Berita Nasional
Pro Kontra Pembentukan Kementerian Baru
Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo menyampaikan pembentukan kementerian baru bukan hal yang sederhana.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA – Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo menyampaikan pembentukan kementerian baru bukan hal yang sederhana.
Hal itu menanggapi pernyataan Wakil Ketua Dewan Pakar TKN Budiman Sudjatmiko terkait program makan siang dan susu gratis.
“Budiman mengatakan mungkin, artinya bisa dibentuk kementerian baru, bisa juga tidak. Tentu nanti akan diputuskan oleh Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran setelah dilantik,” kata Dradjad kepada Tribun Network, Jumat (23/2/2024).
Pembentukan kementerian baru sebuah keniscayaan sebab ada ketentuan Pasal 4, 5, 6, 13, 15 UU 39/2008 tentang Kementerian Negara yang harus ditaati.
Jika dibentuk kementerian, perlu waktu cukup panjang untuk memprosesnya.
“Kebetulan saya dulu anggota pansus penyusunan UU ini, jadi lumayan hafal isinya,” ucap ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ini.
Terlebih, program makan siang dan susu gratis itu bukan sebuah nomenklatur urusan pemerintahan yang diatur oleh Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 5.
Konsekuensinya, bisa nanti muncul uji materi atau gugatan hukum lain jika UU 39/2008 tidak direvisi.
Tapi jika direvisi, prosesnya sudah makan waktu meski seandainya memakai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
“Belum lagi pasal-pasal lain yang saya sebut di atas, termasuk pembatasan jumlah kementerian sebanyak maksimal 34 sbgmn ditetapkan dalam Pasal 15,” ungkap Dradjad.
Baca juga: Wawancara Eksklusif Dradjad Wibowo: Program Makan Gratis Bukan Gimmick
Menurutnya, pembentukan kementerian baru dimungkinkan hanya prosesnya jauh lebih lama.
Apabil ingin segera menjalankan program ini, yang lebih cepat adalah dimasukkan ke dalam program salah satu Kementerian/Lembaga (K/L) yang ada.
“Jika Kemenko, prosesnya bisa lebih cepat namun perlu pertimbangan matang, kementerian urusan apa saja yg dimasukkan ke dalam kementerian baru,” tukas Ketua Dewan Pakar PAN tersebut.
Dradjad mengingatkan agar pemerintah tidak kebanyakan Kemenko yang nantinya justru kontraproduktif bagi koordinasi.
“Apa-apa yg terlalu banyak atau terlalu sedikit itu biasanya tidak maksimal hasilnya,” imbuhnya.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto menyatakan pogram makan siang dan susu gratis dalam tataran ide dan wacana memang sangat bagus.
Akan tetapi dalam tataran implementasi penuh tantangan yang harus diselesaikan serta membutuhkan kajian panjang.
“Pertama tantangan keuangan, kita tidak memiliki ruang fiskal yang cukup utk membiayai program ini sehingga perlu melakukan realokasi anggaran bansos yang lain, sehingga bisa membuat banyak kegaduhan,” ucap Teguh kepada Tribun Network, Jumat (23/2/2024).
Kemudian aspek teknis produksi dan distribusi makanan ke sekolah-sekolah akan jauh lebih kompleks.
Berbeda dengan Jepang, setiap sekolah memiliki dapur umum sendiri-sendiri sehingga produksi dan distribusi mudah dilaksanakan, biaya distribusi dan produksi bisa jadi lebih mahal dibandingkan ongkos makanannya.
Transformasi bantuan beras miskin (Raskin) menjadi Banguan Pangan Non Tunai (BPNT) salah satu alasannya adalah biaya distribusi lebih mahal.
Baca juga: Bahlil Lahadalia: Gibran Telah Beri Bukti, Pantas Jadi Pendamping Prabowo Subianto
Teguh juga menyoroti masalah aspek kesehatan dari makanan yang diproduksi yang dipikirkan.
Aspek selera makanan yang berbeda-beda antar daerah sehingga isu local context makanan ini pun perlu diperhatikan.
”Bisa jadi anak-anak tidak menyukai makanan yang disajikan yang terjadi adalah food waste,” urainya.
Teguh meyakini apabila tidak ada realokasi anggaran bansos atau subsidi energi ke program makan siang gratis maka salah satu solusinya adalah menambah utang penerbitan obligasi.
Program ini pun secara logis tidak akan banyak memberi multiplier effects karena terjadi crowding out effect dari kegiatan belanja rumah tangga.
Pria yang meraih gelar S3 bidang pembangunan internasional dari Nagoya University ini memandang wacana pembentukan kementerian baru khusus menangani makan siang bukan solusi.
“Menurut saya bukan sebuah solusi yang akan menyelesaikan masalah utama dari isu makan siang gratis. Mungkin perlu belajar dulu dari Jepang atau negara lain yang memiliki program serupa,” papar Teguh.
Overlapping Tupoksi
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai belum ada urgensi pembentukan kemenko khusus yang menangani program utama pemerintahan Prabowo-Gibran itu.
Menurutnya, kehadiran kemenko baru malah akan menimbulkan overlapping tugas pokok fungsi (tupoksi) kementerian/lembaga.
Dia mengatakan sebaiknya kewenangan diberikan kepada Kemendikbud berkolaborasi dengan pemerintah daerah.
Dengan demikian lebih tepar sasaran apabila yang dituju penerima manfaat anak-anak sekolah untuk makan siang gratis.
“Solusi lain akan lebih efektif kerjasama pemerintah badan usaha (KPBU) daripada reshuffle nomenklatur,” urai Trubus kepada Tribun Network, Jumat (23/2/2024).
Baca juga: Ucapan Selamat dari Pemimpin Negara Sahabat untuk Prabowo Subianto
Lagipun program makan siang gratis bukan terobosan baru.
Sudah ada di program pemerintahan daerah sehingga akan lebih efektif Pemerintah Pusat membantu Pemda untuk melaksanakan program ini.
“Serahkan saja ke Pemda uangnya untuk biayai makan gratis. Tidak perlu bentuk kemenko kalau alasannya program ini anggarannya besar, minta Pemda untuk transparan dan akuntabel,” tutur dia.
Trubus menegaskan bahwa program itu akan lebih bermanfaat bagi anak-anak sekolah di daerah.
Aspek yang perlu diperketat pengawasannya ialah alur distribusi yang kemungkinan besar akan disalahgunakan. (tribun network/reynas abdila)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.