Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Prof Zubairi Djoerban : Poligami Bukan Cegah HIV/AIDS (Bagian-2/Selesai)

Spesialis Penyakit Dalam Prof dr Zubairi Djoerban memandang cara berpoligami pada praktiknya tidak mudah.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS.COM
Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dan Prof dr Zubairi Djoerban, pioner penanganan HIV/AIDS di Indonesia. 

POS-KUPANG.COM - Pernyataan Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum soal poligami dapat mencegah penularan HIV/AIDS direspons berbagai pihak. Termasuk Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang tidak sependapat dengan usulan Uu tersebut.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialisasi Hematologi Onkologi Medik Prof dr Zubairi Djoerban memandang poligami pada praktiknya tidaklah mudah.

"Pada prinsipnya sih boleh tetapi syaratnya juga tidak mudah, salah satunya harus izin istri, mana ada istri yang mau dipoligami," kata Prof dr Zubairi Djoerban di Jakarta Breast Center, Jumat 2 September 2022.

Menurutnya, usulan poligami lebih-lebih tidak tepat jika konteksnya untuk mahasiswa karena harus memberikan nafkah sedangkan mahasiswa pada umumnya belum memiliki penghasilan tetap.

"Tetapi poligami sebetulnya juga dari sisi agama bisa dikatakan tidak boleh karena kita harus adil, perlu biaya tidak sedikit, dan belum lagi dari hukum Indonesia mengenai undang-undang perkawinan," imbuhnya.

Prof Zubairi menekankan pencegahan paling mendasar adalah dengan mendapatkan edukasi tentang penularan HIV/AIDS.

"Yang terpenting rakyat Indonesia jangan sampai terjerumus dari prostitusi, dan jangan sekali-kali pakai narkotika," pungkasnya.

Lanjutan Wawancara Eksklusif Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Prof. dr. Zubairi Djoerban :

Setelah isu HIV muncul lagi, ada ide dari pejabat agar kawin lagi atau berpoligami? Saran ini menurut Prof reasonable tidak?

Kalau ini konteksnya untuk mahasiswa sulit dilakukan karena kan kalau menikah lagi harus memberikan nafkah. Sedangkan mahasiswa kan belum punya duit.

Tapi benar dari sisi Islam, ada hadis nabi bahwa poligami menghindari perzinaan. Untuk mahasiswa saran ini kurang cocok sebab memberi nafkah kewajiban atau nggak boleh nikah.

Tetapi poligami sebetulnya juga dari sisi agama bisa dikatakan tidak boleh karena kita harus adil, perlu biaya tidak sedikit, dan belum lagi dari hukum Indonesia mengenai undang-undang perkawinan.

Pada prinsipnya sih boleh tetapi syaratnya juga tidak mudah, salah satunya harus izin istri, mana ada istri yang mau dipoligami. Kemudian harus izin pengadilan, jadi memang tidak mudah, anjurannya mungkin ada gunanya tetapi praktiknya amat tidak mudah.

Saya kira kita sekarang sudah mulai tahu bahwa jalan keluarnya adalah edukasi, kalau tidak tahu bagaimana cara penularannya maka kita tidak tahu pencegahannya.

Yang terpenting rakyat Indonesia jangan sampai terjerumus dari prostitusi, dan jangan sekali-kali pakai narkotika. Ibu hamil juga akan lebih baik tes HIV untuk meminimalisir proses penularan pada saat persalinan lahiran.

Selain itu itu juga ibu hamil positif HIV dianjurkan meminum obat supaya tidak tertular ke anaknya, dan itu sudah dibuktikan di banyak negara. Jadi banyak anak yang lahir tetapi tidak tertular HIV dari ibunya.

Apakah betul orang yang dalam masa recovery HIV mudah terinfeksi cacar monyet dan Covid-19?

Nggak benar sama sekali. Jadi yang terbukti amat sangat jelas ternyata pasien HIV/AIDS itu ringan sekali gejalanya. Khusus untuk pasien HIV yang terkontrol baik virusnya hampir semuanya baik tidak mudah tertular.

Memang cacar monyet penularannya ada yang droplet, bersentuhan kulit namun kenyataan dilapangan berbeda 95 persen. Amat sangat sedikit.

Kebanyakan seperti di Afrika penularan cacar monyet justru terjadi akibat hubungan intim laki dengan laki. Untungnya angka kematiannya rendah 0,1 persen dibandingkan Covid-19.

Selama menangani pasien HIV Aids adakah yg spesial pengalamannya?

Ada bayi yang ditinggalkan oleh seorang ibu di sebuah bidan. Pada akhirnya bayi ini diangkat anak oleh keluarga dan dibawa ke Singapura.

Ternyata hasil pemeriksaannya bayi ini HIV/AIDS, anak ini pun tidak diterima menjadi warga negara Singapura. Bayi ini akhirnya dikirim kembali ke Indonesia. Tidak ada yang menerima bayi terlantar ini, kami dari Yayasan Pelita Ilmu dengan senang hati mengasuh bayi tersebut.

Karena penasaran apakah betul bayi ini mengidap HIV/AIDS, kami melakukan pengetesan, hasilnya ternyata negatif. Bayi ini tidak tertular virus sama sekali karena seorang ibu bisa menularkan antara virus atau antibodi ke badan anaknya. Kebetulan anak ini hanya ada antibodi tanpa virus.

Sampai sekarang anaknya sudah setingkat SMA dan sehat. Yayasan Pelita Ilmu kita bangun di Tebet yang memang organisasi nirlaba memfokuskan pendampingan bidang HIV/AIDS.

Masih banyak anggapan-anggapan orang yg tertular HIV/AIDS? Bagaimana tanggapan Prof untuk meluruskan ini?

Kuncinya memang public opinion makers, pertama adalah dokter, kemudian ulama, guru, kalau sekarang influencer dan media. Pada waktu itu kita buat pelatihan dan kita baru tahu bahwa anak-anak SMA atau kuliah mana mau dengerin mbah-mbah kaya saya.

Jadi kita buat pelatihan anak-anak OSIS yang melakukan penyuluhan ke teman-teman sebayanya. Kita menyasar mall karena jumlah remajanya lumayan banyak supaya mereka dapat mencegah tertular HIV/AIDS.

Prof kalau dari pengamatan Anda bagaimana penyebaran HIV/AIDS di Indonesia terutama di wilayah Papua?

Ya, masih serius, estimasi kita masih sekitar 560 ribuan. Masalahnya yang minum obat tidak continue dan yang butuh obat banyak.

Sehingga penderita HIV/AIDS ini tidak terkontrol secara baik. Kita masih sangat banyak pekerjaan rumah padahal WHO telah mencanangkan tahun 2030 HIV/AIDS selesai.

Apalagi banyak negara kemarin mengalami pandemi Covid-19, di India kemarin di pedalaman penderita HIV/AIDS tidak beli obat karena larangan bepergian dan banyak yang putus obat.

Di Indonesia minum obat tetapi banyak yang takut ke rumah sakit untuk kontrol. Alasan mereka takut lagi Covid-19 bisa tertular. Manfaatnya topik HIV/AIDS ini muncul lagi kita bisa memberikan edukasi. Karena HIV/AIDS ini sebetulnya dapat diatasi namun kenyataan di lapangan sulit dilaksanakan. Ditambah lagi persoalan ekonomi masyarakat kita yang sulit di masa pandemi Covid-19. (tribun network/reynas abdila)

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved