Renungan Harian Kristen

Renungan Harian Kristen Senin 8 Juli 2024, Berhikmat dan Beriman

Allah sumber hikmat dan pengetahuna dalam kembara hidup di dunia dengan kegemerlapannya yang bersifat waktui/temporal saja.

Editor: Rosalina Woso
DOK PRIBADI
Pdt. Nope Hosiana Daik, M.Th 

Oleh: Pdt. Nope Hosiana Daik, M.Th

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Kristen Senin 8 Juli 2024, Berhikmat dan Beriman

Amsal 7:1-7

Pendahuluan

Bagi pemeluk agama Hindu Mahabrata merupakan sebuah tulisan yang “bergenre” epos/kisah kepahlawanan sekaligus merupakan dharmasastra /maha karya peletak dasar doktrin dharma yang ditulis oleh Begawan Wyasa. Dalam epos Mahabrata yang terdiri dari 18 parwa (kitab) yang memiliki 24.000 seloka (versi lama) dan versi terkini 100.000 seloka terdapat ajaran kebajikan/hikmat, yakni kebenaran bukanlah monopoli satu golongan saja.

Ada juga ajaran bahwa ada banayak jalan jalan untuk mengggapai dan menikmati kebenaran, dan keadilan sosial yang dapat diperjuangkan dengan mendahahukan kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadi. Karenanya epos Mahabrata diterima juga sebagai dharmasastra ( kitab suci ) bagi pemeluk agama Hindu, terutama ajaran-ajaran Resi (Guru) Bhisma kepada Pandawa yang tertuang dalam Shantiparwa (Kitab Kedamaian Jiwa) dan Anusasanaparwa (Kitab Ajaran).

Shantiparwa berisi ajaran hikmat dari Bhisma kepada Yudistrira untuk mendapatkan ketenangan jiwa dalam rangka memperlengkapi dirinya sebagai raja/kesatria yang siap menghadapi segala kemungkinan yang buruk.

Anusasanaparwa berisi ajaran tentang penyerahahn diri Yudistrira kepada Bhisma untuk menerima ajarannya tentang dharma (kebajikan), artha (harta), aturan-aturan upacara, kewajiban seorang raja dan ajaran hikmat lainnya serta tentang berpulangnya Resi Bhisma ke sorgaloka (nirvana) dalam ketenangan.

Bagi pemeluk agama Kristen, Alkitab terutama Kitab Perjanjian Lama, yang terdiri dari 39 parwa (kitab), 5 parwa diantaranya merupakan kitab yang berisi ajaran tentang dharma, dan artha serta ajaran kebajikan lainnya. Yang menjadi pokok renungan/refleksi pada kesempatan ini adalah parwa (kitab) Amsal 7:1-7.

Parwa Amsal dalam Perjanjian Lama merupakan kumpulan tulisan (Keturim) yang merupakan salah satu dari 5 parwa kebajikan yang ditulis oleh Salomo, seorang raja Israel yang bijaksana.

Demikianlah kita memaknaia “azas manfaat” dari semua tulisan sebagai pentuntun/pengawal dharma (kebajikan) yang diilhamkan oleh Allah dalam berbagai komunitas dalam lintas abad yang berbeda untuk pembentukan karakter, sebagaimana yang dipesankan Rasul Paulus Paulus kepada Timotius demikian, “Segala tulisan yang dilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik (2 Tim.3:16-17).

Perbuaan-perbuatan baik dapat dikaryakan oleh manusia dengan cara menyelidiki dan menyukai perbuatan-perbuatan Allah yang penuh keagungan dan semarak dalam tema-tema keadilan, kejujuran kebenaran dan kasih sayang yang tiada berkesudahan bagi setiap orang yang berkenan kepada-Nya (bdk.Maz.111).

Pendidikan dan atau/pengajaran menjadi “sumber hayat!” (Amsal 7:1-2).

Pendidikan atau pengajaran memiliki mengukir sejarahnya sendiri bagi kemanusian. Pendidikan dan pengajaran dimulai dengan cara verbal (disampaikan secara) lisan dalam bentuk perkataan-perkataan, dan selanjutnya perkataan-perkataan itu dituliskan/dibukukan agar menjadi “referensi hikmat” sepanjang masa.

Perkataan-perkataan ini berisi nasehat yang bernada positif /imperative (suruhan) dan bernada negative (larangan/pembatasan). Pendidikan dan pengajaran seperti ini biasanya berkaitan dengan pembentukan karakter. Pendidikan atau pengajaran kepada seseorang sebaiknya dilakukan sejak dini, sepanjang umur hidup (dari kandungan sampai ke kuburan). Inilah pendidikan karakter yang biasanya dilakukan secara informal (jalur keluarga/berbasis rumah tangga) dalam sistem masyarakat tradisonal.

Setiap orang tua dalam keluarga/rumah tangga mendidik/mengajar anak-anaknya dengan perkataan-perkataan yang tentu merupakan “pembahasaan” terhadap semua perilaku/perbuatan baik yang layak diteladani. Dalam tradisi Israel, pendidikan/pengajaran “jalur informal” diisyaratkan dalam Ulangan 6:1-8 sebagai perintah yang utama dalam memenuhi hukum kasih kepada Allah, yang peruntukkan meliputi segenap umat Israel, dan bersifat turun-temurun. Isi/konten dari pendidikan/pengajaran tersebut adalah Firman Allah.

Firman Allah itu harus dilaksanakan sepenuhnya hati sebagai “perintah/imperative kebajikan.” Karena Firman Allah merupakan inti dari pendidikan/pengajaran maka setiap orang yang menaati Firman Allah menunjukkan kasih atau hormat kepada Allah sebagai sumber kebaikan/kebajikan yang mengarahkan manusia kepada kehidupan. Kehidupan akan bermakna jika dituntun/dikawal oleh hikmat yang selalu diajarkan, yang kelak menjadi sesuatu ‘habit (menjadi kebiasaan baik). Hal sama disampaikan juga Salomo dalam tulisannnya.

Raja Salomo yang diyakini sebagai penulis Amsal tentunya memahami benar bahwa sumber hikmat adalah Allah sendiri karena itu yang dimaksudkan dengan pendidkan/pengajaran yang dituturkan secara lisan maupun yang dikemas apik dalam tulisannya merupakan “sabda sumber hayat/penaga kehidupan” yang amat dipercayai. Apalagi bagi orang-orang muda.

Pendidikan dan pengajaran yang berisi hikmat Allah merupakan pengarah sekaligus “komentator” yang baik bagi manusia dalam berbagai upaya mengejar ilmu pengetahuan dan ketrampilan sebagai bentukan pemenuhan tuntutan “kompetensi-kompetensi” dalam dunia kerja dan dunia pembangun sepanjang waktu.

Manusia dalam dunia yang menuntut adanya artificial intellectual dengan segala vitur-viturnya perlu sekalii dikawal dengan hikmat dari Allah melalui pendidikan/pengajaran tentang karakter agar semua pencapaian-pencapaian manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya berbasiskan rasio semata-mata akan tetapi juga dapat dikontrol agar beguna bagi kemanusiaan yang utuh.

Pada pemahaman inilah kita sepakat mengatakan bahwa: pendidikan dan pengajaran menjadi sumber hayat, karena pendidikan/pengajaran tentang hidup yang bermakna berasal dari Allah saja! Karena itu pendidikan dan pengajaran yang baik, yang berasal dari Allah dinamai juga hikmat.

Ya, hikmat Ilahi, hikmat Sorgawi yang memerdekakan dan menembus batas pemisah antar manusia dan bukan hikmat duniawi yang mendistorsi hakekat kemanusiaan (bdk. 1 Kor 1:22-25).

Dalam segala hal. Memang kita membutuhkan hikmat, yang jika telah mengalami pergeseran makna yakni segala pencapaian dalam bidang ilmu, pengetahuan, teknologi dan seni saja. Akan tetapi hikmat seperti itu belumlah memadai untuk memanusiakan manusia.

Perlu ditambahkan kepada segala pengethauan yang demikian itu iman kepada Allah. Menjadi orang berhikmat dan pula beriman adalah gambaran manusia sejati. (homo vera). Cara menyimpan dan memperlakukan pendidikan/pengajaran (Amsal 3-4)

Ibarat artha (harta) pendidkan/pengajaran yang baik/hikmata) perlu mendapatkan perlakuan tersendiri dan disimpan dengan baik. Raja Salomo, dalam Amsal 3-4 memberikan “advis” tentang cara memperlakukan dan memelihara hikmat.

Hikmat harus diperlakukan ibarat orang memperlakukan dan memanfaatkan anggota-anggota tunuh seturut fungsinya. Hikmat harus dipelihara ibarat seseorang menjaga biji matanya sendiri. Tujuannya adalah supaya dengan hikmat dari Allah, setiap orang tidak terjerumus ke dalam kegelapan.

Gelapnya dunia tidak menggelapkan jalan hidup setiap orang berhikmat, sehingga menjadikannya berbeda dari dunia,- tidak sama dengan dunia meskipun ia hidup dalam dunia.(bdk. Roma 12:1-2) , berada dalam gelap tetapi dengan keberadaan yang menerangi sebagaimana keberadaan Yesus dalam dunia yang gelap tetapi Ia ada untuk menerangi dunia, Ia adalah terang dunia, menerangi dunia dengan hikmat Allah.(bdk. Yoh. 8:12). Hikmat menjadi “peretas kegelapan” yang membawa manusia kepada kematian.

Hikmat juga harus ditambatkan/ditautkan/diikatkan pada jari. Jarilah yang akan menuliskan segala perkataan hikmat yang kelak menjadi “bahan bacaan” segala generasi (anak-anak muda dan para teruna) dalam masa menjelang yang oleh pimpinan Roh Kudus.

Semua hikmat itu kelak terpatri sebagai pengantar ke dalam keabadian karena tersimpan dalam dalam loh hati. Hati menjadi penyimpan segala rahasia Ilahi sebagaimana diyakini Maria ketika ia mendengar sabda Allah “via” malaikan tentang kedatangan Yesus, Sang Putera Hikmat Dunia (bdk. Luk. 2:19).

Dengan hikmat. teka-teki kehidupan di dunia ini tidak akan terus menerus menjadi teka-teki. Akan tetapi teka-teki kehidupan di hadapan Allah akan tetapi menjadi teka-teki, karena hanya Allah sendirilah yang memegang rahasia kekekalan, dan karenanya pertanyaan-pertanyaan kita tentang kehidupan di hadapan Allah hanya dapat dijawab dengan pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana menjalani kehidupan untuk tiba pada kekekalan maka itulah misteri.

Hidup kita adalah pertanyaan yang terus dijawab dengan pertanyaan-pertanyaan kita. Pertanyaan-pertanyaan kita jawabannya ada dalam hikmat Allah saja.

Selanjutnya, hikmat harus diperlakukan sebagai saudara atau sanak famili. Sebagai sesama saudara hal yang penting adalah saling menjaga dan melindungi. Karena itu metafora “hikmat rasa saudara” adalah tepat. Sanak family adalah teman perjalanan/ziarah iman yang layak dipercayai! Saudara dan family di sepanjang ziarah iman kita adalah hikmat. Hikmat kawan karib terdekat dalam suka dan duka.

Perlindungan Hikmat! (Amsal 5-7)

Raja Salomo menyebutkan manfaat dari hikmat/perlindungan hikmat sebagaimana terbaca dalam ayat 5-7. Dari perspektif feminis saya tidak setuju jika perlindungan hikmat hanya semata-mata untuk mengjauhkan para teruna/laki-laki muda dari “jerat perempuan jalang dan perempuan asing”. Dengan ini seakan-akan, pertama musuh terbesar hikmat adalah perempuan.

Padahal dalam banyak tradisi hikmat, justru hikmat diindentikkan dengan perempuan. Itu berarti perempuan adalah orang berhikmat juga,-paling tidak dipakai juga oleh Allah/diperlengkapi juga oleh Allah.,- dan bukan hanya laki-laki saja. Tetapi mengapa perempuan di sini ditempatkan sebagai “tanda awas” bagi hikmat?

Hikmat tidak boleh direduksi, dan tidak boleh mengalami distorsi kemanfaatannya (hanya bagi kepentingan laki-laki saja). Namun dapat dipahami bahwa “kesan pementingan laki-laki” dalam perlidungan hikmat dalam teks ini karena pengaruh budaya patriakhi dengan pandangan misoganis yang kental dalam pengemasannya.

Sedangkan untuk kebutuhan renungan ini, kita bersepakat bahwa hikmat untuk melindungi setiap orang, -baik laki-laki maupun perempauan dari berbagai usia dan latar belakang SARA. Hikmat menembus batas-batas pembeda antar manusia yang dipatok oleh manusia.

Dengan hikmat, tidak saja menghindarkan laki-laki dari “kejahatan” dan kelicikan perempuan versi dunia patriakhi tetapi juga dengan hikmat membunuh racun kematian yang disebarkan oleh baik laki-laki dan perempuan yang memalingkan wajah dari Allah sumber hikmat dan pengetahuna dalam kembara hidup di dunia dengan kegemerlapannya yang bersifat waktui/temporal saja.

Hikmat dapat mendasarkan persekutuan umat manusia sebagai “mahabhrata” (bangsa yang terpilih. imamat yang rajani, bangsa yang kudus umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kita mmeberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kita keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (bdk. 1 Pet. 1:9).

Dengan hikmat akan membuat setiap orang mengalami kebangkitan hidup setiap hari. Kehidupan yang dibebaskan dan yang membebaskan dari belenggu kematian karena dosa!

Penutup
Renungan ini ditutup dan bungkus dengan “sabda” hikmat dari parwa hikmat yang lain dari Alkitab: “Permulaan hikmar adalagh takut akan Tuhan, semua orang yang melakukannya berakal budi. Puji-pujian kepada-Nya (Sang Batara Agung: tambahan mengikuti versi ‘’dharmasastra”/tulisan ajaran iman/rohani dalam ajaran HIndu) tetap untuk selama-Nya (Mazmur 111:10). Amin.(*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved