BPS Mencatat Impor Beras Sepanjang Tahun 2023 Naik Enam Kali Lipat

Angka ini naik lebih dari enam kali lipat, bila dibandingkan dengan total impor di sepanjang tahun 2022 yang sebesar 429,21 ribu ton.

Editor: Dion DB Putra
TRIBUNNEWS
Ilustrasi beras Bulog. Badan Pusat Statistik mencatat, ada kenaikan fantastis impor beras sepanjang tahun 2023 yaitu naik enam kali lipat. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ada kenaikan fantastis impor beras pada sepanjang tahun 2023.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menyebut, sepanjang Januari 2023 hingga Desember 2023, Indonesia telah mengimpor beras sebanyak 3,06 juta ton.

Angka ini naik lebih dari enam kali lipat, bila dibandingkan dengan total impor di sepanjang tahun 2022 yang sebesar 429,21 ribu ton.

“Impor beras pada tahun 2023 ini naik sebesar 613,61 persen  bila dibandingkan dengan sepanjang tahun 2022,” terang Pudji dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin (15/1/2024).

Selain meningkat drastis bila dibandingkan tahun 2022, rupanya impor beras pada tahun 2023 ini juga merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Adapun pada tahun 2019, impor beras hanya tercatat sebesar 444,51 ribu ton. Kemudian pada tahun 2020 sebanyak 356,29 ribu ton, dan pada tahun 2021 sebanyak 407,74 ribu ton.

Lebih lanjut, bila menilik negara asal, impor beras paling banyak berasal dari Thailand, dengan volume sebesar 1,38 juta ton, atau mencakup 45,12 persen dari total impor beras.

Kemudian disusul dari negara Vietnam, sebanyak 1,14 juta ton, atau mencakup 37,47 persen dari total impor beras. Lalu Pakistan, sebanyak 309 ribu ton atau 10,10 persen dari total, juga Myanmar sebanyak 141 ribu ton atau 4,61 persen dari total impor beras.

Sementara itu, sebelumnya Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi mengungkapkan impor beras tahun 2024 ini diprediksi bisa lebih 2 juta ton.

"Sudah di bicarakan kemungkinan lebih dari 2 juta ton (impor beras)," kata Bayu dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (12/1/2024).

Meski begitu, Bayu menegaskan bahwa penugasan tambahan itu belum diputuskan. Penugasan impor resmi yang didapatkannya saat ini baru 2 juta ton dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk realisasi tahun 2024.

Penugasan impor ini, ditegaskan oleh Bayu, dilakukan untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP). Tujuannya untuk melakukan intervensi harga jika sewaktu-waktu harga beras sedang tinggi.

Khusus untuk penugasan 2024 ini, Bulog belum melakukan realisasi. Bayu menegaskan Bulog masih merampungkan penugasan 500 ribu ton sisa impor tahun lalu yang diperpanjang sampai awal tahun ini.

"500.000 ton impor ini diselesaikan tahun ini sumbernya dari Vietnam, Thailand, Myanmar, Pakistan," jelas Bayu.

Sementara Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan keputusan impor tahun ini dilakukan sebagai respons penurunan produksi karena cuaca ekstrem El-Nino.

Hal ini juga mengacu pada data BPS yang memprediksi produksi beras Januari-Februari masih defisit sebesar 2,8 juta ton.

"Kalau sekarang tidak mengimpor, terus nanti harga melambung tinggi, nanti nanya lagi pemerintah gak bisa jaga harga," kata Arief di tempat yang sama.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Indonesia sudah mengamankan 3 juta ton beras berasal dari komitmen India dan Thailand untuk pengadaan beras tahun 2024. Di mana 2 juta ton diamankan dari Thailand dan 1 juta ton dari India.

"Untuk mengamankan cadangan strategis ketahanan pangan memang itu harus kita lakukan. Artinya kita sudah dapatkan tandatangan satu (juta ton) kemudian dua (juta ton) dari Thailand. Rasa aman kita dapat urusan pangan," kata Jokowi dalam Outlook Perekonomian Indonesia, Jumat (22/12/2023).

Kuncinya Produksi

Harga beras masih tinggi meskipun segala langkah intervensi penurunan harga telah dilakukan pemerintah.

Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian menegaskan penurunan harga bisa ditempuh hanya dengan meningkatkan produksi. Masalahnya, kata Eliza, biaya produksi padi dalam negeri masih terbilang mahal karena tak tersentuh teknologi.

"Faktor terbesar dalam produksi padi adalah biaya tenaga kerja itu hampir 49 persen, sewa lahan 25 persen dan 10 persen pupuk, sisanya untuk benih, pestisida, sewa alat dan lainnya," jelas Eliza kepada Kontan.co.id, Jumat (12/1/2024).

Masalah lainnya adalah saat ini mencari tenaga kerja di sektor pertanian semakin sulit. Meskipun banyak Sumber Daya Manusia (SDM) di desa, namun banyak yang tidak tertarik ke sektor pertanian.

Alih-alih berprofesi sebagai petani, masyarakat desa saat ini lebih tertarik menjadi ojek, buruh pabrik atau buruh bangunan.

"Sehingga karena supply tenaga kerja pertanian kurang, membuat upah tenaga kerja pertanian relatif mahal, jadi memang perlu mekanisasi," jelas Eliza.

Dalam kondisi seperti ini, inovasi teknologi mesin mulai dari menanam, panen hingga merontokkan padi untuk lahan yang sempit sangat diperlukan.

"Selama ini mesin-mesin yang dibagikan ke petani misalnya mesin perontok padi itu ukurannya besar, perlu diangkut oleh 4 orang untuk bisa ke lahan yang kondisinya tidak dilalui jalan usaha tani," kata Eliza.

"Jadi memang mesin-mesin yang diberikan ke petani harus cocok digunakan untuk karakteristik lahan sempit, mengingat mayoritas petani kita berlahan sempit," tambahnya.

Dengan demikian, Eliza meyakini biaya produksi padi dapat ditekan dan bisa berdampak pada peningkatan produksi serta penurunan harga beras.

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengakui penurunan produksi memang menjadi salah satu sebab harga beras tak kunjung turun.

Bahkan menurutnya, program bantuan pangan beras dan SPHP hanya ampuh menekan inflasi tapi belum bisa mengembalikan harga beras ke level Harga Eceran Tertinggi (HET).

"Harus diakui bahwa bantuan pangan dan Stabilisasi Pasokan dan SPHP belum berhasil menurunkan harga tapi berhasil menurunkan inflasi," kata Bayu.

Baca juga: Perum Bulog Kancab Atambua Sebut Stok Beras Capai 1,407 ton

Bayu memprediksi harga beras masih akan tertahan tinggi. Apalagi, musim panen mengalami kemunduran yang otomatis menyebabkan panen rayanya juga terlambat.

Jika dilansir dari Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), Jumat (12/1/2024), harga beras medium saat ini tercatat Rp 13.260/kg lebih tinggi daripada HET Rp 10.900/kg di zona I.

Sementara Beras Premium mencapai Rp 15.050/kg lebih tinggi dari HET zona I yaitu Rp 13.900/kg.

 

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved