Liputan Khusus
Lipsus - Nilai Tukar Rupiah Melemah, Kadin NTT Ajak Pengusaha Tingkatkan Ekspor
Ada pula dampak terhadap beberapa industri khususnya di garmen banyak yang tutup karena kondisi ekonomi yang kurang baik.
Sementara itu, untuk perusahaan yang melakukan PHK akibat efisiensi ada PT Sinar Panca Jaya PHK sekitar 2 ribu pekerja. Lalu, ada PT Bitratex di Semarang sekitar 400 pekerja. Kemudian, ada PT Johartex di Magelang PHK sekitar 300 pekerja. Terakhir, ada PT Pulomas di Bandung sekitar 100 pekerja.
Ristadi menjelaskan, PHK massal ini sejatinya sudah dimulai sejak 2021 dan hingga kini masih berjalan terus. "Kalau dari awal 2021, catatan kami ada sekitar 70 ribuan. Ini yang data KSPN saja. Yang enggak melaporkan banyak," ujarnya.
Ristadi menjelaskan ada perusahaan dari kecil, menengah, dan besar yang tengah melakukan efisiensi. "Nah untuk yang (perusahaan) besar lokasinya di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah. Itu kan basis-basis industri TPT kan di situ," katanya.
Untuk perusahaan tekstil yang raksasa, Ristadi menyebut daftarnya bisa dilihat dari beberapa emiten tekstil yang melantai di bursa. Ia mengatakan, di antaranya ada PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dan PT Pan Brothers Tbk (PBRX).
"Ya diantaranya itulah raksasa yang sekarang sedang berjuang. Semuanya sedang berjuang untuk tetap bisa survive, tetapi diantara perusahaan raksasa itu kan sudah banyak melakukan efisiensi PHK puluhan ribu pekerjanya sampai sekarang. Sekarang juga masih puluhan ribu," ujar Ristadi.
Menurut dia, perusahaan-perusahaan tekstil ini masih akan mencicil pengurangan karyawan mereka. Ini tak lepas dari kemampuan arus kas perusahaan yang terbatas untuk membayar pesangon karyawan. Ia memandang, gelombang PHK ini masih akan berlangsung hingga September. Jika masih berjalan sampai akhir bulan tersebut, ada kemungkinan pabrik-pabrik punya perusahaan raksasa itu akan tutup.
"Ya kita lihat lah sampai sekitar bulan September akhir ya, bisa melewati masa-masa sulit ini enggak. Kalau tidak, ya tutup itu perusahaan yang tekstil raksasa itu," tutur Ristadi.
Ia kemudian membeberkan alasan pabrik-pabrik ini tutup. Untuk pabrik yang pasarnya ada di dalam negeri, pesanan yang mereka dapat dari pasar tekstil seperti Pasar Tanah Abang mengalami penurunan. Biang keroknya adalah barang-barang tekstil hingga sepatu impor yang harganya lebih murah, telah membanjiri Pasar Tanah Abang. Konsumen pun disebut lebih memiliih produk-produk ini.
Sementara itu, bagi pabrik yang memiliki pasar luar negeri atau dengan kata lain mengekspor produk-produknya, juga kesulitan mendapatkan pesanan dari luar. Para perusahaan ini juga kesulitan mencari pasar baru.
KSPI NTT Belum Bersikap
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Nusa Tenggara Timur (NTT) belum menentukan sikap terhadap ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi pekerja, buntut melemahnya kurs Rupiah terhadap Dollar AS.
Ketua KSPI NTT Sarlina Asbanu dihubungi Selasa (18/6) malam menyebutkan, hingga kini KSPI belum melakukan pembahasan terhadap hal itu. KSPI masih fokus pada persoalan Tapera yang menjadi polemik belakangan ini.
"Kami belum ada pembahasan secara internal di serikat, itu kan belum begitu ribut. Sekarang kami fokus itu soal Tapera," kata dia.
Sarlina meminta waktu untuk berkoordinasi dengan pimpinan KSPI terhadap masalah ini. Ia menilai persoalan ini belum ada instruksi atau arahan khusus dari KSPI.
Sarlina Asbanu berjanji akan menyampaikan sikap KSPI setelah ada petunjuk dari pimpinannya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.