Renungan Harian Kristen
Renungan Harian Kristen 30 Juni 2024, "Facebook Tak Digunakan untuk Rendahkan Tapi untuk Kebaikan"
Bahkan ada anak-anak yang secara real time marah-marah pada orang tuanya di FB, karena keinginannya tidak dipenuhi
Oleh: Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, M.Th, MA
Banyak orang menggunakan Facebook dan platform media sosial lainnya dengan tidak pada tempatnya. Facebook kadang dipakai sebagai pelampiasan emosi, rasa jengkel pada orang lain, atau bahkan sebagai alat untuk merendahkan orang lain.
Bahkan ada anak-anak yang secara real time marah-marah pada orang tuanya di FB, karena keinginannya tidak dipenuhi. Lebih tragis ada yang live di FB sambil bunuh diri.
Tidak sedikit yang gunakan FB untuk pamer kehebatan dirinya sambil menghina orang lain dan menjadikan FB sebagai alat penghakiman dan menilai orang tanpa ampun, seolah-olah dirinya yang paling benar dan orang lain salah, padahal belum tentu demikian, karena penilaiannya yang sepihak dan berat sebelah, dan orang lain yang ia hina dan rendahkan itu tidak ada dan tidak bisa membela dirinya.
Kita harus mampu bersikap rendah hati untuk menggunakan FB untuk kepentingan kebaikan. Kerendahan hati itu harus kita miliki, untuk meredam ego kita yang merasa sebagai seorang yang paling hebat dan tahu segalanya. Kita merasa tinggi di langit yang melihat ke bawah kepada orang-orang yang kita anggap rendah di bumi.
Kalau sikap kita seperti ini malah kita akan ditanyai: “Ko lu sapa”? (bahasa Kupang: Anda siapa ko bisa bersikap seperti itu?). Disini kita bisa belajar dari Kristus menurut Paulus, dimana Kristus yang Maha Tinggi saja mau merendahkan diri dan menjadi sama dengan manusia. Kalau kita menjadi sesama manusia juga bagi orang lain, maka Upaya kita merendahkan orang lain akan terkikis.
Dalam Filipi 2:5-8, Paulus menguraikan kerendahan hati Yesus Kristus yang, meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus dipertahankan, tetapi mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba. Yesus adalah teladan sempurna kerendahan hati yang seharusnya kita ikuti.
Penafsir terkenal Ralph P. Martin dalam buku "The Epistle of Paul to the Philippians" (Tyndale New Testament Commentaries, terbitan: InterVarsity Press tahun 2004 , melihat Filipi 2:5-8 sebagai himne Kristologi yang menggambarkan perjalanan-Nya dari kemuliaan ilahi ke kematian di kayu salib dan kemudian ke kemuliaan lagi. Dia menyoroti bagaimana teks ini mengajarkan pentingnya kerendahan hati dan pelayanan dalam kehidupan Kristen. Martin juga membahas aspek liturgis dan teologis dari teks ini. Kita dipanggil menurut Martin untuk hidup dalam kerendahan hati dan kesatuan sebagai umat percaya, sambil menekankan teladan sempurna yang diberikan oleh Yesus Kristus.
Reformator Johanes Calvin menekankan kerendahan hati Kristus sebagai contoh teladan bagi orang percaya. Ia menyoroti bagaimana Kristus, meskipun memiliki kedudukan sebagai Allah, rela mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba. Calvin melihat tindakan ini sebagai panggilan bagi orang Kristen untuk meninggalkan kesombongan dan mengikuti contoh kerendahan hati Kristus.
Bahkan menurut William Barclay dalam buku "Commentary on Philippians, Colossians, and Thessalonians" pentingnya inkarnasi dan kerendahan hati Kristus dalam konteks budaya dan sejarah. Dia menunjukkan bagaimana Yesus merendahkan diri-Nya hingga mati di kayu salib, suatu bentuk eksekusi yang paling hina pada zaman itu. Barclay juga menyoroti aspek kasih yang mendasari kerendahan hati Kristus.
Jadi kalau kita merendakan diri kita dan tidak merendahkan orang lain, sebetulnya kita sedang menunjukkan nilai kasih yang Tuhan Yesus sendiri tunjukkan.
Dan ini adalah etika kristiani yang mesti jadi tolok ukur dalam kehidupan kita. Menurut N.T. Wright dalam bukunya yang berjudul "Paul for Everyone: The Prison Letters" (2004) teks Filipi 2:5-8 adalah salah satu pernyataan teologis terpenting tentang inkarnasi. Dia menyoroti bahwa Paulus tidak hanya berbicara tentang kerendahan hati sebagai etika, tetapi juga sebagai doktrin yang menunjukkan hakekat sejati Allah. Wright mengajak orang percaya untuk melihat hubungan antara kerendahan hati Kristus dan panggilan gereja untuk hidup dalam kesatuan dan kasih. Atau pemikiran Gordon D. Fee yang melihat aspek tanpa pamrih dari sikap Yesus.
Baca juga: Renungan Harian Kristen Minggu 30 Juni 2024, Kebijaksanaan Berbuah Keadilan
Menurut Fee dalam bukunya "Paul's Letter to the Philippians" (The New International Commentary on the New Testament) surat Paulus kepada Jemaat di Filipi (2:5-8) merupakan salah satu teks Kristologis yang paling penting dalam Perjanjian Baru.
Dia menekankan aspek kenosis (pengosongan diri) dan menyatakan bahwa tindakan Yesus adalah contoh sempurna dari kasih dan pelayanan tanpa pamrih. Fee juga mengaitkan teks ini dengan seruan Paulus untuk kesatuan dan kerendahan hati dalam jemaat Filipi yang terpecah belah karena egoism dan sikap memintingkan diri sendiri serta penonjolan diri.
Dalam bagian teks Alkitab yang lain Rasul Yakobus juga mengingatkan orang percaya untuk menghindari bahaya kesombongan dan kecongkakan. Dalam Yakobus 4:6 dikatakan bahwa "Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati."
Renungan Harian Kristen Kamis 31 Juli 2025, Pendidikan Berpusat Kepada Kristus |
![]() |
---|
Renungan Harian Kristen Rabu 30 Juli 2025, Kejarlah Hikmat |
![]() |
---|
Renungan Harian Kristen Selasa 29 Juli 2025, Kebenaran Tunggal |
![]() |
---|
Renungan Harian Kristen Senin 28 Juli 2025, Mendidik dalam Kebenaran |
![]() |
---|
Renungan Harian Kristen Minggu 27 Juli 2025, Mendidik dalam Kebenaran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.