Cacar Monyet
Penduduk Kelahiran 1980 ke Bawah Berisiko Kecil Terpapar Cacar Monyet, Menkes : Jangan Panik
Kemenkes mengkonfirmasi temuan pertama kasus Monkeypox atau cacar monyet di Indonesia. Pasien tersebut berusia 27 tahun.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengkonfirmasi temuan pertama kasus Monkeypox atau cacar monyet di Indonesia. Pasien tersebut berusia 27 tahun dan memiliki riwayat perjalanan luar negeri.
Setibanya di Indonesia, pria tersebut mengalami demam, menunjukkan pembengkakan pada kelenjar getah bening (limfadenopati). Selain itu, pasien juga mengalami ruam cacar di telapak kaki dan tangan, serta sebagian di area genital.
Menkes Budi Gunadi Sadikin menyebut bahwa penularan Monkeypox atau cacar monyet lebih sulit dibanding Covid-19. Ia pun mengingatkan, masyarakat untuk tidak panik berlebihan merespons temuan satu kasus terkonfirmasi Monkeypox di Indonesia.
Tetap jalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), disiplin protokol kesehatan, serta menghindari kontak dengan penderita.
"Jangan khawatir sudah ada kasus di Indonesia. Lakukan PHBS. Kalau ada orang ada ruan segera lapor, jangan berkontak fisik, karena gejalanya sangat jelas ada di wajah, dan di genital khusus di cacar monyet. Serta prokesnya dijaga," ujar Menkes Budi, Senin 22 Agustus 2022.
Baca juga: Sedang Mewabah, Kenali Gejala Penyakit Cacar Monyet, Begini Penularan dan Cara Mencegahnya
Ia menuturkan, penyakit cacar monyet menular saat bergejala. "Berbeda sama Covid-19 sudah menular juga lebih cepat menularnya. Kalau cacar monyet menunggu ada ruam dulu baru menular. Kalau belum ada ruam tidak menular. Sehingga menghindarinya lebih mudah," ujar dia
Mantan wamen BUMN ini mengatakan, penularan cacar monyet juga tidak melalui udara, sehingga tidak semudah Covid-19. "Monkeypox harus dengan kontak fisik. Jadi memang bisa terjadi penularannya tapi susah nularnya," imbuh Menkes.
Menkes juga menyinggung soal vaksinasi. Ia mengatakan, vaksinasi cacar pernah ada di Indonesia sekitar tahun 1980.Vaksin tersebut masih diyakini memberikan proteksi pada cacar monyet, dimana masyarakat yang telah melakukan vaksinasi berisiko lebih rendah terpapar Monkeypox.
"Untuk teman-teman yang lahir 1980 ke bawah itu ( vaksinasi cacar ) masih terproteksi, meski tidak menjamin sama sekali tidak tepapar," ujarnya.
Menkes mengaku, dirinya menjadi salah satu orang yang telah mendapatkan vaksinasi cacar pada masa itu. "Kayak saya itu kalau dilihat tangannya tuh lengannya ada gores-goresnya (bekas suntikan cacar)," imbuh Budi.
Faktor vaksinasi inilah menurut Budi, yang menjadikan kasus Monkeypox di Asia lebih rendah daripada di Eropa.
Baca juga: Pria di Jateng Suspek Cacar Monyet, Pasien Langsung Diisolasi, Ganjar Minta Warga Tetap Tenang
"Mungkin itu menyebabkan kenapa kita melihat di Asia lebih rendah dibandingkan di Eropa kasus cacar monyetnya. Karena di Asia dulu kita kena pandemi lebih lama bahkan dibandingkan dengan di Eropa lebih cepat hilangnya. Di Eropa lebih cepat hilang maka vaksinasinya lebih cepat berhentinya karena lebih cepat berhenti ya banyak orang-orang Eropa yang enggak punya imunitas terhadap virus ini," ujar Menkes.
Eks Dirut Bank Mandiri ini juga mengatakan, pemeriksaan genome sequencing pada pasien pertama Monkeypox atau cacar monyet di Indonesia masih dilakukan. Hal itu dilakukan guna memastikan tipe cacar monyet seperti apa yang menginfeksi pasien tersebut.
"Sekarang sudah kita genome sequencing, kita belum tahu ini variannya yang mana, tapi kalau kita lihat dia (pasien) masih baik-baik saja, itu harusnya bukan yang fatal," ujar Menkes Budi.
Ia menerangkan, terdapat dua tipe cacar monyet di dunia, yakni dari Afrika Tengah dan Afrika Barat. Biasanya yang banyak di Eropa dan Asia adalah Monkeypox dengan tingkat fatalitasnya rendah.
"Teman-teman tidak usah terlalu khawatir karena fatalitas rendah masuk rumah sakit dan meninggalnya bukan gara-gara virusnya tapi secondary infection," imbuhnya.
Mantan wamen BUMN ini menuturkan, mecegah penularan Monkeypox ini lebih mudah daripada Covid-19. Penularan utama monkeypox adalah kontak fisik langsung dengan penderita yang telah menunjukkan gejala seperti ruam-ruma pada wajah, kaki, maupun area genitalia.
Baca juga: WASPADA! Virus Cacar Monyet Bisa Menular Lewat Pakaian hingga Seprei, Berikut Gejalanya
"Secara saintifik cacar monyet ini susah menularinya. Karena dia terjadi pada saat sudah bergejala, orang sudah sakit, sudah bintik-bintik ya, jangan kita dekat yang sakit itu," tutur Budi.
Sejauh ini dari data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dari 35 ribu orang yang terinfeksi hanya 12 orang yang meninggal dunia. Adapun kasus kematian tidak langsung disebabkan oleh Monkeypox yang menjangkiti kulit.
Namun infeksi bakteri yang menyebar pada organ-organ lain seperti paru-paru dan otak.
"Meninggalnya biasa karena infeksi bakteri di paru-paru atau pneumonia, meningitis di otak oleh bakteri tapi bukan meninggalnya gara-gara infeksi oleh virusnya di kulit. Jadi buat teman-teman nggak usah terlalu khawatir ini," ujar Budi.
Ahli Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman menyebutkan untuk jangan khawatir atau panik yang berlebihan pada Monkeypox.
"Jangan terlalu khawatir. Yang jelas biasakan penggunaan masker, kemudian cuci tangan dan yang jelas pada kelompok sekitar jika ada luka di kulit sudah jelas jangan berdekatan. Kalau bepergian, pakai jaket, tapi tidak jadi parno atau panik," ujarnya.
Baca juga: Gejala dan Cara Penularan Cacar Monyet, Awas Terkecoh Karena Mirip Cacar Biasa
Dicky mengingatkan ketimbang panik lebih baik mengutamakan untuk melakukan pencegahan. Menghindari orang yang tampak sakit.
Lalu lakukan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, menjauhi keramaian dan sebagainya. Jika ada orang yang sedang batuk atau tubuh menunjukkan gejala pada penyakit tertentu, perlu dihindari. Atau sampaikan pada petugas kesehatan yang sedang sakit
Beberapa hal yang bisa dilakukan, yaitu saat menggunakan kendaraan umum, gunakan masker dan jaket lengan panjang. Lalu, biasakan tidak menyentuh barang bersama.
Misalnya pegangan pintu atau pagar. Biasakan mencuci tangan atau menggunakan handsainitizer sebelum dan setelah memegang barang di tempat publik.
"Sekali lagi itu berlaku dimana pun. Bukan hanya transportasi publik tapi tempat kerja dan sekolah. Itu yang bisa dilakukan," pungkasnya. (tribun network/ais/rin/wly)
Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS