Berita Alor
Perangi Stunting dan Gizi Buruk CD Bethesda Alor dan Warga Desa Bangun Jamban Sehat
warga sasaran jamban sehat mengaku hadirnya program ini sedikit demi sedikit menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat.
Penulis: Rosalia Andrela | Editor: Rosalina Woso

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Rosalia Andrela
POS-KUPANG.COM, KALABAHI - Stunting dan gizi buruk adalah masih menjadi perhatian nasional, tak terkecuali di Kabupaten Alor. Salah satu aspek penyumbang terjadinya stunting dan gizi buruk adalah aspek kesehatan.
Community Development (CD) Bethesda Wilayah Alor, salah satu lembaga non profit yang berfokus pada kesehatan primer berbasis masyarakat, melihat bahwa sebagian besar masyarakat wilayah pedesaan di Kabupaten Alor belum memiliki jamban sehat.
Oleh karena itu CD Bethesda menggagas pembuatan jamban sehat secara swadaya, bersama masyarakat di Kabupaten Alor sebagai upaya untuk menekan angka stunting dan gizi buruk, serta mencegah penyakit menular.
“Tujuan yang ingin kami capai melalui program pembangunan jamban sehat ini adalah Kepala Keluarga (KK) atau rumah yang belum memiliki jamban sehat, memiliki jamban. Selain itu agar masyarakat itu sendiri terhindar dari bahaya penyakit, terutama penyakit menular serta stunting dan gizi buruk,” ujar Mexsi Lilong, selaku Pendamping CD Bethesda Wilayah Alor, Minggu 12 November 2023.
Program ini dikembangkan di 10 Desa binaan CD Bethesda, namun saat ini baru dijalankan di 4 desa.
Baca juga: Sony Libing Dilantik Jadi Penjabat Bupati Alor
“Sasaran program ini adalah 10 desa dampingan CD Bethesda yang ada di kabupaten Alor. Tetapi dalam perjalanan pendampingan, baru 4 desa yang sementara ini kami laksanakan pembangunan jamban sehat. Keempat desa tersebut adalah Welai Selatan, Tominuku, Manmas, Tamanapui, dan Subo,” tutur Mexsi.
Hingga kini total keseluruhan jamban yang dibuat dari inisiatif/swadaya warga, berjumlah 79 unit jamban sehat. Jamban tersebut dibangun mulai dari kloset, lubang septic tank, bilik jamban.
Pembangunan jamban ini, masing-masing KK membayar iuran sebesar Rp. 60.000 untuk pembelian membeli semen sedangkan material lainnya seperti batu, pasir, diambil dari kali dan dibantu oleh CD Bethesda Wilayah Alor.
Mexsi mengaku bahwa tidak mudah menggerakan inisiatif warga. Masih ada warga yang berpikir bahwa, untuk membangun jamban dan kebutuhan masyarakat lainnya merupakan tanggungan pemerintah.
“Partisipasi masyarakat sendiri juga relatif sama. Ada masyarakat yang benar - benar ingin memiliki pasti mereka mau terlibat dalam kelompok jamban yang telah dibentuk untuk bekerjasama. Tetapi ada juga masyarakat yang masih terpola dengan pemikiran bahwa harus ada bantuan secara langsung, baik material dan upah tukang barulah mereka mau berpartisipasi untuk membangun jamban sehat. Sejauh ini masyarakat lebih dominan memiliki mental yang selalu mengharapkan ada bantuan pemerintah / lembaga secara total baru mereka mau bekerja, tetapi kalau yang kerja swadaya lebih banyak yang tidak mau partisipasi,” ungkapnya.
Selama berjalannya program, Mexsi menilai Kepala Desa dan warga Desa Subo yang paling berpartisipasi dan kooperatif.
“Partisipasi pemerintah desa, sejauh ini ada yang aktif seperti di Desa Subo mereka mengcover anggaran dana desa dan berkoordinasi dengan dinas PUPR. Sedangkan desa yang lain juga sudah ada penganggaran, namun dalam realisasi pengerjaannya yang tidak tuntas karena tidak dipantau secara baik oleh pemerintah desa,” ujar Mexsi.
Adapun dalam melaksanakan program ini, CD Bethesda Wilayah Alor menemui sejumlah kendala mulai dari membentuk pola pikir masyarakat, menjalin kerjasama dengan tokoh masyarakat dan tokoh adat, serta ketersediaan air bersih di desa.
Baca juga: Warga Desa Alila Selatan Kabupaten Alor Gotong Royong Bangun MCK Masjid
“Kendala yang kami alami selama proses pengerjaan jamban sehat yaitu partisipasi masyarakat yang masih rendah, dikarenakan pola pikir yang terbatas. Masyarakat masih terpaku dengan bantuan secara totalitas dari pemerintah. Selain itu dukungan dari lintas sektor dalam hal ini pemerintah desa, gereja, lembaga adat, dan juga lembaga-lembaga lain di desa belum berjalan secara baik dalam mengupayakan partisipasi masyarakat. Selain itu ada desa yang masih terkendala dengan ketersediaan air bersih, serta manajemen /sistem perpipaan air yang belum tertata dengan baik sehingga tidak bisa menjawab kebutuhan sanitasi masyarakat,” jelas Mexsi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.