Luar Angkasa

SpaceX Akan Bawa Pulang Stasiun Luar Angkasa Internasional 2030-an dan Dihancurkan di Atmosfer Bumi

Awal 2030-an, masa pakai Stasiun Luar Angkasa Internasional habis. Wahana akan dideorbit dan dihancurkan di angkasa.

Editor: Agustinus Sape
AXIOM/MANNY JAWA
Astronot Arab Saudi Rayyanah Barnawi kiri) dan Ali Alqarni (kanan) dalam pesawat yang akan mengantar mereka ke Stasiun Antariksa Internasional (ISS). Bersama astronot Amerika Serikat Peggy Whitson (kedua dari kanan) dan pilot John Shoffner (kedua dari kiri), mereka meluncur ke luar angkasa pada Minggu (21/5/2023) malam waktu Florida, AS. Mereka diantar roket Falcon 9 yang dimiliki SpaceX, perusahaan pimpinan Elon Musk. 

Sejatinya, NASA telah mempelajari sejumlah pilihan lain untuk membuang ISS. Setiap gagasan terkait ISS pascaberakhirnya masa operasional wahana itu memiliki kompleksitas dan tantangan yang berbeda-beda.

Salah satu opsi yang diajukan adalah membongkar ISS dan menggunakan elemen-elemen yang berusia muda untuk digunakan pada platform stasiun luar angkasa berikutnya. Ide lainnya adalah meneruskan ISS dan menyerahkan pengoperasian dan pemeliharaannya ke perusahaan komersial.

Alternatif lain adalah memindahkan ISS ke orbit yang lebih tinggi sehingga wahana ini tidak akan cepat masuk kembali ke atmosfer Bumi. Namun, cara ini membutuhkan lusinan pesawat luar angkasa agar ISS bisa mencapai ketinggian yang diinginkan.

Namun, ada batasan yang harus diperhatikan. Selain soal biaya, setiap pilihan yang diambil juga memiliki kesulitan dan konsekuensi hukum yang tidak mudah, terutama terkait status kepemilikan ISS. Karena itu, sepertinya opsi menjatuhkan kembali ISS ke Bumi menjadi pilihan akhir bagi NASA.

Hingga kini, baik NASA maupun SpaceX belum menyampaikan desain wahana yang akan berfungsi sebagai “kapal tunda” bagi ISS tersebut. Meski demikian, wahana yang tidak akan mengorbit ini dipastikan harus memiliki daya dorong yang sangat besar sehingga ISS bisa dipandu untuk masuki kembali atmosfer Bumi pada tempat dan waktu yang tepat.

Minimalkan risiko

ISS bukanlah stasiun luar angkasa berawak pertama yang dihancurkan di lapisan atmosfer Bumi. Sebelumnya ada Salyut 1 milik Uni Soviet yang dideorbit pada 1971 dan dilanjutkan sejumlah generasi Salyut berikutnya. Stasiun luar angkasa Rusia terakhir yang dideorbit adalah Mir pada 2001 yang menjadi warisan Soviet.

Selain itu, ada pula stasiun luar angkasa Skylab milik AS yang dikembalikan ke Bumi tahun 1979 serta Tiangong 1 dan Tiangong 2 milik China yang masuk kembali ke atmosfer Bumi pada 2018 dan 2019. Kini, stasiun luar angkasa yang masih beroperasi adalah ISS dan Tiangong generasi terbaru yang baru beroperasi 3 tahun terakhir.

Meski demikian, proses penjatuhan ISS pada awal 2030-an itu nantinya akan menjadi peristiwa masuk kembalinya wahana luar angkasa ke atmosfer Bumi yang terbesar sepanjang sejarah penerbangan luar angkasa. Namun, risiko dan tantangan yang dihadapi juga sama besarnya.

Seperti dikutip dari BBC, 3 Mei 2023, ukuran ISS itu tiga kali lebih besar daripada Mir. “Ini merupakan tantangan besar. Benda seberat lebih dari 400 ton yang jatuh dari langit bukanlah hal yang bagus,” kata astronom di Pusat Astrofisika Harvard-Smithsonian AS Jonathan McDowell.

Selain bobotnya yang sangat besar, yaitu sekitar 430 ton atau setara berat 200-an gajah. Ukuran ISS juga sangat luas sebesar lapangan sepak bola, yaitu 109 meter dari ujung panel surya ke ujung panel surya di sisi lain dan 51 meter dari depan ke belakang wahana.

Dengan dimensi sebesar itu, maka ada kemungkinan beberapa struktur dan komponen ISS yang tahan terhadap panas tidak habis terbakar saat masuk kembali ke atmosfer Bumi. Karena itu, selalu ada potensi pecahan ISS akan mampu bertahan hingga sampai akhirnya jatuh di permukaan Bumi.

Proses deorbit ISS itu akan mulai dilakukan pada 2026. Tim pengendali akan membiarkan orbit ISS menyusut secara alami sehingga ketinggian ISS akan semakin turun dari sekitar 400 km menjadi sekitar 320 km pada pertengahan 2030. Pada ketinggian ini, awak terakhir akan dikirim ke ISS untuk memastikan semua peralatan atau benda bersejarah di ISS sudah dipindahkan sehingga bobot ISS pun berkurang.

Baca juga: Layanan Internet Starlink Milik Elon Musk Resmi Hadir di Indonesia

Setelah antariksawan terakhir meninggalkan ISS, maka ketinggian ISS akan turun kembali hingga mencapai 280 km. Ini adalah “point of no return”, batas ketinggian yang membuat wahana tidak bisa kembali lagi. Pada ketinggian ini, wahana tidak bisa didorong lagi lebih tinggi karena besarnya tarikan atmosfer Bumi sudah tidak bisa ditahan.

Dari batas itulah, “kapal tunda” akan melakukan sejumlah manuver terakhir untuk mendorong ISS lebih cepat jatuh. Semula, wahana luar angkasa Rusia, Progress, disiapkan untuk memberikan dorongan terakhir bagi ISS agar jatuh ke Bumi. Namun persoalan keandalan yang dialami wahana Progress akhir-akhir ini dan memburuknya situasi politik antara Barat dengan Rusia membuat NASA menyiapkan kapal tunda alternatif yang akan dikerjakan SpaceX.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved