Opini
Opini: Hidup Enak Jadi Koruptor
Dalam formula Ignas Kleden, korupsi adalah suatu kejahatan publik yang meluas dan meningkat cepat (Kompas 17/10/2015).
Penerimaan masyarakat terhadap koruptor jenis ini lebih bagus ketimbang seorang rakyat jelata yang disebut pencuri ayam. Lebih dari itu, walaupun bekas nara pidana korupsi, namun tetap mendapat sambutan yang hangat. Contoh yang paling terang benderang adalah Anas Urbaningrum yang disambut begitu meriah oleh para pendukungnya ketika dia keluar dari penjara (detik.com 11/4/2023).
Keempat, mereka yang terjerat dalam kasus rasuah tersebut hanya kerena kesalahan administrasi. Dengan kata lain, korupsi, lagi-lagi, terjadi cuma karena kurang teliti dalam hal administrasi, keliru mencatat (keterlanjuran menekan tuts-tuts angka di keybord komputer). Dalam istilah yang elegan, malaadministrasi.
Diformulasikan dalam bahasa Haryatmoko, korupsi seakan-akan hanya menjadi kemampuan membuat laporan keuangan atau kemampuan melakukan transaksi tanpa meninggalkan tanda bukti.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa bagi yang lihai membuat laporan keuangan diyakini pasti bebas, sedangkan bagi yang kurang terampil membuat laporan akan terjerat hukum.
Dalam konteks ini, dapat dimengerti dan tidak heran pula, mereka masih bisa dan tetap tersenyum seraya melambai-lambaikan tangan kepada sorotan kamera wartawan karena ini cuma soal administrasi biasa.
Kelima, hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor masih ringan. Ignas Kleden mengafirmasi hukum yang ringan bagi koruptor kakap. Ditambah lagi dengan remisi yang diperoleh para nara pidana korupsi semakin mengafirmasi unsur keringanan hukuman itu. Selain itu, para koruptor pun mendapat fasilitas mewah selama berada di penjara. Liputan6.com mencatat, fasilitas mewah dimaksud berupa pendingin udara, rak buku, lemari es, spring bed, washtafel, kamar mandi lengkap dengan toilet duduk dan pemanas air (Liputan6.com 23/7/2018).
Lebih dari itu, setelah keluar dari penjara pun mereka masih dapat menikmati hasil korupsinya. Bahkan yang paling gampang adalah para pelaku korupsi yang masih berstatus tersangka dapat mempraperadilankan pihak yang telah menangkapnya sehingga pelaku pun, dapat saja, dibebaskan.
Dengan narasi singkat di atas, paling kurang kita memperoleh sedikit gambaran bahwa para koruptor memiliki nasib yang cukup beruntung di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kondisi ini amat berbeda dengan nasib koruptor di Negeri Cina, yang mendapat hukuman mati.
Dengan lain perkataan, lebih enak jadi koruptor daripada hidup jujur, seadanya, hidup pas-pasan, berkekurangan pula, tapi sengsara, derita yang diperoleh. Jadi, sekali lagi, memang lebih enak jadi koruptor. Dengan rumusan yang ekstrim, jika ingin hidup lebih baik, jadilah koruptor di Indonesia.
Mesti Berubah
Bila perspektif terhadap kejahatan korupsi masih dianggap biasa-biasa saja, maka perbuatan jahat ini tidak akan hilang, malah sebaliknya ia akan bertumbuh subur dan terus berkembang biak.
Maka dari itu, perspektif yang biasa-biasa saja tadi harus diubah. Sebab korupsi pada dasarnya adalah kejahatan yang luar biasa. Menurut Haryatmoko, terdapat tiga point yang membuat perilaku korupsi diposisikan sebagai kejahatan luar biasa. Pertama, korupsi merusak sendi-sendi hidup bersama. Kedua, korupsi mengkhianati cita-cita kebebasan. Ketiga, korupsi menghalangi upaya membangun institusi-institusi yang lebih adil.
Dalam nada yang setara, tingkat luar biasa kejahatan korupsi, oleh Ignas Kleden diformulasikan sebagai berikut, kejahatan ekonomi dalam bentuk apa pun akan merugikan kesejahteraan umum, melukai rasa keadilan dalam masyarakat dengan memperbesar kesenjangan antara kemakmuran yang tak wajar segelintir elite dan kemiskinan yang juga tak wajar dari rakyat yang berhak hidup layak dalam suatu negara merdeka yang harus melindunginya.
Perihal hidup layak dijamin oleh UUD 1945 pasal 28A yang berbunyi: setiap orang berhak hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Dalam penjelasan selanjutnya makna pasal 28A, setiap orang mempunyai jaminan hak atas kehidupannya, baik untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Hak hidup sendiri merupakan hak yang esensial yang tidak dapat ditawar atau non-derogable rights (hukumonline.com 11/12/2023).
Bertolak dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa korupsi adalah negasi terhadap kemanusiaan. Dalam bahasa yang radikal, korupsi adalah bentuk paling biadab terhadap kehidupan. Sebab, sekali lagi, korupsi menyengsarakan banyak orang terutama mereka yang papa, terpinggirkan, tidak beruntung, lemah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.