Gempa Turki
Ini Penjelasan BMKG Soal Fenomena Seismoelectric Effect atau Kilat Sebelum Gempa Turki
Apa yang menyebabkan munculnya atau Kilat Fenomena Seismoelectric Effec? Ini Penjelasan BMKG ( Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika )
POS-KUPANG.COM - Ada fenomena alam yang cukup langka sebelum terjadinya Gempa Turki Senin Februari 2023. Ya, sebelum terjadinya Gempa Turki sempat terjadi Kilat/Petir yang disebut Fenomena Seismoelectric Effect. Simak Penjelasan BMKG ( Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ) terkait Fenomena Seismoelectric Effect sebelum Gempa Turki yang berkekuatan Magnitudo 7,8.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono di Jakarta, Rabu 8 Februari 2023, menjelaskan, saat batuan kulit bumi mengalami/mendapat tekanan yang hebat dan sangat kuat, mendekati batas elastisitasnya, maka sebelum failure maka akan melepaskan gelombang elektromagnetik, dari sinilah awal cerita lightning during the earthquake, pencahayaan gempa. "seismoelectric effect.
Daryono menyebut Fenomena Seismoelectric Effectsa juga pernah terjadi di Indonesia ketika gempa pada 16 Februari 2014 terjadi di lereng Gunung Semeru, Jawa Timur.
"Tak usah jauh-jauh ke Turki. Gempa Sumogawe di lereng utara Merbabu pada 16 Februari 2014 juga terdapat fenomena earthquake lightning," kata Daryono.
Baca juga: WNI Asal Bali Tewas Akibat Gempa Turki, Mayat di Reruntuhan Bangunan
Penjelasan Daryono tersebut menjawab cuitan warganet yang menyebut Warganet dengan akun @SnezhinaBohen menyebut sambaran petir sebelum gempa bumi "selalu terjadi dalam operasi [HAARP]" dengan mengatakan gempa bumi "terlihat seperti operasi penghukuman oleh NATO atau AS.
Lebih lanjut, Daryono juga mengutip penjelasan ahli geologi, Wendy Bohon yang mengunggah video simulasi pergerakan patahan yang menyebabkan Gempa Turki.
"Gempa magnitudo 7,8 di Turki terjadi di atas patahan tipe strike-slip. Saat peristiwa ini terjadi, satu patahan tergelincir melewati satu patahan lainnya secara horizontal. Benda-benda ynang melintasi patahan seperti pagar, jalan raya, atau rel kereta menjadi petanda bagus untuk menunjukkan arah pergerakan patahan tersebut," tulis Daryono.
Dikutip dari situs resminya, HAARP sebetulnya adalah program penelitian ionosfer yang didanai oleh militer AS, pemerintah, dan Universitas Alaska. Program ini didedikasikan untuk menganalisis ionosfer untuk kemajuan teknologi dengan menggunakan pemancar frekuensi tinggi.
Baca juga: Paus Fransiskus Meminta Bantuan untuk Korban Gempa Turki dan Suriah
HAARP sendiri disebut sebagai "transmiter bertenaga tinggi dan frekuensi tinggi yang paling mampu untuk mempelajari ionosfer"
Ada dua instrumen riset kunci pada program HAARP. Pertama, The Ionospheric Research Instrument (IRI), yaitu sebuah transmiter bertenaga tinggi yang beroperasi di rentang Frekuensi Tinggi.
IRI bisa digunakan untuk secara temporer memicu area tertentu pada ionosfer untuk studi ilmiah. Kedua, seperangkat instrument ilmiah dan diagnostik yang canggih yang dapat digunakan untuk mengobservasi proses fisik yang terjadi di area tertentu itu.
Observasi menggunakan kedua alat tersebut dapat membuat para ilmuwan mendapat pengertian yang lebih baik tentang proses yang terus terjadi di bawah simulasi alami Matahari. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS