Pilpres 2024

Ray Rangkuti Kritisi Prabowo: Tak Logis Luasnya Indonesia Jadi Alasan Tambah Kementerian

Pengamat Politik, Ray Rangkuti mengkritisi Prabowo Subianto yang punya rencana menambah Kementerian hanya karena alasan luasnya Indonesia.

Penulis: Frans Krowin | Editor: Frans Krowin
ISTIMEWA/POS-KUPANG.COM
TIDAK LOGIS – Sangat tidak logis, kalau luasnya wilayah Indonesia jadi alasan bagi Prabowo – Gibran menambah jumlah Kementerian. 

POS-KUPANG.COM – Pengamat Politik, Ray Rangkuti mengkritisi calon presiden terpilih, Prabowo Subianto yang punya rencana menambah Kementerian hanya karena alasan luasnya negara Indonesia.

Pertimbangan itu, kata Ray Rangkuti, sangat tak beralasan. Karena selama di masa Presiden Jokowi, jumlah Kementerian yang ada saja mampu menangani pelbagai hal demi memajukan Indonesia.

Menurut Ray Rangkuti, jika besarnya negara Indonesia dan banyaknya tantangan yang dihadapi menjadi alasan ditambahnya jumlah Kementerian, maka hal itu sesungguhnya terlalu dipaksakan.

“Alasan semacam itu, sangat patut ditolak karena tidak logis,” ujar Ray Rangkuti yang merupakan akademisi dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis 9 Mei 2024.

Selama ini, lanjut Ahmad Fauzi, atau biasa disapa Ray Rangkuti ini, tantangan yang dihadapi Indonesia cukup berat. Namun Presiden Jokowi tak menambah jumlah Kementerian.

“Justru menambah jumlah anggota kabinet, hal itu hanya akan membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Ini yang sangat dikhawatirkan,” ujarnya.

“Akan sangat mengkhawatirkan jika karena alasan tantangan berat, maka jumlah ditambah. Besok lusa, alasan yang sama bisa dipakai untuk tujuan menambah jumlah kabinet maka sulit membayangkan kapan solusi seperti akan berakhir,” jelasnya.

Ray berkata, alasan karena negara Indonesia besar dengan jumlah penduduk yang sangat banyak, juga tidak dapat dibenarkan.

Saat era Jokowi dua periode, jumlah penduduk Indonesia juga besar, tapi tak pernah ada solusi akan menambah jumlah kursi kabinet.

“Alih-alih menambah, Jokowi malah menjanjikan akan membentuk kabinet yang ramping. Meski akhirnya, janji ini tak pernah ditepati oleh Jokowi,” ucapnya.

“Dari semua negara dengan jumlah penduduk di atas 300 juta jiwa, hanya India yang membentuk kabinet di atas 30 kursi (50 kursi). China, Amerika dan Jepang malah di bawah 30 kursi,” lanjutnya.

Tidak terkecuali, ucap dia, seperti Brazil yang memiliki tingkat populasi cukup banyak dan negara dengan kategori ekonomi berkembang.

Di kalangan negara Asean, hanya Indonesia yang menentukan jumlah kursi mencapai 34 kementerian.

“Bertentangan dengan prinsip efesiensi dan efektivitas. Jika bertambah mencapai 40 kursi maka kabinet bukan saja membengkak, tapi juga turunannya,” tutur Ray.

Sebagai contoh adanya kursi Wakil Menyeri, Staf Menteri, pengamanan, akomodasi, transportasi dan sebagainya.

Jika berhitung secara kasar saja maka akan 40 Menteri ditambah 20 Wakil Menteri, lalu 40 staf menteri serta 20 staf Wakil Menteri.

Baca juga: Bu Mega Beri Sinyal Usung Anies Baswedan di Pilkada DKI Jakarta

Baca juga: Prabowo Sudah Kantongi Nama Calon Gubernur DKI Jakarta, Begini Kata Sufmi Dasco Ahmad

“Beserta dengan itu, harus ada kantor dan staf penunjang lainnya. Tak terbayang berapa banyak uang negara yang habis untuk hal ini,” ketus Ray.

Selain itu, Ray memandang rencana ini tak sesuai dengan desain perumahan dan perkantoran baru di IKN.

Sebab, sejauh ini, desain kantor pemerintah di IKN disesuaikan dengan UU Kementerian yang berjumlah 34 orang.

“Dan dengan sendirinya, kantor yang disediakan juga dengan sejumlah itu maka jika ada penambahan kementerian baru, desain tambahan harus dibuat. Termasuk rencana pembiayaannya,” imbuh Ray. (*)

Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved