Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Koordinator MAKI, Boyamin Saiman: Harvey Moeis dan Helena Lim Hanya Kaki Tangan

Belakangan kasus dugaan korupsi tata niaga timah wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022 ramai jadi pembicaraan di masyarakat.

Editor: Alfons Nedabang
wartakota.com
Boyamin Saiman 

POS-KUPANG.COM - Belakangan kasus dugaan korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022 ramai jadi pembicaraan di masyarakat. Bagaimana tidak, kasus itu disebut berpotensi merugikan negara sebesar Rp271 triliun.

Kejaksaan Agung (Kejagung) pun telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka. Yang teranyar dan menjadi viral adalah terkait penetapan tersangka crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim selaku Manajer PT QSE dan Harvey Moeis--suami selebriti Sandra Dewi--selaku perpanjangan tangan PT RBT.

Namun menurut Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, baik Helena Lim maupun Harvey Moeis bukanlah aktor utama dalam kasus megakorupsi ini. "Mereka hanya 'kaki tangan'," kata Boyamin dalam Wawancara Eksklusif dengan Tribunnews.com pada Rabu (3/4).

Lalu siapa sebenarnya aktor utama dalam kasus korupsi ratusan triliun ini? Berikut wawancara lengkap dengan Boyamin Saiman.

Apa yang Anda ketahui soal kasus super mega korupsi ini?

Sebenarnya perkara ini sudah pernah ditangani Bareskrim Polri, di Direktorat Tindak Pidana Korupsi. Waktu itu saya agak sedikit mencari informasi, kira-kira apa yang ditangani itu, dan nampaknya bagaimana proses berikutnya kemudian ini ditangani Kejaksaan Agung, saya tidak bisa menjelaskan proses itu.

Tapi saya juga memantau proses-proses di Kejagung. Dan ketika sudah mentersangkakan Helena Lim dan Harvey Moeis, justru saya memantau bahwa Kejagung serius ini, on the track, karena dulu kalau di Bareskrim ya memang sebenarnya sudah serius, tapi kemudian ada sesuatu lah saya tidak bisa menjelaskan.

Nah kemudian Helena Lim dan Harvey Moeis versi saya mereka hanya kaki-kaki, belum kepalanya belum badannya, maka kemudian simpanan saya, tabungan saya kemudian saya buka, yaitu adanya peran RBS. Kalau RBS versi saya itu kepalanya, bahkan badannya.

Kenapa? Beberapa catatan misalnya, proses-proses ini kan dimulai 2015, sekitar tiga tahun mulai menghasilkan uang, 2018 itu HM ini dapat duit 1,6 M, tapi yang RBS itu hampir mendekati 30. Nah artinya itu kalau dihitung persentase, Harvey Moeis itu hanya dapat 5 persen, sementara RBS itu 95 % .

Nah dari sisi itu lah kemudian saya ngomong RBS ini layak dimintai keterangan, kalau bukti cukup ya dijadikan tersangka. Karena apa? Versi saya yang pertama, kemudian saya somasi Kejaksaan Agung.

Diduga yang bersangkutan yang menginisiasi pendirian perusahaan-perusahaan. Sebelum mendirikan perusahaan berarti ada inisiasi, wah ini ada bisnis yang bisa masuk, nih.

Maka kemudian mendirikan perusahaan-perusahaan. Setelah perusahaan-perusahaan berjalan, ya, kemudian diduga mengambil timah dan kemudian diolah kemudian disetorkan kepada PT Timah. Padahal itu juga kan sebenarnya diduga barangnya milik PT Timah.

Saya jadikan dua klaster dulu. Klaster pertama, dugaan tambang ilegal. Artinya mengambil tambangnya PT Timah, kemudian seakan-akan dibawa keluar, diolah kemudian dijual ke PT Timah, padahal itu barangnya PT Timah kan, "mencuri barangnya sendiri" lah, bersekongkol dengan oknum di PT Timah, mestinya kan gitu.

Atau setidaknya pura-pura dibiarkan atau pura-pura tidak tahu atau betul-betul tidak tahu kalau barangnya diambil. Itu kan istilahnya ironi gitu. Nah, itu yang klaster pertama dari sisi tambang ilegal.

Klaster kedua adalah dari dugaan markup pembengkakan biaya smelter. PT Timah ini diduga kerja sama kontrak dengan PT A, kira-kira 3.000 lah per ton atau berapa lah, terus kemudian PT A melakukan kontrak lagi dengan PT B. Nah, ternyata PT B ini lah yang punya mesin, punya alat, punya tenaga, punya keahlian, punya modal untuk melakukan smelter. Nah, dari situ ternyata kemudian PT A tadi membayarnya maksimal 1.500, antara 1.200-1.500.

Nah, di sini kan ada selisih kira-kira 1.500 lagi. Nah, dengan dugaan begitu kan kalau turun begitu, berarti kan sebenarnya mestinya PT Timah hanya membayar 1.500, kenapa membayar 3.000. Dan mestinya dia melakukan kontrak kerja sama dengan PT B bukan dengan PT A. Sehingga PT A ini kan sebenarnya fungsinya hanya makelar aja, makelar kok dapat upahnya paling gede. Nah, ini dugaan markup dari smelter.

Jadi dua itu, klaster pertama dugaan illegal mining, tambang ilegal. Yang kedua adalah dugaan pembengkakan biaya smelter atau penjernihan dari timah. Jadi penjernihan dari timah itu gambaran yang pernah saya dapat itu kerugian diangka 950 miliar sampai 1 triliun. Nah, kalau dari tambang ilegal itu 2015 sampai tahun kemarin misalnya, kira-kira 10 sampai 20 triliun, itu gambaran kasar saya.

Tapi mudah-mudahan Kejagung nanti bisa menemukan yang lebih besar lagi kalau kerugian riilnya dari tambang ilegal yang harusnya itu PT Timah adalah miliknya. Kalau orang lain ada yang nambang, ada yang smelter, itu dikasih upah. Dan sehingga kemudian juga negara tidak rugi karena nanti jaminan reklamasi kan jadi tanggung jawab PT Timah.

Tapi kalau ada orang mencuri begini kan kalau urusan kewajiban negara kan saling lepas tangan. Bekas tambang dibiarkan berlubang-lubang, tanaman yang tergusur enggak ada yang mengganti, sungai yang hancur juga enggak ada yang ganti. Jadi itu yang kemudian nanti klaster ketiga itu yang kerugian lingkungan hidupnya.

Jadi ini lah yang kemudian, pada posisi ini menjadi punya gambaran nilai kerugiannya. Itu tadi lah istilahnya proses yang ditangani oleh Kejaksaan Agung demikian. Dan klaster yang keempat adalah aliran uang.

Tadi saya sudah saya contohkan, ada yang menerima 1,6 sekarang menjadi tersangka, ada orang yang punya money changer dan diminta untuk juga menyalurkan uang dengan CSR, Helena Lim itu jadi tersangka. Dan kemudian lebih besar lagi, ini kepala dan badannya itu.

Nanti apakah itu uangnya cukup ditaruh di perusahaan-perusahaan, karena dari catatan saya perusahaan-perusahaan big boss-nya itu tadi saya hitung lebih dari 50, bahkan di atas 70 perusahaan.

Ya bisa jadi hanya komisaris, hanya jadi direktur atau jadi pemegang saham, atau tiga-tiganya, atau orang lain yang terafiliasi dengan dia. Jadi itu rangkaian yang saya coba membahasakan jadi bahasa awam, sehingga masyarakat bisa mencernanya dengan logika sederhana.

Kebetulan inisial yang anda sampaikan RBS itu sudah dua kali (diperiksa), hari ini juga diperiksa Kejaksaan Agung. Memang yang terilis namanya adalah Robert Bonosusatya. Apakah itu identik dengan inisial yang Anda maksud?

Kalau saksi yang dipanggil kemarin dan hari ini kan itu namanya Robert Priantono Bonosusatya. Nah Bonosusatyanya itu tidak spasi. Jadi kalau apakah dengan RBS saya itu sama atau tidak, itu saya tidak pada posisi mengkonfirmasinya.

Bisa iya, bisa bukan. Kalau RBS saya, ya, hanya RBS, tidak bisa dijelaskan, tidak bisa dimaknai. Tapi kita serahkan sepenuhnya kepada Kejaksaan Agung, apakah sama atau bukan. Nanti kan biar diungkap oleh Kejaksaan Agung.

Kalau ditanya apakah RBS itu Robert Bonosusatya, saya selalu mengatakan RBS saya ya, hanya RBS, bisa ya bisa bukan. Lebih enak gitu, jadi asas praduga tidak bersalah kan tetap juga harus kita pakai

Apakah RBS yang Anda maksud ini punya koneksi kuat dengan para petinggi Polri, termasuk Kepala BIN?

Boyamin: Ha ha ha..., mohon maaf kalau koneksi saya tidak akan menjelaskan. Saya hanya mencoba menyampaikan pada masyarakat perannya bahwa dia yang menginisiasi punya bisnis itu, mendirikan perusahaan-perusahaan untuk kemudian dua hal tadi, klaster smelter dan klaster dugaan tambang ilegal. Kemudian mengumpulkan uangnya, kemudian membagi-bagikannya.

Membagikannya kepada siapa? Saya punya catatan, tapi ya saya tidak bisa buka. Dan Kemudian beberapa juga dari awalnya itu duit dari mana, itu konon katanya dari judi, jadi raja judi atau apa lah.

Itu kemudian ditanam ke timah kemudian ditanam ke batu bara, PT-nya saya punya catatan, tapi juga tidak bisa saya sampaikan. Dan apakah yang bersangkutan dekat dengan petinggi penegak hukum atau petinggi pejabat publik, saya tidak relevan untuk menjawabnya.

Karena biarlah nanti penegakan hukum yang menjalankan. Karena nanti kalau saya ke sana juga, terseret-terseret ini menjadi politis, menjadi persaingan kepentingan, bisnis.

Dan konon katanya ini ada yang mau masuk bisnis timah, dan orangnya bisa jadi terkait dengan pemenang pilpres, dan juga ada orang penegak hukum yang ingin promosi, jadi gabung dan menjadi cepat.

Nah, itu kan semua informasi yang sekadar untuk saya ketahui, tapi saya tidak perlu dan tidak akan mengkonfirmasi itu, mendalami itu, dan kemudian saya sampaikan ke publik. Kita fokus penegakan hukumnya dan prosesnya seperti apa.

Apakah Anda mengetahui bahwa RBS ini juga pernah terkait-terkait dengan kasusnya Ferdy Sambo?

Ha ha ha, konon katanya ada pemberitaan seperti itu. Saya juga mohon maaf tidak bisa mengkonfirmasi iya atau tidak. Saya fokus aja. Jadi itu, kalau nanti tidak fokus malah tidak terbongkar dugaan korupsinya atau dugaan penyimpangannya. Itu yang kira-kira saya ingin jadi detektif partikelir yang sangat spesialis, kan gitu kira-kira.

Lalu sebenarnya hubungan antara RBS dengan suaminya Sandra Dewi ini dan Helena Lim, apakah mereka ini terjalin dalam suatu perusahaan atau perjanjian kerja, atau apa yang Anda ketahui?

Dari perusahaan tambang di Kalimantan itu ada entitas tambang batu bara yang di lapangan itu ada perusahaan A, itu yang menjalankan operasional. Perusahaan A itu dimiliki sahamnya oleh PT B. Nah, salah satu pemegang saham atau komisaris utama itu adalah HM.

Kemudian turun lagi atau ke kanan dan ke kiri, ada yang 4 % , 5 % , ada turun lagi 80 % , dan kemudian turun lagi PT B, PT C, PT D, PT F gitu, PT G bahkan, begitu sampai level tertentu dugaannya RBS itu menjadi pemegang saham penuh di 60 % saham, sama anak dan istrinya.

Jadi enggak ada pemegang saham yang lain. Jadi dia saya istilahkan official benefits atau pemilik keuntungan sesungguhnya. Nah, itu yang kalau di perusahaan tambang di Kalimantan. Nah, apakah di perusahaan timah itu juga begitu? Kira-kira dugaannya seperti itu.

Setidaknya ada tadi saya katakan, ada aliran uang. Kemudian pada titik akhir kemudian perusahaan ternyata, perusahaan-perusahaan yang diduga melakukan penambangan baik yang legal maupun ilegal terkait smelter, itu saya katakan tadi 50-70 perusahaan itu yang di mana yang bersangkutan, RBS itu kalau tidak pemegang saham ya komisaris, ya kalau tidak komisaris ya direktur.

Jadi dari tentakel itu saya melihatnya HM, Harvey Moeis itu, hanya kaki tangan. Lah kalau Helena Lim itu dugaannya punya money changer di Jakarta Utara, mungkin juga dipakai untuk menukar uang tapi juga kemudian sekaligus diduga juga menyalurkan CSR yang diduga manipulasi, sehingga itu menjadikan HL tersangka.

Kalau begitu apakah RBS ini orang tertinggi atau di atasnya masih ada lagi?

Kalau versi saya sudah tertinggi, kan kepala. Kalau HM sama HL itu kaki tangan, kalau sudah kepala atau badannya, ya udah tertinggi. Kemudian dia juga ngajak beberapa temannya lah, yang terkait untuk ikut memiliki saham supaya berbagi resiko, ya itu ada.

Makanya tadi saya katakan bentuk piramidanya ada yang ke kanan ke kiri 4 % 6 % , ada yang 10 % . Atau saham itu kan ada seri a, seri b, seri c. Seri a, seri b misalnya, dikuasai dia. Seri c yang agak kecil kemudian dibagi-bagi. Jadi ya kalau dirumuskan banyak bagannya atau skemanya, ya kelihatan.

Saya sebenarnya sudah membuat bagan yang perusahaan di Kalimantan maupun perusahaan di Bangka Belitung, ada rangkaian itu. Makanya saya kenapa minggu kemarin memberikan somasi terbuka kepada Kejagung, karena saya punya modal, punya tabungan, sehingga berani melakukan somasi terbuka.

Kalau Anda Kejaksaan Agung ini lemot atau tidak tuntas atau mengkrak, tunggu aja satu bulan, kemudian saya gugat praperadilan.

Apakah data sketsa itu Anda pakai sendiri atau anda notifikasikan juga kepada penyidik Kejaksaan Agung?

Ada sebagian, ada yang juga tidak. Karena tanpa harus saya kasih mereka (penyidik Kejaksaan Agung, red) pasti juga bisa dapat yang lebih banyak. Masa saya detektif partikelir aja punya, masa mereka dengan kewenangannya enggak punya. Tapi itu saya simpan. Nanti kalau itu tidak ter-note, ya, saya bukan di pengadilan, ketika gugatan praperadilan.

Jadi menurut Anda, jika data Anda tidak disampaikan kepada penyidik, mestinya penyidik juga punya, karena mereka memiliki kewenangan melebihi Anda, gitu kan?

Iya, seperti aliran uang misalnya tadi saya katakan 1,6 dan 30 miliar. Saya yakin itu penyidik akan lebih banyak yang didapatkan karena ada data saya angka 2 triliun yang itu belum bisa diidentifikasi ini mengalir ke mana karena saya mentok misalnya kan, enggak bisa melacak ke banknya misalnya begitu. Jadi mestinya mereka lebih canggih karena punya kewenangan.

Kemarin saya dengar mereka sudah melakukan blokir beberapa rekening, misalnya punyanya HM, mungkin juga istrinya HM, mungkin juga RBS yang perusahaannya juga sudah mulai diblokir, ya kita tunggu. Mungkin besok bisa jadi ada kejutan sebelum menjelang lebaran, nanti habis lebaran ada kejutan-kejutan yang lain.

Nampaknya kejaksaan Agung momentum empat tahun ini kan seperti pengen anu, apa, menunjukkan jati dirinya bahwa mereka bisa hebat di pemberantasan korupsi. Di sisi lain KPK seperti jadi penonton sekarang ini, seperti kambing congek, ha ha ha...

Jadi kebalik ya, dulu Kejaksaan Agung yang jadi penonton, sekarang KPK yang jadi penonton.

Dan bahkan juga dibersihkan oleh Polda Metro Jaya, urusan dugaan pemerasan Pak Firli. Kemarin ada isu pungli rutan, ada juga isu pemerasan oleh oknum jaksa katanya. Jadi babak belur kan KPK. Nah, kejaksaan sedang on fire, ya kita kawal. Kalau nanti lemot ya kita gugat, kan gitu itu aja.

Yang beredar di masyarakat, kerugian atau potensi kerugian negara dan potensi kerugian perekonomian negara itu disebut 271 triliun. Menurut Anda masuk akal enggak estimasi itu?

Ya masuk akal. Karena ini kan semua dihitung, misalnya hutan yang terbabat-terbabat, kemudian kan habis penambangan ada lubang, cekungan, kalau mengembalikan ke sediakala, menimbun tanah habis berapa, kemudian mengasih pupuk berapa menjadi seperti sediakala, misalnya seperti itu. Terus ada sungai yang rusak, ada ikan yang rusak juga, pencemaran lingkungan dan kemudian fungsi ekonomi orang lain tidak bisa bertani lagi, ya semuanya kan ada hitungannya, itu oleh ahlinya dari dosen IPB untuk menghitung semua itu.

Jadi masuk akal aja. Kan kemarin ada item-item-nya berapa berapa triliun sehingga dijumlahkan menjadi 271 triliun. Jadi, sebenarnya ini anggaran negara kalau memulihkan keadaan seperti sediakala, kira-kira gitu, loh.

Jadi bukan kemudian apakah benar-benar senilai itu nantinya, ya tergantung. Tapi kalau negara mau memulihkan keadaan seperti sediakala kira-kira dihabiskan biaya sampai sebesar itu. Mengembalikan Pulau Bangka dan Pulau Belitung menjadi seperti dulu sebelum ada bukaan penambangan liar atau yang penambangan legal tapi ilegal. Ini gambarannya. Tapi kesannya jadi bombastis kerugiannya jadi 271 triliun.

Jadi apakah kerugiannya nanti sebesar itu? Kemarin misalnya dalam kasus kebun sawitnya Surya Darmadi, kan dari hitungan 78 triliun kan juga tidak diakui oleh pengadilan, yang diakui hanya 2 triliun misalnya, karena itu kan menyangkut hutan segala macam yang hilang atau menghutankan kembali berapa.

Tapi proses kerugian perekonomian negara ini kan memang masih belum diterima secara umum oleh penegak hukum kita, jadi meskipun undang-undang memang merugikan kerugian negara. (tribun network/ham/dod)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved