Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Minggu 10 Juli 2022, Memeluk Identitas Orang Samaria
Renungan Harian Katolik berikut disiapkan oleh RP. Steph Tupeng Witin SVD dengan judul Memeluk Identitas Orang Samaria.
Kita tidak tahu secara pasti motif dan pelakunya. Yang pasti, mereka merampok dan meninggalkan korbannya babak belur tak berdaya.
Menurut Paus Fransiskus, kejahatan yang dilakukan para perampok menggambarkan kejahatan dan keprihatinan yang terjadi dalam dunia.
Ada pihak-pihak yang menjadi perampok dan yang merasa atau sungguh dirampok. Kebanyakan kita mungkin saja mempersalahkan para perampok yang tega melakukan kekerasan.
Mungkin juga kita salahkan korban yang berani melewati wilayah “merah” itu seorang diri.
Tapi cobalah kita membayangkan, apa yang akan kita perbuat seandainya tindakan perampokan tersebut terjadi di hadapan kita?
Apakah kita akan menelantarkan orang yang terluka karena dirampok, mencari perlindungan dari kekerasan yang terjadi, dan bersikap “bodo amat” atasnya?
Sebaliknya, apakah kita akan bersikap terlalu reaktif dengan mengejar si perampok dan memukulinya?
Kalau demikian, bukankah “belas kasihan” kepada korban justru menjadi pembenaran untuk melanggengkan perpecahan yang tidak terdamaikan, ketidakpedulian yang keji, dan kekerasan yang tiada akhir? (FT.72).
Ketika korban terkapar tak berdaya, ada orang-orang yang melewatinya begitu saja “dari seberang jalan”. Kita menyebut orang-orang ini “numpang” lewat.
Barangkali berkecamuk perasaan gamang yang justru berujung pada ketidakpedulian. Mereka gagal terpapar keprihatinan korban yang terkapar di pinggir jalan.
Padahal ia adalah korban nyata dari keganasan dan kerakusan para perampok. Ia ditinggalkan setengah mati.
Terkapar di pinggir jalan utama dari Yerikho ke Yerusalem tidak serta merta membuat mereka yang melintas di dekatnya iba.
Kesakitannya gagal membuat orang berhenti dan memberikan hati. Ia korban tapi dianggap tidak relevan.
Ketidakpedulian inilah yang menggambarkan keadaan dunia saat ini. Arti “sesama” menjadi kabur. Ada jurang pemisah antara “aku” dan “mereka”.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 7 Juli 2022, Pengutusan Dua Belas Murid
Banyak orang lupa artinya menjadi “kita”. Ada fenomena “buta huruf kepedulian” yang membuat seseorang gagal melihat orang lain sebagai saudara.