal-pasal dalam UU Pilkada tersebut, KPU RI akan berkonsultasi dengan pembentuk UU dalam hal ini pemerintah dan DPR," sambungnya.
Idham pun menegaskan ihwal putusan MK bersifat final dan memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan sehingga tidak ada upaya hukum lain yang bisa ditempuh.
Meski begitu, di satu sisi Idham Idham belum dapat memastikan apakah bakal ada revisi atau tidak dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang pencalonan Pilkada.
"Jika memang dalam amar putusan MK menyatakan ada pasal dalam UU Pilkada berkenaan dengan pencalonan dinyatakan inkonstitusional dan Mahkamah merumuskan atau menjelaskan mengapa itu dikatakan inkonstitusional, dan Mahkamah biasanya akan menjelaskan agar tidak inkonstitusional, maka Mahkamah biasanya merumuskan norma. KPU nanti akan mengonsultasikannya dengan pembentuk undang-undang," pungkasnya.
KPU DKI
Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta masih menunggu aturan atau arahan dari KPU RI soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merekonstruksi syarat pencalonan kepala daerah.
Berdasarkan putusan Putusan MK 60/PUU-XXII/2024. Kini pencalonan kepala daerah dihitung berdasarkan jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap (DPT) di provinsi tersebut, di mana Jakarta memiliki DPT 8,2 juta. Sehingga parpol atau gabungan parpol cukup memenuhi 7,5 persen suara berdasarkan pileg sebelumnya.
"Kita pada dasarnya sebagai KPU DKI Jakarta kita menunggu arahan dari pimpinan KPU RI bagaimana kemudian tindak lanjut dari MK tersebut," kata Anggota KPU DKI Jakarta Astri Megatari ditemui di kawasan JCC Senayan, Jakarta, Selasa.
Baca juga: Kaesang Terancam Gagal Maju Pilgub, MK Tegaskan Usia Cagub Minimal 30 Tahun
Adapun aturan KPU RI yang akan diikuti KPU DKI bisa berupa surat edaran, atau surat keputusan terkait petunjuk teknis (juknis) Pilkada 2024.
"Apakah dia ada mungkin keluarnya surat edaran, surat keputusan dan sebagainya, nanti kita ikut arahan dari KPU RI," ucapnya.
Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU DKI Jakarta ini pun mengakui sudah mendengar putusan MK terbaru soal Pilkada tersebut.
"Sudah tadi beberapa temen-temen info juga," katanya.
Putusan MK Berlaku di 2024
Pengamat pemilu sekaligus dosen Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini mengatakan putusan itu langsung berlaku untuk Pilkada 2024.
"Sebab, Putusan MK ini tidak menyebut penundaan pemberlakuan putusan pada pilkada mendatang seperti halnya Putusan MK terkait ambang batas parlemen No.116/PUU-XXI/2023," kata Titi saat dikonfirmasi, Selasa.
Putusan MK soal ambang batas pencalonan pilkada ini, jelas Titi, serupa dengan Putusan MK soal usia calon di pemilihan presiden dalam Putusan MK 90 yang memberi tiket pencalonan untuk wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka untuk maju berkontestasi.
"Sudah sangat terang benderang bahwa Putusan MK 60 harus berlaku di Pilkada 2024. Sebab, pencalonan baru akan dibuka pada 27-29 Agustus 2024 sehingga masih dalam koridor waktu pencalonan yang diatur dalam PKPU 2/2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pilkada 2024," pungkas Titi.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 60 yang menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD merupakan langkah bagus untuk menyelamatkan demokrasi dari upaya partai politik yang bersekongkol membuat skenario kotak kosong.
"Menurut saya ini putusan yang bagus ya untuk menyelamatkan demokrasi kita dari upaya membajak demokrasi di mana partai partai bersekongkol membeli perahu sehabis-habisnya, sehingga terbangun lah kotak kosong," kata pakar hukum tata negara Feri Amsari, Selasa.
Dengan adanya Putusan MK 60 ini Feri yakin jumlah kotak kosong hasil skenario partai-partai yang berkoalisi akan menjadi lebih sedikit.
Baca juga: Konstelasi Politik Daerah Berubah Pasca MK Putus Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah
Selain itu, ruang bagi masyarakat untuk memilih calon alternatif semakin terbuka lebar.
"Jadi ini putusan yang perlu disambut gembira karena betul-betul telah menyelamatkan potensi permainan demokrasi dengan upaya mempermainkan masyarakat pemilih," pungkasnya.
KPU Diminta Segera Ubah
Komisi Pemilihan Umum (KPU) didesak untuk segera melakukan revisi terhadap peraturan KPU (PKPU) pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru yang berkaitan dengan pencalonan kepala daerah.
Desakan itu berasal dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) guna memastikan persyaratan Pilkada 2024 yang sebentar lagi memasuki tahapan pendaftaran sudah sesuai putusan MK.
"Mendesak KPU untuk segera merevisi dan mensosialisasikan Peraturan KPU tentang Pencalonan Kepala Daerah sesuai dengan Putusan MK terbaru," kata Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Agustyati.
Perludem juga mendesak KPU untuk bertindak mandiri dan profesional, guna memastikan pencalonan kepala daerah konstitusional dan tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
Perempuan yang akrab disapa Ninis ini menegaskan ihwal ada dua putusan MK yang menurutnya penting terkait pencalonan kepala daerah yang dibaca hari ini.
Pertama, MK memastikan syarat usia 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur, serta syarat usia 25 tahun untuk calon bupati/walikota wajib dipenuhi ketika mendaftar menjadi calon.
Putusan ini menurut Ninis sekaligus menghentikan kontroversi yang dibuat oleh Mahkamah Agung, usai membuat syarat usia dialihkan jadi syarat penetapan calon terpilih.
"Artinya, dengan putusan MK ini, syarat usia wajib dipenuhi calon kepala daerah ketika akan mendaftar," jelasnya.
Putusan kedua, MK membacakan putusan tentang syarat pencalonan kepala daerah. MK menyatakan, syarat pencalonan kepala daerah partai politik tidak lagi menggunakan persentase 20 % kursi DPRD atau 25 % suara sah pemilu legislatif.
Menurut MK, syarat pencalonan kepala daerah yang konstitusional adalah dengan menggunakan perolehan suara hasil pemilu legislatif daerah, yang besarannya mengikuti besaran persentase untuk pemenuhan syarat calon perseorangan di pilkada, sesuai dengan rentang daftar pemilih pada tiap-tiap provinsi dan kabupaten/kota. (tribun network/yuda)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.