Uskup Agung Kupang yang Baru
Selamat Datang Mgr. Hironimus Pakaenoni
Mgr. Hironimus Pakaenoni telah dipilih oleh Paus Fransiskus di Vatikan menjadi uskup agung Kupang yang baru menggantikan Mgr. Petrus Turang.
Begitulah benih-benih panggilan itu terus bertumbuh hingga saya memutuskan untuk masuk Seminari Menengah Lalian hingga ke Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret, Maumere.
Ziarah pendidikan sebagai calon imam bukannya tanpa kendala. Selalu ada tahapan di mana ada keengganan untuk berlangkah; memutuskan antara berhenti dan bekerja sebagai awam atau terus menapaki perjalanan menuju imamat suci.
Dilema dan tantangan paling berat ketika tiba saatnya untuk memutuskan: atau siap ditahbiskan sebagai diakon dengan segala risiko dan konsekuensinnya; atau berhenti sebagai calon imam.
Momen-momen krusial ini kiranya tidak berakhir pada saat pentahbisan diakon dan imam, melainkan terus mengiringi ziarah hidup imamatku hingga kini.
Ada sekian banyak fatamorgana kehidupan yang menawarkan oase-oase segar di tengah kembaraku melintasi padang gurun gersang yang nyaris membelokkan arah ziarah imamatku.
Dari situ saya semakin sadar dan paham akan dinamika hidup panggilan imamat yang setiap kali menuntutku untuk terus-menerus mengenangkan, menyegarkan dan mengaktualisasikan kembali kerinduan asaliku dalam menggapai horizon keabadian, yakni Dia yang telah mengenal dan memanggilku sejak dalam rahim ibuku (Bdk. Yer 1:5).
Tuntutan untuk terus-menerus mengejawantahkan kerinduan asali serta membaharui persetujuan awalku dalam menanggapi panggilan Tuhan ini pun hanya mungkin terwujud berkat spirit kerendahan hati dan keterbukaan total terhadap rahmat adikodrati, “Ecce ancilla Domini, fiat mihi secundum verbum tuum” (Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu, Luk 1:38).
Inilah dinamika dialog berkaitan dengan Kabar Sukacita; sebuah dialog iman yang tidak meniadakan anugerah kodrati dan rahmat adikodrati yang telah Tuhan tetapkan dalam diri hambaNya ini.
Sebaliknya, ia menggerakkan, menghargai dan menaikkan derajat pikiran, hati, afektivitas, dan kepekaan. Inilah sebuah tanggapan irasional namun sekaligus masuk akal. Inilah juga realisasi kontemplatif dari kehadiran dan pemberian Allah bagi hambaNya ini, yang menolongku untuk menghargai dan menyadari bahwa hidupku ada di dalam misteri Allah.
Bagaimanapun, pengalaman akan misteri ini tidak menuntunku kepada sebuah penarikan diri atau pelarian dari dunia yang sering keras, kurang bersahabat, penuh tantangan, kesulitan, dan cobaan, lalu berkonsentrasi pada pemenuhan kepuasan spiritual-batiniah pribadi belaka, melainkan justru menantangku untuk berpartisipasi dalam karya menghadirkan kerajaan Allah di tengah-tengah dunia.
Inilah sebuah undangan untuk terus-menerus berkontemplasi, mendengarkan Sabda Allah, menghidupiNya dalam tindakan konkret keprihatinan, belas-kasih dan pelayanan terhadap sesama, teristimewa terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan (Bdk. Yoh 2:3)], serta merayakan seluruh misteri hidup melalui sakramen-sakramen yang berpuncak pada Ekaristi Mahakudus.
Saya sadar bahwa kendati dibentuk dari debu tanah, namun Yang Mahakuasa telah memperhatikan kerendahan dan kehinaan hambaNya ini, serta melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku, dan namaNya adalah Kudus.
Karena itu, sembari terus membuka diri terhadap rahmat adikodrati, saya pun terus berjuang dengan segenap keterbatasan insaniku, untuk menjadikan seluruh hidupku sebagai pujian bagi namaNya. Gloria Dei, homo vivens
(STSM – Penfui, Kupang, RD. Hironimus Pakaenoni).
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.