Opini
Opini: Menjadi Sahabat Roh Kudus
Dalam teologi Katolik, Roh Kudus adalah Pribadi Ketiga, Allah Tritunggal Mahakudus. Pengetahuan kita tentang Allah Roh Kudus pun hanya sampai di situ.
Oleh: Arnoldus Nggorong
POS-KUPANG.COM - Dalam teologi Katolik, Roh Kudus adalah Pribadi Ketiga, Allah Tritunggal Mahakudus. De facto, pengetahuan kita, khususnya orang Katolik, tentang Allah Roh Kudus pun hanya sampai di situ. Selain itu, dalam kehidupan devosional umat Katolik pada umumnya, devosi kepada Allah Roh Kudus, boleh dikatakan cukup sedikit.
Dalam artian, secara kuantitatif devosi ini belum banyak ditekuni oleh umat Katolik bila dibandingkan dengan devosi-devosi lainnya seperti devosi kepada Santa Perawan Maria, Bunda Allah, devosi kepada Yesus, Putera Allah, Pribadi Kedua Allah Tritunggal Mahakudus, devosi kepada Hati Kudus Yesus, devosi kepada Kerahiman Ilahi, dan devosi kepada orang kudus tertentu serta devosi-devosi lainnya.
Dalam tradisi Gereja Katolik, dikenal pelbagai macam devosi. Banyaknya devosi itu tidak pula hendak mengatakan bahwa Allah itu banyak. Keanekaragaman devosi itu mau menunjukkan pertama, terdapat beragam cara untuk mendekatkan diri dengan Allah.
Dengan kata lain, devosi hanyalah sarana yang memungkinkan seseorang untuk dapat mengenal Allah dan menjalin relasi secara lebih intim dengan-Nya, sejauh yang mampu dilakukan oleh seorang manusia.
Kedua, kekayaan dimensi Ilahi yang tidak terbatas itu menegaskan bahwa Allah adalah yang transenden sekaligus yang imanen, yang dipadatkan dalam satu kata ‘misteri’. Dikatakan misteri karena Allah adalah suatu kenyataan yang tidak dapat ditangkap dan dimengerti oleh akal budi manusia, yang melampaui pengetahuan indrawi.
Meminjam Gabriel Marcel, filosof eksistensial, Allah adalah sebuah soal yang bersifat abadi, tidak pernah tuntas dijawab. Sebab setiap pertanyaan selalu memunculkan pertanyaan baru (Leo Kleden, dalam ‘Filsafat Manusia’, ms., 1997). Dalam rumusan refleksif-filosofis-teologis, ketika manusia bertanya tentang siapa Allah, dalamnya ada usaha manusia mencari tahu lebih banyak lagi tentang-Nya.
Namun dalam upaya pencarian itu manusia tidak pernah dan bahkan tidak akan pernah menemukan Allah. Justru manusialah yang ditemukan Allah jika dan hanya jika manusia menyadari kerapuhan, kepapaannya dan merendahkan diri ketika berhadapan dengan Allah, Pencipta nan Agung dan Mahakuasa.
Sebagai analogi sederhana untuk memahami kemahakuasaan Allah yang tak terselami, secara imanjinatif dapat dibayangkan dalam sikap seorang rakyat jelata terhadap raja. Bila ia menghadap sang raja, maka ia akan bersimpuh di depan raja yang duduk di atas singgasana dalam jarak tertentu.
Kalau dengan seorang raja yang memiliki kekuasaan dan wilayah yang terbatas, si rakyat tadi sudah menunjukkan sikap tunduk-sujud, apalagi jika berhadapan dengan Allah yang justru melebihi kekuasaan si raja tadi.
Ketiga, manusia sebagai ciptaan yang bersifat terbatas hanya mampu mengenal Allah lewat sifat-sifat-Nya yang sangat kaya tadi. Keterbatasan itu pula yang membuatnya tidak mampu menyelami Allah secara sempurna. Kesanggupan mengenal Allah melalui sifat-sifat-Nya diafirmasi dalam kesaksian Sta. Faustina dalam percakapan batin, yang ditulis dalam buku hariannya. “Siapa Allah seturut hakekat-Nya, tak seorang pun (akan dapat) memahami-Nya, baik malaikat maupun manusia. Kenalilah Allah dengan merenungkan sifat-sifat-Nya.” (BH. No. 30)
Setiap orang Katolik dapat memilih dan memanfaatkan devosi-devosi itu untuk berdoa demi memperdalam imannya akan Allah. Pemilihan devosi itu berdasarkan keyakinan pribadi yang bersangkutan yang dirasa cocok dan tepat baginya. Dalam memilih itu tidak ada unsur paksaan, bahkan tidak memilih pun tidak melanggar aturan Gereja. Sebab bukan suatu keharusan.
Bertolak dari kenyataan tersebut di atas, ungkapan ‘tak dikenal, maka tak sayang’ rasanya masih relevan, tepat dan dapat pula disematkan pada Allah Roh Kudus. Berkenaan dengan ungkapan tersebut, dapat dikatakan bahwa aspek pengenalan merupakan unsur penting dalam menjalin relasi dengan orang lain.
Pengenalan yang baik hanya mungkin bila Allah Roh Kudus dijadikan sebagai sahabat. Sebab hanya seorang sahabat yang benar-benar mengenal kita dengan amat baik. Lagipula dengan mengenal, maka kita pun akan semakin mencintai dan menyayangi Allah Roh Kudus.
Roh Kudus dan peran-Nya
Dalam Perjanjian Lama, Roh Kudus disebut dalam kisah penciptaan. Dalam kitab Kejadian ditulis, “Roh Allah melayang-layang di permukaan air.” (Kej. 1:2). Georg Kirchberger dalam bukunya ‘Allah Menggugat’ menjelaskan, Allah menciptakan dunia melalui Sabda dan Roh-Nya. Allah menghembuskan roh dan nafas-Nya agar ciptaan dapat hidup. Maka dari itu, bila Allah menarik kembali roh-Nya, maka ciptaan itu akan mati.
Dalam kisah orang-orang yang dipilih Allah, mereka dihembusi oleh Roh Kudus agar mampu melaksanakan tugas yang diberikan Allah kepada mereka. Misalnya, seturut kesaksian Perjanjian Baru, Maria, dalam keterkejutan, ketakutan dan keraguannya, pada waktu menerima kabar dari malaikat Gabriel mengenai tugas yang akan dipercayakan Allah kepadanya untuk mengandung Yesus, Putera Allah, memperoleh kepenuhan Roh Kudus. “Roh Allah akan turun atasmu dan kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi engkau. (lihat Luk. 1:28-35)
Kemudian dalam peristiwa pembaptisan-Nya di sungai Yordan, Yesus dipenuhi oleh Roh Kudus, yang tampil dalam rupa burung merpati (Mat. 3:16). Roh Kudus juga tampak berupa lidah-lidah api, yang didahului bunyi seperti tiupan angin keras, lalu hinggap pada masing-masing rasul yang sedang berkumpul di sebuah ruangan tertutup, dalam peristiwa turunnya Roh Kudus, yang kemudian dikenal dengan peristiwa pentekosta. Peristiwa itu membuat orang-orang yang berada di sekitarnya bingung, tercengang, dan takjub (Lihat Kis. 2:1-12).
Dalam injil Yohanes, Yesus menyebut Roh Kudus sebagai Penolong, sebagaimana yang telah dijanjikan-Nya kepada para murid sebelum Ia naik ke surga. “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.” (Yoh. 14:16-17)
Seterusnya rasul Paulus memberi kesaksian sebagai berikut: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1 Kor. 3:16). Selanjutnya Rasul Paulus dengan lebih tegas lagi mengatakan: “Tubuhmu adalah bait Allah Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah.” (1 Kor. 6:19)
Para orang kudus pun memberi kesaksian tentang Roh Kudus. Mereka dapat menanggung segala bentuk penderitaan termasuk yang paling berat, bahkan hingga harus menyerahkan nyawanya sendiri demi mempertahankan iman mereka adalah juga karena Roh Kudus berkarya di dalam diri mereka.
Salah satu orang kudus yang disebutkan di sini adalah St. Ignasius martir dari Antiokia. Ketika dihina oleh kaisar Trajanus, dia mengatakan, “Jangan menghina Ignasius pembawa Allah, karena Allah ada padaku.”
Relasi Roh Kudus dengan Bapa dan Yesus, Putera
Menurut ajaran iman Katolik, Allah Bapa adalah Pribadi Pertama, Allah Tritunggal Mahakudus. Yesus, Allah Putera, adalah Pribadi Kedua, Allah Tritunggal Mahakudus. Sebagai Pribadi Ketiga Allah Tritunggal Mahakudus, Roh Kudus sama dalam segalanya dengan Bapa dan Putera. Kesamaan itu membuat Allah Roh Kudus juga pantas menerima penghormatan dan cinta yang sama besar dan dalam dengan Allah Bapa dan Allah Putera, demikian Paul O’Sullivan.
Roh Kudus memiliki hakekat yang sama dengan Bapa dan Putera. Allah Roh Kudus juga mempunyai posisi dan kedudukan yang setara dengan Allah Bapa dan Allah Putera. Tidak ada yang lebih tinggi atau pun lebih rendah satu dari yang lainnya.
Kesetaraan dan kesatuan antara Ketiga Pribadi Ilahi ini diamini oleh Sta. Faustina yang menulis sebagai berikut: “Kodrat Mereka adalah satu. Allah itu satu, sungguh Esa, tetapi dalam tiga Pribadi; tidak satu pun dari Mereka lebih besar atau lebih kecil; tidak ada perbedaan baik dalam keindahan maupun dalam kekudusan. Kehendak Mereka juga satu.” (BH No. 911)
Lebih lanjut Sta. Faustina mengatakan, “Ketika aku bersatu dengan pribadi yang satu, aku juga bersatu dengan Pribadi yang kedua dan dengan
Pribadi yang ketiga sedemikian rupa sehingga ketika kita bersatu dengan yang pertama, kita juga bersatu dengan kedua Pribadi yang lain sama seperti dengan yang pertama.”
Maka dari itu, Sta. Faustina menjelaskan, “Ketika Satu dari ketiga Pribadi itu berkomunikasi dengan suatu jiwa, lewat kuasa dan kehendak yang satu, jiwa itu menyadari diri bersatu dengan ketiga Pribadi dan (dia pun) diliputi kebahagiaan yang mengalir dari Tritunggal yang Mahakudus; itulah pula kebahagiaan yang menjadi santapan para kudus. Kebahagiaan yang sama, yang mengalir dari Tritunggal yang Mahakudus, membuat semua ciptaan merasa bahagia; darinya muncul kehidupan yang menghidupkan dan memberkati segala kehidupan yang berasal dari Dia.”
Relasi di antara ketiga Pribadi ini pun tidak saling merendahkan. Dengan kata lain, bila ingin mengerti dan memahami kedudukan, posisi, dan relasi antar ketiga pribadi ini, kita tidak boleh berpikir menurut cara pandang manusiawi.
Hubungan antara Ketiga Pribadi Ilahi ini bersifat kekal. Relasi itu dibangun di atas landasan kasih yang tidak terbatas, tak berhingga. Kirchberger merumuskan hubungan ketiga Pribadi Ilahi ini sebagai berikut: “Ketiga Pribadi ini terarah satu kepada yang lain secara kekal dan substansial (dalam pengertian keterarahan itu tidak bisa tidak ada, dan selalu ada secara aktual tanpa awal dan akhir). Hubungan antara ketiga Pribadi Ilahi itu senantiasa mendalam, esensiil, setiap pribadi memberi segala sesuatu yang bisa diberi kepada Pribadi yang lain secara sempurna. Ketiga Pribadi Ilahi itu saling terbuka, tidak ada pengecualian sedikitpun.” Itulah sifat kekal dan tidak terbatas dari hubungan Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus.
Maka dari itu, Georg Kirchbeger membedakan dengan tegas relasi antar ketiga Pribadi Ilahi itu dengan hubungan di antara sesama manusia. Menurut Kirchberger, hubungan antara ketiga Pribadi Ilahi itu berbeda secara radikal dari hubungan antara pribadi-pribadi manusia.
Selanjutnya Kirchberger menjelaskan, hubungan antara pribadi manusia bersifat sementara, artinya ada awal dan ada akhir, berlaku dalam periode waktu tertentu, sifatnya tentatif (aksidental, kebetulan). Dengan lain perkataan, saya bisa berhubungan dengan pribadi tertentu, atau bisa juga tidak. Hubungan itu bisa dangkal dan bisa juga amat mendalam. Dalam konteks hubungan manusiawi, saya bisa memilih untuk berhubungan atau tidak berhubungan dengan pribadi yang lain. Jadi ini soal pilihan, bukan suatu keharusan.
Makna Sahabat
Dengan paparan ringkas di atas, paling kurang, telah membantu kita untuk mengenal Allah Roh Kudus dan bagaimana relasi-Nya dengan Allah Bapa dan Allah Putera. Pengenalan ini membawa kita kepada pemahaman tentang arti seorang sahabat atau perannya di dalam hidup kita.
Sebab hanya seorang sahabat yang dapat memiliki empati, mampu merasa seperti yang kita rasakan. Dia, seolah-olah masuk dalam diri kita. Lebih dari itu, sang sahabat menindaklanjutinya dengan mengerahkan segala daya upaya dan sumber daya yang dapat dilakukan untuk menolong kita.
Dengan perkataan lain, sahabat memiliki peran yang amat penting dalam hidup seseorang. Sahabat yang baik tidak membiarkan orang yang telah menjadi sahabatnya berada dalam kesedihan, kesulitan.
Seorang sahabat akan hadir sebagai pembawa kegembiraan. Bila sahabatnya mengalami keputusasaan, dia akan datang sebagai pemberi harapan, penyemangat. Dalam diri seorang sahabat, ada solusi dari setiap masalah, ada optimisme. Dia hadir entah pada waktu kita susah maupun di saat kita senang. Dengan lain perkataan, seorang sahabat yang baik selalu hadir dalam segala situasi dan mencegah kita jatuh ke dalam pencobaan (dosa).
Persahabatan Dalam Kitab Suci
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan terang benderang tentang arti seorang sahabat dalam hidup kita, dapat dilihat dalam kisah persahabatan yang dimuat dalam Kitab Suci.
Pertama, persahabatan antara Yonatan dan Daud (1 Sam. 18:1-5;20:1-43). Peristiwa yang amat berkesan di antara kedua sahabat itu adalah Daud diselamatkan oleh Yonatan dari suatu rencana pembunuhan ayahnya, Saul. Sebab Daud dibenci oleh Saul karena rakyat Israel lebih menyanjung dan memuji Daud lantaran keberhasilannya mengalahkan Goliat, panglima tantara orang Filistin. Persahabatan di antara keduanya diangkat ke suatu ikatan perjanjian atas nama Allah. Jadi persahabatan itu melibatkan Allah sebagai saksi, yang sekaligus juga meneguhkan perjanjian mereka.
Kedua, persahabatan antara Maria dan Elizabet. Kedua perempuan ini sama-sama berada dalam kondisi mengandung. Namun yang membedakannya adalah Elizabet mengandung di usia tua, sedangkan Maria mengandung dalam keadaan sebagai seorang gadis yang masih perawan.
Bila melihat situasi masyarakat Yahudi pada waktu itu, lalu dikaitkan dengan keadaan Maria dan Elizabet, maka secara imajinatif, kita dapat mengetahui bahwa kedua perempuan ini mengalami nasib yang sama yaitu mereka menjadi buah bibir (dalam arti bahan gosip) para tetangganya karena kondisi kehamilan mereka yang dianggap tidak wajar dalam pandangan masyarakat pada waktu itu. Secara psikologis dan sosial, Maria dan Elizabet tidak beruntung. Akan tetapi keduanya saling menguatkan. Sebab mereka percaya akan penyelenggaraan Allah di dalam hidup mereka.
Ketiga, persahabatan antara Yesus dan para murid. Model Persahabatan ini dapat dikatakan sebagai persahabatan yang paling ideal dan sempurna. Persahabatan model ini dideskripsikan dengan amat menarik dan indah dalam teks Yohanes 15:12-17. Bahkan demi sahabat-sahabat-Nya itu, Yesus merelakan diri-Nya sebagai tebusan bagi para murid, yang tampak jelas dalam peristiwa penangkapan Yesus di taman Getsemani. Yesus berkata: “Kalau Aku yang dicari, biarkanlah mereka ini pergi.” (Yoh. 18:8)
Bersahabat dengan Roh Kudus
Jika dengan sesama manusia kita dapat bersahabat secara dekat dan akrab, mengapa kita tidak membangun relasi persahabatan yang intim dan mesra dengan Allah Roh Kudus? Padahal, seturut kesaksian Rasul Paulus dan beberapa orang kudus, Roh Kudus tinggal di dalam tubuh kita. Dia tinggal di dalam jiwa kita.
Entah kita sadar atau pun tidak, Roh Kudus selalu menemani kita. Dia senantiasa berada bersama dengan kita, kapan pun, di mana pun dan dalam keadaan apa pun. Kebersamaan Roh Kudus dengan kita dapat diibaratkan dengan nafas hidup kita. Aktivitas bernapas ini banyak kali tidak disadari (terlebih saat tidur), namun dia memberi daya yang menghidupkan, menggairahkan. Demikianpun halnya dengan Roh Kudus. Dia selalu hadir dalam segala aktivitas kita.
Maka dari itu, pertanyaan retoris tadi mengajak kita untuk mencari tahu lebih banyak lagi tentang Roh Kudus. Dengan semakin banyak mengetahui-Nya, kita akan semakin pula mencintai Roh Kudus, yang dengan sendirinya menggerakkan kita untuk menjalin persahabat yang lebih akrab lagi dengan Roh Kudus.
Pengenalan yang baik tentang Roh Kudus menemukan maknanya yang mendalam dalam kesaksian Pastor dari Ars sebagai berikut: “Mereka yang mencintai Roh Kudus mengalami segala macam kegembiraan di dalam dirinya. Roh Kudus membimbing kita seperti seorang ibu membimbing anaknya yang kecil. Mereka yang mencintai Roh Kudus menemukan doa yang begitu menyenangkan sehingga mereka tidak dapat mempunyai waktu cukup untuk berdoa.”
Persahabatan dengan Roh Kudus mengandaikan adanya keterbukaan di dalam diri untuk menerima-Nya. Keterbukaan ini memungkinkan Roh Kudus bekerja dengan cara-Nya yang tak kelihatan, namun berdaya menggerakkan, menyemangati, mengubah, dan menghidupkan. Dalam rumusan yang sederhana, Roh Kudus akan menuntun dan membimbing kita di jalan yang benar. Kita tidak akan pernah tersesat bila bersama dengan Roh Kudus. (Bdk. Yoh. 16:13).
Doa: Sarana Berelasi dengan Allah Roh Kudus
Bila dicermati, secara saksama, peristiwa pentekosta, terdapat satu aktivitas yang dilakukan oleh para murid bersama Bunda Maria sebelum Roh Kudus turun atas mereka yaitu berdoa. Para rasul dan bunda Maria berdoa secara bersama-sama menanti turunnya Roh Kudus. Aktivitas berdoa bersama itulah, dalam tradisi Gereja Katolik di kemudian hari, disebut novena pentekosta, yang dijalankan oleh Gereja hingga saat ini. Novena ini dimulai satu hari setelah hari kenaikan Tuhan Yesus ke surga yaitu hari jumat.
Berdoa adalah suatu aktivitas yang dijalankan dengan tekun oleh para Rasul dan Bunda Maria. Berdoa merupakan sarana yang dipakai para rasul bersama Bunda Maria untuk memohon Roh Kudus kepada Allah. Permohonan itu berlandaskan pada janji Yesus sendiri kepada mereka sebelum Ia naik ke surga.
Dengan demikian doa menjadi instrument (sarana) yang membantu para rasul agar dapat membuka diri dengan lapang bagi karya Roh Kudus di dalam diri mereka masing-masing.
Dengan ini hendak mengatakan bahwa Roh Kudus tidak serta merta turun begitu saja dalam diri setiap orang. Kita mesti berusaha dengan tekun agar Roh Kudus dapat datang dan berdiam dalam diri kita. Usaha yang paling ampuh dan mujarab adalah doa yang lahir dari ketulusan.
Bagi orang beriman, doa menjadi satu-satunya jalan untuk membangun relasi yang intim dengan Allah Roh Kudus.
Dalam rumusan yang radikal, belum ada sarana lain yang dapat menggantikan doa sebagai satu-satunya sarana untuk mempererat jalinan persahabatan yang lebih akrab dengan Allah Roh Kudus.
Doa akan menolong kita sekaligus memampukan kita untuk dapat mengenal karya Roh Kudus di dalam diri kita masing-masing. Roh Kudus bekerja di dalam diri kita dengan cara yang tidak kelihatan. Sebab Roh Kudus itu seperti angin sebagaimana yang dikatakan sendiri oleh Yesus. Angin bertiup ke mana ia mau. Demikianpun halnya dengan Roh Kudus, Dia bergerak ke tempat di mana dikehendaki-Nya. (Bdk. Yoh. 3:8) Akan tetapi Roh Kudus hanya dapat datang dan tinggal di dalam diri orang-orang yang tulus hati dan yang berkenan di hadapan Allah. Di hati orang-orang seperti itu Roh Kudus akan berdiam dan berkarya.
Buah-buah Roh Kudus
Kesaksian para murid Yesus, Rasul Paulus dan beberapa orang kudus di atas telah memberikan sedikit gambaran tentang karya Roh Kudus di dalam dirinya. Para murid, yang berada dalam suasana ketakutan karena ditinggal pergi oleh Yesus, memiliki keberanian setelah Roh Kudus turun atas mereka. Mereka memperoleh semangat baru, kekuatan baru. Mereka sungguh menjadi manusia baru, hidup mereka dibaharui. Peristiwa yang sangat impresif adalah mereka dapat berbicara dalam berbagai bahasa (Lihat Kis. 2:1-13).
Mukjizat Pentekosta dengan amat terang benderang menunjukkan karya Roh Kudus yang luar biasa. Peristiwa Pentekosta membuat heran dan takjub banyak orang pada waktu itu. Mereka yang menyaksikan peristiwa itu dibuat tercengang. Keheranan itu membangkitkan kekaguman yang pada gilirannya mendatangkan kegembiraan di dalam diri orang-orang yang menyaksikannya. Dampak lebih jauh dari peristiwa itu adalah orang banyak menjadi percaya dan dibaptis.
Dengan ini menjadi jelas bahwa karya Roh Kudus memiliki daya mengubah, menggerakkan, meneguhkan, membaharui, dan menghidupkan. Roh Kudus memberikan kegembiraan, semangat, kekuatan, dan kehidupan baru. Rasul Paulus membahasakan hasil karya Roh Kudus sebagai berikut: “Buah-buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” (Gal. 5:22-23) Gereja, kemudian, merangkumnya dalam tujuh karunia Roh Kudus yaitu kebijaksanaan, pengertian, nasihat, ketabahan, pengetahuan, kesalehan, dan takut akan Tuhan.
Konsekuensi Mengabaikan Roh Kudus
Bila memperhatikan kondisi kekacauan dunia abad ini yang masih ditandai dengan peperangan antar negara, kejahatan dalam beragam rupa yang terus meningkat, merajalela, dan vulgar, harkat dan martabat manusia tidak lagi mendapat penghormatan yang selayaknya, perdagangan orang, korupsi yang kian menggurita, relasi sosial antar sesama manusia terganggu terutama saat Pilpres, Pileg, Pilkada, dan Pilkades, sesungguhnya, adalah pengabaian terhadap peran Allah Roh Kudus.
Sebab dalam arti yang lebih dalam dan luas, peran Allah Roh Kudus dapat dirasakan dan didengar di dalam batin (suara hati). Roh Kudus membisikan ajaran dan nilai-nilai kebaikan di dalam batin. Dia tampil sebagai Penolong, Pembimbing dan Penuntun. Suara-Nya akan terus menggema di dalam batin hanya dan hanya jika Dia diberi tempat yang pantas di dalam hati.
Di dalam hati yang didiami Roh Kudus, subjek (pelaku) akan merasa bersalah bila berperilaku menyimpang. Roh Kudus kudus membangkitkan rasa sesal dalam diri dan mengarahkan subjek pada sikap tobat. Dalam formula yang sederhana, Roh Kudus membuat insaf si pelaku. Bahkan lebih dari itu, Roh Kudus akan mencegah pelaku melakukan kejatahan.
Penutup
Penjelasan singkat di atas telah memberikan, paling kurang, sedikit pengenalan tentang Roh Kudus. Dengan ini akan membantu kita untuk semakin dekat dengan Roh Kudus dan menjadikan Dia sebagai Sahabat kita yang paling agung, Sahabat sejati. Sebab hanya seorang sahabat yang mengenal kita dengan amat baik. Dia juga dapat merasakan apa yang kita rasakan. Oleh karena Roh Kudus adalah Sahabat kita, maka Dia dapat memberikan kedamaian, kebahagiaan, ketenangan, dan kegembiraan. Dia membimbing dan menuntun kita kepada kebenaran.
Roh Kudus adalah Sahabat yang paling dekat dan selalu berada bersama dengan kita. Roh Kudus tinggal di dalam jiwa kita. Dia akan menuntun kita di jalan yang benar. Roh Kudus membisikkan kepada kita ajaran-ajaran dan nilai-nilai kebaikan. Roh Kudus mencurahkan ke dalam jiwa kita, karunia dan rahmat yang paling berharga. Roh Kudus membuat jiwa kita begitu indah dan menarik karena dari jiwa kita mengalir kebaikan-kebaikan yang merupakan buah-buah Roh Kudus.
Lebih dari itu, bila kita sungguh-sungguh berdoa kepada Roh Kudus, maka Dia akan mengusir rasa takut yang ada di dalam diri kita. Kita juga akan mengalami kedamaian, kegembiraan dan penghiburan walaupun kita mengalami tantangan dan kesulitan di dalam ziarah hidup kita di dunia ini. Roh Kudus memampukan kita sanggup menanggung semuanya itu.
Roh Kudus menggerakkan kita, menyemangati kita, dan mengubah kita serta memberi hidup bagi kita. Walaupun Roh Kudus berkarya dengan cara yang tidak kasat mata, namun Dia dapat dirasakan. Ibarat Angin yang bertiup ke mana ia suka, demikianlah halnya dengan Roh Kudus. Kita hanya dapat mengetahuinya lewat hembusan-Nya, yang kadang tak dirasakan karena tiupan-Nya yang sangat lembut.
Selamat merayakan Pentekosta bagi umat kristiani.
Penulis adalah alumnus STFK Ledalero, tinggal di Labuan Bajo
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.