Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Minggu 10 Juli 2022, Orang Samaria yang Baik Hati
Renungan Harian Katolik berikut disiapkan oleh RD. Fransiskus Atamau dengan judul Orang Samaria yang Baik Hati.
Seorang Imam dan seorang Lewi bukanlah orang sembarangan dalam masyarakat Yahudi, sebab imam adalah jabatan religius, pemimpin agama Yahudi yang status sosialnya di atas rata-rata.
Bisa jadi imam yang dimaksud di sini adalah imam yang bekerja di bait Allah dan imam seperti ini merupakan imam elite karena bekerja di lingkungan yang elite dan daerah kerjanya hanya di ibu kota yakni di Yerusalem.
Sementara itu seorang Lewi berarti juga seorang rohaniwan, pemimpin agama masyarakat Yahudi; sebab dari Kitab Suci kita tahu bahwa para pemimpin religius masyarakat Yahudi diambil dari suku Lewi; hanya saja mereka tergolong imam kelas bawah karena bergaul dengan rakyat kecil dan melayani di sinagoga-sinagoga yang bertebaran di seluruh tanah Israel.
Kedua rohaniwan ini yang pertama lewat dan melihat orang yang dirampok itu tetapi mereka tidak mau terlibat, mereka tidak mau menolong, malah mereka berlalu dengan masa bodoh di samping orang yang dirampok itu.
Di sini mereka kehilangan identitas religiositasnya, menyangkal komitmen panggilan mereka untuk melayani.
Dan untuk menampilkan secara jelas kegagalan religiositas sang imam dan orang Lewi ini, Yesus menampilkan sesosok manusia lain; orang Samaria yang baik hati.
Orang ini melewati jalan yang sama. Ketika melihat orang yang dirampok dan terluka hebat itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan dan lalu menolong.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 8 Juli 2022, Bertahan dalam Tantangan
Pertanyaannya, apa bedanya seorang Imam, seorang Lewi dengan seorang Samaria?
Imam dan orang Lewi tadi adalah orang Israel yang mengaku diri sebagai keturunan Abraham, sedangkan seorang Samaria tadi dianggap bukan asli Yahudi, artinya tidak asli keturunan Abraham sebab nenek moyang mereka dulunya bergaul dan bercampur dengan penduduk di luar Palestina pada saat terjadi pembuangan Babilonia.
Itulah sebabnya orang-orang Yahudi memandang rendah orang Samaria, menganggap mereka sebagai warga kelas dua, juga dalam hal rohani.
Tetapi mengapa justru orang Samaria inilah yang dimuliakan Yesus?
Bapak, Ibu, Saudara, Saudari yang dikasihi Tuhan.
Perumpamaan tentang “Orang Samaria Yang Baik Hati” ini sesungguhnya adalah suatu cubitan dan gelitikan Yesus pada orang-orang yang menderita penyakit “Kesombongan Rohani”; kepada masyarakat kita dan kepada Gereja kita yang dipenuhi orang-orang yang menderita penyakit “Kesombongan Rohani”.
Banyak sekali pemimpin Umat yang pandai sekali berkotbah dengan semangat berapi-api tentang cinta kasih, menyemangati umat untuk senantiasa berbuat baik, saling menolong, saling membantu tetapi berapa banyak pemimpin Umat yang punya waktu untuk umat yang datang mengeluhkan kenakalan anak-anak mereka, keadaan ekonomi mereka yang morat-marit, atau hanya sekadar meminta nasehat dan peneguhan untuk menenangkan pikiran mereka yang sedang kalut?
Bukankah lebih banyak pemimpin umat yang mempunyai waktu hanya untuk umat yang datang memberikan sumbangan, mengantar parsel, rantangan, hadiah ulang tahun atau diajak makan di restoran atau piknik?- itu bagiannya para pemimpin umat; sekarang bagiannya kita umat.