Pilpres 2024

Sudirman Said Angkat Bicara: Pemerintah Jangan Abaikan Sorotan dari Kalangan Akademisi

Executive Co-Captain Timnas Anies-Muhaimin, Sudirman Said tak henti-hentinya mengingatkan pemerintah agar tidak mengabaikan sorotan kalangan akademisi

Penulis: Frans Krowin | Editor: Frans Krowin
ISTIMEWA/POS-KUPANG.COM
JANGAN ABAIKAN – Sudirman Said meminta pemerintah untuk tidak mengabaikan semua sorotan, kritikan dari kalangan mahasiswa dan para akademisi yang terus mencuat belakangan ini. Peringatan adalah alarm tanda bahaya untuk menyelamatkan negara dari perilaku antidemokrasi. 

POS-KUPANG.COM – Executive Co-Captain Timnas Anies-Muhaimin, Sudirman Said tak henti-hentinya mengingatkan pemerintah agar tidak sekali-kali mengabaikan sorotan dari civitas akademika. Pemerintah juga diminta untuk tidak mengabaikan suara dari kalangan akademisi.

Jika sorotan dan atau kritikan tersebut diabaikan oleh Presiden Jokowi, maka hal itu bisa saja menimbulkan pelbagai ancaman yang ujung-ujungnya dapat mengancam persatuan dan kesatuan yang telah dipupuk selama ini.

“Suara-suara dari kalangan kampus itu harus dipandang sebagai masukan berharga dalam rangka memperbaiki kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama keberlanjutan sistem demokrasi ke depan,” ujar Sudirmar Said.

Ia mengungkapkan hal tersebut dalam acara Sarasehan Rakyat di GOR Mahkota Graha, Kebumen, Jawa Tengah, Rabu 7 Februari 2024 siang.

Ia juga mengulangi pernyataan tentang rasa keprihatinan yang mendalam dari para akademisi, para guru besar dari berbagai perguruan tinggi di Tanah Air tentang nasib demokrasi Indonesia ke depan.

Menurut dia, semua pandangan itu hendaknya dimaknai sebagai peringatan, sebagai alarm tanda bahaya untuk menyelamatkan negara dari perilaku antidemokrasi.

"Ibarat mobil, peringatan para akademisi dan guru besar itu adalah spion, lampu sein, speedometer, juga rem. Kalau kita andaikan suara para cendekiawan, itu sama dengan mencopoti satu per satu alat kontrol; maka kendaraan yang kita tumpangi bisa mengalami kecelakaan. Bangsa ini tidak ingin celaka. Karena itu jangan copoti perangkat-perangkat peringatan tanda bahaya," kata Sudirman.

Terkait munculnya ancaman kepada sejumlah rektor dan guru besar, Sudirman mengimbau agar penguasa tidak menyumbat aspirasi yang berkembang. Ibarat air, lanjutnya, kalau aspirasi itu disumbat maka mereka akan mencari jalan keluar ke mana-mana.

"Air kalau terus dibendung lama-lama akan merembes atau bocor ke mana-mana. Kalau bendungannya tidak kuat maka akan jebol," terang Sudirman.

Sudirman berharap agar pemerintah menerima masukan, aspirasi, dan keprihatinan para akademisi dan guru besar karena suara mereka murni untuk menyelamatkan bangsa dan negara.

"Suara mereka murni. Semata-mata untuk menyelamatkan bangsa dan negara. Tidak ditunggangi kepentingan-kepentingan politik lain," tandas Sudirman.

Tidak Akan Berpengaruh

Pada bagian lain, terungkap fakta bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI memberikan sanksi etik kepada komisioner Komisi Pemilihan Umum atau KPU RI terkait pendaftaran Gibran Rakabumung Raka jadi cawapres Prabowo Subianto.Meski ada hukuman bagi komisioner KPU RI, namun hal itu dinilai tidak akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres nomor urut 2.

Itu sebabnya koalisi masyarakat sipil mengajak rakyat untuk menghukum pasangan nomor urut 2 itu saat berada di bilik suara.

Berbagai organisasi dan LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menyerukan agar masyarakat yang memberi sanksi langsung ke Prabowo-Gibran.

"Koalisi juga menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memberikan sanksi etik kepada Paslon 02, Prabowo - Gibran dengan melakukan penolakan etik kepada Paslon 02 pada Pemungutan Suara pada 14 Februari mendatang," kata Julius Ibrani, anggota koalisi dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Selasa 6 Februari 2024.

"Pemilih mesti mengekspresikan kedaulatan rakyat dengan tidak memilih paslon yang mengandung pelanggaran etik berat dan berulang," kata dia.

Julius mengatakan, sanksi itu perlu diberikan masyarakat karena bukan kali pertama pendaftaran Gibran disebut melanggar etik penyelenggaraan pemilu.

Pada saat putusan Mahkamah Konstitusi yang melanggengkan batas usia pencalonan, putusan itu juga disebut melanggar etik kategori berat dan menyebabkan Ketua MK yang juga paman Gibran Rakabuming Raka, Anwar Usman harus dicopot dari jabatannya.

"Putusan DKPP juga mempertebal daftar kecurangan Pemilu 2024 yang turut diwarnai cawe-cawe Presiden Jokowi dan problem netralitas instansi negara/pemerintah dan aparatur negara, serta korupsi lewat programmatic politics Bantuan Sosial di berbagai daerah," imbuh Julius seperti dilansir Kompas.com.

Pernyataan ini Julius sampaikan bersama berbagai organisasi dan LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis.

Koalisi masyarakat sipil itu terdiri dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Imparsial, KontraS, YLBHI, Amnesty Internasional Indonesia, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute.

Selain itu, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub dan  DIAN/Interfidei.

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh dan Flower Aceh.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi.

Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh.

Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI, Yayasan Cahaya Guru (YCG), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), LBHM.

Langgar Etik Berat

DKPP memutuskan bahwa semua komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melanggar etik dalam pencalonan Gibran, dalam putusan yang dibacakan pada Senin 5 Februari 2024.

Para komisioner KPU dianggap melanggar etik karena memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023. Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mendapatkan sanksi paling berat.

Baca juga: Anies Kaget Gaji ASN Naik Jelang Pemilu: Kalau Saya ASN, Pasti Saya Tanya, Kenapa Baru Sekarang?

Baca juga: Kabar Terbaru, Elektabilitas Prabowo-Gibran Tembus 50 Persen, Berpeluang Menang Sekali Putaran

Baca juga: Ahok Lepas Tudingan Menohok: Prabowo Subianto Capres Emosional dan Sedang Tidak Sehat

"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta.

Selain itu, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada enam Komisioner KPU, yakni August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holik. (*)

Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved