Berita Sabu Raijua

Ketua Inisiasi Masyarakat Adat: Hentikan Penggalian Pasir Laut di Sabu Raijua

abrasi atau pengikisan pesisir pantai dan rusaknya ekosistem flora dan fauna termasuk rumput laut yang menjadi salah satu komoditas

Penulis: Jevon Agripa Dupe | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO-DOK
NUKILA - Nukila Evanty, Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA) atau Indigenous People’s Initiatives sekaligus aktivis lingkungan, keadilan dan hak-hak masyarakat adat. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Jevon Agripa Dupe

POS-KUPANG.COM SEBANukila Evanty, Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA) atau Indigenous People’s Initiatives sekaligus aktivis lingkungan, keadilan dan hak-hak masyarakat adat, tegaskan untuk menghentikan penggalian Pasir laut di Pulau Sabu.

Nukila menyampaikan hal tersebut disampaikan Nukila kepada POSKUPANG.COM, Sabtu 10 Juni 2023.

Nukila menyebut Kawasan pesisir di pulau Sabu adalah kawasan strategis yang penting dan penuh potensi pariwisata. Pulau Sabu, Sabu Raijua atau Rai Hawu demikian masyarakat lokal menyebutnya adalah bagian Provinsi NTT, dan merupakan pulau terluar dan terpencil dengan luas 460,78 km persegi dengan penduduk lebih dari 30.000 jiwa.

Nukila yang baru-baru ini mengunjungi pulau Sabu dan Flores Timur di Provinsi NTT, mengungkapkan perasaannya dan kebanggaannya akan keindahan pasir pantai seperti pantai Hai Rawu, pantai Wuihebo, pantai Kol Udju dan pantai Napae.

Baca juga: Kapolres Sabu Raijua Kukuhkan 152 Polisi RW

Ada Kelabba Maja yaitu bukit berwarna dan termasuk sakral (sacred place ) bagi penduduk setempat terutama masyarakat adat Gelanalalu yang mengganggap sebagai tanah dewa (the land of God) dan dipercaya sebagai tempat suci Dewa Maja.

Nukila Evanty mengungkap kan rasa optimisnya bahwa Pulau Sabu kelak bisa seperti Maldives, negara kecil , lebih luas dari Pulau Sabu sekitar 661,5 km persegi yang terkelola dengan baik dengan keterlibatan pemerintah dan masyarakat Maldives terutama terhadap upaya perlindungan ekosistem pantai dan lautnya yang super indah.

Bahkan pulau Sabu bersama-sama dengan Sumba, Kabupaten Kupang, Flores Timur (Flotim) adalah kabupaten-kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai penghasil rumput laut terbesar dari petani-petani tangguh yang ada .

Produksi rumput laut di Kab. Sabu Raijua menurut data KKP tahun 2019 sebesar 11 ribu ton kering produksi rumput laut di Indonesia. Untuk luas areal potensial budidaya rumput laut Pulau Sabu Raijua sejumlah 2.364,67 hektare, sangat sangat potensial untuk kesejahteraan masyarakat Sabu.

Umumnya petani budidaya rumput laut tersebut adalah perempuan -perempuan. Mereka menghidupi keluarganya dari hasil penjualan rumput laut kering kepada pengepul sekaligus bekerja di ranah domestik untuk menjaga keluarga mereka.

Nukila menyampaikan Sepanjang perjalanan di pulau Sabu dirinya sangat menikmati pasir putih pantai Sabu Raijua yang halus dan dengan warna air laut yang hijau, biru cerah dan biru gelap beririsan disaat bulan Mei dan Juni ini. Sungguh tidak menjemukan! Kata Nukila dan cocok buat healing istilah generasi muda sekarang kata Nukila .

Tetapi sedikit terganggu pada perjalanan hari keduanya ketika Nukila mendapati banyaknya penggalian dan penambangan pasir yang diduga dilakukan masyarakat setempat dan juga pebisnis.

Disayangkan, masyarakat harusnya terinformasikan akan dampak yang dapat ditimbulkan dari kegiatan penggalian dan penambangan pasir di kawasan pesisir tersebut.

Diantaranya pantai akan tercemari, kualitas pesisir pantai dan perairan laut ternodai, abrasi atau pengikisan pesisir pantai dan rusaknya ekosistem flora dan fauna termasuk rumput laut yang menjadi salah satu komoditas andalan di Sabu Raijua.

Bahkan abrasi dan pengerukan pasir dapat merusak pantai -pantai dan ekosistem budidaya rumput laut yang dilakukan petani-petani budidaya rumput laut dengan cara long-line atau pasak atau secara tradisional tersebut dan tentunya berakibat penurunan kualitas dan kuantitas rumput laut.

Nukila menilai Persoalan lainnya adalah beberapa regulasi diabaikan oleh pengambil kebijakan dan belum kuat implementasi penegakan hukumnya.

Baca juga: PBVSI Kabupaten Sabu Raijua Resmi Miliki 20 Wasit Berlisensi

Seperti tercantum dalam bunyi pasal 69 (1a) Undang-Undang ( UU) No. 32 /2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa “ setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup . Kemudian UU No. 27 / 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menyebutkan bahwa, “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.” ungkapnya

Nukilia juga menyampaikan Untuk lebih mengatur secara operasional kedua undang-undang diatas diatur dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan No. KEP.33/MEN/2002 tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Laut untuk kegiatan pengusahaan pasir laut.

Dalam Kepmen tersebut jelas pemerintah menetapkan beberapa zona perlindungan, yaitu zona yang dilarang untuk kegiatan penambangan pasir laut, diantaranya ; kawasan perlindungan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, terdiri dari Taman Laut Daerah, Kawasan Perlindungan bagi Mamalia Laut (Marine Mammals Sanctuaries), Suaka Perikanan, Daerah migrasi biota laut dan Daerah Perlindungan Laut, terumbu karang, serta kawasan pemijahan ikan dan biota laut lainnya

Perairan dengan jarak kurang dari atau sama dengan 2 (dua) mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah perairan kepulauan atau laut lepas pada saat surut terendah;dan perairan dengan kedalaman kurang dari atau sama dengan 10 meter dan berbatasan langsung dengan garis pantai, yang diukur dari permukaan air laut pada saat surut terendah.

Bahkan UU No 27 /2007 dan UU Cipta kerja menyebutkan pentingnya peran masyarakat dan hak masyakat untuk melaporkan kepada penegak hukum akibat adanya dugaan pencemaran/perusakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang merugikan kehidupannya.

Karena masyarakat lokal dan masyarakat adat sebenarnya memiliki kewajiban menjaga, melindungi dan memelihara kelestarian wilayah pesisir mereka serta menyampaikan laporan jika terjadinya bahaya, pencemaran serta kerusakan lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mereka.

Baru-baru ini ada beberapa debat dan pemikiran yang pro dan kontra dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 26 / 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut dengan materi muatan tentang pengelolaan dan pemanfaatan pasir laut.

Tetapi perlu diingat bahwa siapapun itu termasuk pebisnis wajib mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku termasuk UU yang menjadi dasar utama dari peraturan-peraturan yang bersifat delegasi terutama harus tetap mengikuti perizinan berusaha serta proses persetujuan lingkungan serta ada sanksi hukumnya juga.

Aktivis lingkungan tersebut menyampaikan pemerintah kabupaten dan dinas -dinas yang berkaitan dengan lingkungan yang paling punya peran dan bertanggung jawab untuk melakukan perlindungan terhadap pasir pantai dan pesisir.

Pemerintah harus punya program yang jelas , apa mitigasinya jika masyarakat yang melakukan illegal atau tanpa prosedur menggali pasir tersebut ternyata mengandalkan pekerjaan itu untuk menghidupi diri mereka dan keluarganya, memastikan bahwa bisnis yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan pesisir, mengelola pesisir sebagai potensi pariwisata yang bisa mendatangkan pendapatan.

Ia juga meminta  agar Sekertaris Daerah Sabu Raijua memperhatikan regulasi aturan yang ada secara cermat.

Pasal 14 (2) menyebutkan urusan pemerintah daerah kabupaten adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi di daerah yang bersangkutan Pasal 14 (1 ) mengatur urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah di kabupaten Sabu diantaranya : perencanaan & pengendalian pembangunan, Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang, Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; Penyediaan sarana dan prasarana umum;penanggulangan masalah sosial;Pengendalian lingkungan hidup; pelayanan dasar lainnya;

Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan, jelas dan terang ya menjadi urusan pemerintahan kabupaten.

Berdasarkan UU juga , DLH (Dinas Lingkungan Hidup ) Pulau Sabu seharusnya melakukan sesuatu karena punya tugas dalam kebijakan teknis dibidang lingkungan, buat aja larangan atau upaya mitigasi lainnya , karena mereka adalah pelaksana Kebijakan.

Coba Sekda dan jajarannya melakukan koordinasi dengan penegak hukum dan masyarakat pesisir, serta juga punya tanggung jawab dalam urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang lingkungan termasuk isu penggalian pasir ini.

"Perlu diingat juga bahwa masyarakat pulau Sabu harus aktif dan peka terhadap masalah penggalian pasir ini. Kita tak hidup sendirian dibumi ini, nanti masih ada giliran anak cucu,” tutupnya.(*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved