Film
Dragon for Sale, Film Dokumenter yang Menunjukkan Efek Buruk Pariwisata di Flores NTT
Film Dragon for Sale yang dirilis bulan ini telah didistribusikan secara luas melalui Rangkai.id dan akan diputar di delapan universitas terkemuka AS.
“Hanya sedikit orang yang tahu tentang prakarsa ’10 Bali Baru’ dan dampak bencananya terhadap komunitas lokal, lingkungan, dan satwa liar,” katanya kepada UCA News.
“Mereka memasang fasad kebajikan di bawah topeng 'pembangunan hijau' yang mengaburkan kerusakan lingkungan yang sebenarnya dan gangguan masyarakat,” katanya.
Baca juga: Perkuat Tata Kelola Pariwisata Berkualitas, Labuan Bajo Kembangkan Manajemen Destinasi
Di AS, film ini akan diputar di University of Wisconsin-Madison, Cornell University, University of Michigan, University of Washington-Seattle, University of Hawaii-Manoa, University of Arizona, Yale University, dan Northern Illinois University.
Oktovianus Susabun, salah satu sutradara film dokumenter tersebut mengatakan, film tersebut telah diputar dan didiskusikan di 28 tempat di seluruh Indonesia dan empat tempat lainnya sedang bersiap-siap untuk memutarnya.
Pada 30 April, film itu akan diputar di Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero, sebuah lembaga seminaris di Keuskupan Maumere di bagian timur Pulau Flores yang 70 persen penduduknya beragama Katolik, katanya.
Sinopsis Dragon for Sale
Salah satu bagian film Dragon for Sale, sebagaimana termuat di instagram idbaruid and sahabatflores_official, bercerita tentang seorang musisi asal Flores, Venansius yang berkenalan dengan fotografer Yusuf Priambodo dari tim Ekspedisi Indonesia Baru.
Yusuf meminta Venan untuk mengantarnya melihat komodo dengan kapal pinisi. Ia sudah mendengar rencana pemerintah menaikkan tiket ke Pulau Komodo hingga jutaan rupiah dengan alasan melindungi reptil raksasa itu.
Mereka lalu berlayar bersama turis lain dari berbagai negara. Hari pertama, dilalui dengan bahagia. Namun di hari kedua, Venan mulai "merusak suasana". Ia bercerita tentang hal-hal yang disembunyikan dari mata para turis.
Rekan Yusuf lainnya, Benaya Harobu juga berlayar ke Pulau Komodo tapi menggunakan kapal rakyat yang disebut "open deck”.
Film dokumenter ini adalah kesaksian Yusuf dan Benaya tentang apa yang sebenarnya terjadi di kawasan yang akan dijadikan "10 Bali Baru" itu.
Bersama para videografer lokal, termasuk operator wisata, mereka mengisahkannya dalam 5 sekuel dokumenter.
(ucanews.com/pos-kupang.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.