Renungan Harian Kristen

Renungan Harian Kristen Jumat 12 Juli 2024, Menjaga Kesehatan Air, Mengawal Keberlanjutan Kehidupan

Cara merawat air adalah  tidak menebang pohon secara sembarangan untuk menjamin ketersediaan air tanah  dan  menjaga sumber-sumber mata air

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
Pdt. Nope Hosiana Daik, M.Th 

Menjaga Kesehatan Air, Mengawal Keberlanjutan Kehidupan (Raja-raja 2:19-22)
Pdt. Nope Hosiana Daik, M.Th

Pendahuluan

Tidak ada kehidupan tanpa air! Air adalah salah satu elemen terpenting bagi kehidupan. Tanpa air manusia dan segala ciptaan akan mati. Karena itu air perlu dirawat dengan baik.  Air yang dimaksudkan meliputi air sumur, air danau, air laut dan berbagai sumber air lainnya. 

Cara merawat air adalah  tidak menebang pohon secara sembarangan untuk menjamin ketersediaan air tanah  dan  menjaga sumber-sumber mata air dari berbagai tindakan pencemaran karena berbagai recidu  dan limbah yang muncul dari tindakan manusia. Air sangat dibutuhkan bagi kehidupan karena itu, Yesus pun mengandaikan diri-Nya sebagai air sumber kehidupan, yang jika manusia menimba dari-Nya, maka manusia tidak akan lagi kehausan (bnd.Yoh.4:13-14).

Air yang tidak sehat membunuh kehidupan (2 Raja-raja 2:19)

Dikisahkan bahwa penduduk kota Yerikho mengeluh karena para ibu hamil mengalami keguguran akibat mengkonsumsi air yang tidak sehat. Ada kesadaran bersama air yang sehat merupakan suatu kebutuhan mendasar yang sanagat berguna bagi keberlanjutan kehidupan.

Mata air tempat mereka biasa menimba air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari telah tercemar. Karena itu dibutuhkan cara penanganan yang tepat. Mereka bersepakat menyampaikan keluhan ini kepada Elisa, yang pada waktu hadir sebagai seorang nabi.

Persoalan kita juga  pada saat sekarang, tidak saja pada tercemarnya  sumber mata air karena recidu atau limbah dari berbagai tindakan/kegiatan manusia tetapi juga ketersediaan air tanah karena penebangan pohon secara membabi buta untuk kepentingan industri dan pertambangan.

Pencemaran sumber air dan penebangan pohon secara besar-besaran berdampak negative  bagi ketersediaan air yang sehat  untuk  keberlanjutan kehidupan, baik manusia dan juga hewan/ternak dan tumbuh-tumbuhan/tanaman. Karena itu dibutuhkan kesadaran kolektif sama seperti masyarakat kota Yerikho  pada zaman Elisa.

Pada tahun 1967, di Jepang, Pantai Minamoto, terjadi  “wabah minamoto” yang mengakibtakan banyak orang mengalami sakit kulit, mata berair, mencret dan kemudian meninggal akibat dari  mengkonsumsi  ikan yang telah  tercemar oleh limbah nuklir dari pembangkit listrik tenaga nuklir di Jepang yang bocor. Kisah ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa kerusukan lingkungan, terutama air yang tercemar akan berdampak buruk bagi keberlanjutan kehidupan.

Akibat dari tidak menjaga kesehatan air mengantarkan kita pada keadaan sebagaimana dikatakan Rasul Paulus bahwa “kita  sedang mengalami sakit bersalin”. Alam semesta seperti tersayat dan terluka oleh tindakan kita. Karena itu  menurut Sally Maque, alam yang penuh sayatan ini ibarat tubuh Yesus Kristus yang menderita disalib akibat ulah manusia.

Perhatian kita terhadap kerusukan alam harus dimulai dari sekarang.  Perlu ada pertobatan ekologis sebagai tindakan sacramental.  Kita perlu menghentikan segala bentuk eksplotasi dan komidifikasi alam hanya demi kepentingan segelintir orang saja untuk menghindari kematian kedua.

Jonathan Shell mengatakan bahwa kita akan mengalami kematian kedua kalau kita tidak sadar untuk merawat alam. Manusia makin bertambah, lahan-lahan rusak, produksi pertanian menurut bahkan nanti kita terancam kelaparan karena alam tidak lagi mampu menyediakan kebutuhan-kebutuhan kita. Keberlanjutan kehidupan di planet bumi salah satunya adaah tidak tersedianya air yang sehat. Seruan tentang pentingnya air yang sehat bagi keberlanjutan kehidupan merupakan tindakan profetik.

Menjaga kesehatan air sebagai tindakan profetik (2 Raja-raja 2: 20-21)

Masalah kesehatan air pada masa kini sangat berkaitan  dengan beberapa hal, seperti:

1) Geliat ekonomi kapitalis yang melibatkan para pelaku ekonomi pada perusahaan transnasional yang menjadi “mitra pemerintah.”

Dengan modal yang besar dan kepercayaan dari pemerintah, maka para pemilik modal mengekspoitasi alam dengan merambah hutan-hutan dan menebang pohon-pohon besar untuk kepentingan ekonomi mereka.

Akibatnya terjadi ‘degradasi’ alam yang berdampak bagi ketersediaan air yang sehat bagi keberlanjutan kehidupan.
Dalam beberapa kasus, geliat ekonomi kapitalis yang berdampak buruk pada ketersediaan air dan kesehatan air, dapat disadari oleh berbagai elemen masyarakat, yang kemudian menyuarakan keprihatin namun terkadang suara mereka dinafikan. Kesadaran ekologis mereka dibekukan dengan berbagi tindakan represif oleh pihak-pihak yang berwenang.

2). Rendahnya kesadaran masyarakat pada tingkat menengah dan bawah tentang pentingnya menjaga kesehatan air terlihat pada sikap membuang sampah pada/dekat sumber-sumber mata air, membuang limbah-limbah rumah tangga ke dalam sungai dan laut.

Merujuk kepada berbagai tindakan buruk  manusia yang mengakibatkan kerusakan alam, terutama ketersediaan air dan kesehatan air maka dibutuhkan tindakan “penyelamatan”.

Elisa melakukan tindakan “penyelamatan” terhadap kesehatan air bagi keberlanjutan hidup penduduk kota Yerikho dengan cara mentahirkan sumber mata air dengan membuang garam ke dalam mata air.  Ini adalah tindakan simbolik yang dilakukan oleh Elisa untuk menyatakan bahwa Allah pun berkenan menyehatkan air bagi keberlanjutan kehidupan.

Tindakan penyelamatan Allah tidak saja bersifat antroposentris (menempatkan manusia sebagai sentrum) pemulihan tetapi juga alam (air). 

Dari tindakan simbolik Elisa dengan menggunakan garam untuk menyehatkan air di kota Yerikho dapat kita pahami sebagai sebuah tindakan yang melambangkan “pencegahan tindakan pembusukan air” oleh tindakan manusia.

Bertolak dari kesadaan kolektif masyarakat kota Yerikho tentang pentingnya air yang sehat bagi keberlanjutann kehidupan, maka perlu sekali ditandai dengan pentahiran dengan  sebagai “akta iman”  sekaligus pertobatan ekolgis masyarakat kota Yerikho untuk menjaga kesehatan air.

Garam sebagai lamang/simbol untuk mencegah pembusukan. Jika dalam masalah ini, masyarakat kota Yerihko diibaratkan sebagai garam, sebagaimana Yesus menyebutkan murid-murid-Nya sebagai garam dunia maka demikianlah hendaknya kita juga belajar dari penduduk Yerikho. Kita dapat menempatkan diri dan memaknai keberadaan kita sebagai garam yang mencegah pembusukan air, yang dimulai dari lingkungan dekat kita.

Kita perlu menjaga kesehatan air dengan tidak lagi membuang segala jenis limbah ke dalam/dekat sumber mata air atau air yang mengalir/bergerak, seperti air sungai, air danau dan air laut. 
 
Allah menghendaki air yang sehat bagi keberlanjutan kehidupan (2 Raja-raja 2:22)

Air yang sehat adalah penting bagi keberlanjutan hidup. Karena itu, Allah melalui Elisa menyehatkan air. Manusia dan segala makhluk hidup akan terpelihara dengan kehidupan yang berkualitas dengan ketersediaan air yang sehat sepanjang masa.

Linn White seorang sejarawan Amerika pernah menuding bahwa kekeristenanlah yang memberi sumbangan bagi tindakan ekspolotasi dan komodifikasi alam. Kekeristenn memberi ruang amat besar bagi pemikiran antropoesntris, dimana menempatkan manusia sebagai tuna atas alam semesta.

Karena itu adalah layak alam semesta dieksploitasi dan dikomodifikasi bagi kepentingan manusia semata-mata. Akan tetapi sesungguhnya tidakla demikian. Allah yang menciptakan langit dan bumi dengan segala isi, memeberi perhatian yang sama keapda segenap ciptaan-Nya. Allah tidak hanya memulihkan kehiduoan manusia, tetapi juga memulihkan keberadaan alam semesta.

Karena itu, manusia sebagai ciptaan Allah yang sama dengan ciptaan lainnya, perlu menyadari keberadaannya dan menempatkan diri dalam kesetaraan di hadapan Allah untuk tidak saja mengasihi Allah sebagai hukum kasih yang terutama, dan mengasihi manusia sebagai hukum kasih yang kedua, tetapi juga harus mengembangkan dan mempraktekkan hukum kasih yang ketiga, yakni mengasihi alam semesta, demikian kata Phil Erari, seorang teolog asal Papua.

Demikianlah seharusnya manusia memiliki menghidupi 3 huku kasih sebagaimana Allah mengasihi juga alam semesta dengan berkenan melalui Elisa menyehatkan air di kota Yerikho bagi kemaslahatan ekologi.

Tindakan Allah untuk menyelamatkan kesehatan air melalui Elisa adalah dalam rangka mengawal keberlanjutan kehidupan. Bayi-bayi harus dipastikan selamat dan terlahir sehat sebagai generasi masa depan karena mendapatkan asupan air yang sehat pada satu pihak, tetapi juga bagi keberlanjutan kehidupan di planet bumi.

Penutup

Ketersediaan air dan kesehatan air merupakan persoalan serius yang harus mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Dengan ketersediaan air yang sehat menjadi jaminan keberlanjutan kehidupan.

Kepedulian terhadap ketersediaan air sehat sesungguhnya adalah tugas/panggilan kenabian.profetik yang berasal dari Allah, pencipta alam semesta.  Cinta kita kepada Allah harus juga diperlihatkan melalui cinta kepada kesehatan alam (terutama air). Amin. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved