NTT Memilih

Golkar NTT Tak Terpengaruh Wacana Sistem Pemilu Hybrid

Partai Golkar NTT mengaku tidak terpengaruh dengan wacana ataupun pemberlakuan sistem pemilihan umum (Pemilu). 

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO-DOK.POS KUPANG
Wakil Ketua DPRD NTT, Inche Sayuna 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Partai Golkar NTT mengaku tidak terpengaruh dengan wacana ataupun pemberlakuan sistem pemilihan umum (Pemilu). 

Sekretaris DPD Partai Golkar NTT, Dr  Inche DP Sayuna mengatakan Golkar memang tidak terpengaruh dengan sistem pemilu apapun, karena partai Golkar sudah teruji dalam penerapan tiga sistem tersebut. 

"Dan tetap kami (Golkar) dapat keluar sebagai pemenang walau bukan no satu dalam setiap pemilu dengan sistem yang berbeda," katanya, Selasa 11 April 2023. 

Inche menyebut wacana tentang pemilu hybrid itu bermula dari pernyataan salah satu hakim Mahkamah Konsitusi, ketika melakukan sidang gugatan pemilu. 

Baca juga: Partai Golkar NTT Akan Lakukan Survey untuk Rampungkan Komposisi Bacaleg

Apapun bentuk sistem pemilu, bagi Inche, punya sisi lebih dan kurangnya. Dititik ini, sangat tergantung dari daya dukung sistem termaksud internal partai. 

"Yang perlu kita pikirkan sekarang adalah MK segera membuat keputusan sehingga cukup waktu bagi penyelenggara pemilu untuk mempersiapkan teknis pelaksanaan pemilu dari sistem yang dipilih," katanya.

Sebab, sangat tidak mudah menjalani pemilu jika ada perubahan sistem. Apalagi selama ini Komisi Pemilihan Umum atau KPU justru cenderung mempersiapkan hal teknis dalam pemilu terbuka. 

Menurut Waki Ketua DPRD NTT ini, dengan waktu yang sudah cukup terhimpit, wacana perubahan sistem pemilu itu sebaiknya di praktekan pada pemilu 2029.

Inche lalu mendorong agar memberi ruang bagi DPR RI dan pemerintah dalam merumus undang-undang pemilu.  

Ia menambahkan, Indonesia pernah mempraktekan tiga sistem pemilu yakni proposional terbuka, tertutup dan hybrid. Negara ini, menurut dia telah memahami masing-masing sistem. 

Paling penting saat ini adalah adanya regulasi yang bisa menyempurnakan tiap sistem. Hal itu untuk menjawab harapan bangsa tentang sebuah sistem demokrasi yang modern. 

Ia menjelaskan, pemberlakuan suatu ketentuan hukum yang tidak sama atas dua keadaan yang sama, ialah sama tidak adilnya dengan memberlakukan suatu ketentuan hukum yang sama atas dua keadaan yang tidak sama. 

"Karena itu, hybrid sistem mengandung standar ganda sehingga dapat dinilai memberlakukan hukum yang berbeda terhadap keadaan yang sama sehingga bisa dinilai tidak adil," sambung Inche.  (fan)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved