Berita Sumba Timur Hari Ini
Curhat Kadis Peternakan Sumba Timur: Sekarang Ada Kuota, Ada Sapi Tapi Tidak Ada Pembeli
selama ini tidak mengindikasikan adanya penyakit atau PMK. Karena itu ia meminta perhatian pemerintah pusat untuk hal ini.
Penulis: Ryan Nong | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ryan Nong
POS-KUPANG.COM, WAINGAPU - Wabah Penyakit Mulut dan Kuku atau PMK yang kian meluas berimbas pada penjualan ternak Sapi di Kabupaten Sumba Timur, Provinsi NT.
Meski masih berstatus zona hijau PMK, Pemerintah Pusat menerbitkan lockdown bagi Sapi dari Nusa Tenggara Timur termasuk Sumba Timur.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Peternakan Sumba Timur, drh. Yohanes Praing menyebut, kebijakan lockdown yang dikeluarkan pemerintah Pusat telah mempengaruhi perekonomian masyarakat khususnya dari subsektor peternakan.
Baca juga: Tiga Kabupaten di NTT Andalan Pemasok Sapi Tahun 2022, Kabupaten Kupang Terbanyak
Karena itu, dirinya meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan bagi Sumba Timur itu.
"Kami masih termasuk zona hijau. Sehingga sebenarnya tidak ada alasan yang cukup yang dikeluarkan tim satgas pemerintah pusat untuk melarang produk dari NTT untuk keluar atau lockdown. Ini kami mohon ditinjau kembali," ujar drh. Yohanes Praing saat diwawancara Rabu, 6 Juli 2022.
Ia menyebut, pengalaman mengirim atau mengantar-pulaukan ternak sapi ke Sulawesi Selatan yang dilakukan selama ini tidak mengindikasikan adanya penyakit atau PMK. Karena itu ia meminta perhatian pemerintah pusat untuk hal ini.
"Kami berulang kirim ke Sulawesi Selatan tidak didapati penyakit. Kalau lockdown, ekonomi rakyat terganggu, karena salah satu subsektor peternakan menjadi tumpuan ekonomi, anak sekolah, biaya hidup, biaya berobat hingga membiayai rumah tangga. Perlu perhatian pemerintah pusat untuk kondisi ini," sebut dia.
Ia menyebut, lazimnya ada kenaikan permintaan sapi menjelang hari raya kurban atau Idul Adha. Namun demikian, kondisinya agak berbeda untuk tahun ini.
Baca juga: Dinas Peternakan Kabupaten TTS Fokus Tangani Penyakit Endemis SE pada Ternak Sapi
Adanya penyakit mulut dan kuku menyebabkan pembeli di tingkat lokal, khususnya yang bertugas mengumpulkan ternak antar pulau tidak lagi membeli ternak untuk diantar-pulaukan ke jawa.
Jika ditilik kondisi sebenarnya, dia memastikan bahwa sapi tersedia, namun hingga kini tidak ada yang mau membeli untuk diantar-pulaukan.
"Cuma sekarang ya, kuota nya ada, sapinya ada tapi tidak ada pembeli. Kami siap antar pulaukan, kami siap sapinya, kani siap fasilitas ini, tapi kan pembeli tergantung pemodal dari luar," sebut dia.
"Keadaan ini sudah saya laporkan ke ibu kadis Peternakan Provinsi," tambah dia lagi.
Ruta Ndaku Humba (48) peternak sapi di Lambanapu, Kecamatan Kambera serta Hj. Usman Thalib (62) peternak sapi di Hambala yang ditemui POS-KUPANG.COM pada Rabu juga mengakui tingginya harga sapi saat ini.
Harga sapi kini mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Kenaikan harga beli itu disebabkan karena naiknya harga daging sapi di Pulau Jawa.
Sapi umur tiga tahun, menurut Hj. Usman, kini dihargai Rp 15an juta. Sementara itu sapi berusia empat tahunan dihargai Rp 20an juta.
Kuota Sapi Sumba Timur Tahun 2022
Sedangkan Kepala Dinas Peternakan Sumba Timur, drh. Yohanes Praing menyebutkan bahwa pemerintah provinsi Nusa Tenggara timur menetapkan alokasi yang boleh diantar-pulaukan selama 2022 sejumlah 2.500 ekor.
Izin kuota itu baru dikeluarkan pada akhir Januari 2022 lalu.
Hingga akhir Juni 2022, Dinas Kesehatan mencatat sebanyak 1.179 ekor sapi yang sudah diantar-pulaukan, sementara antar kabupaten sejumlah 500 ekor.
Kadis drh. Yohanes Praing menyebut, rata rata setiap bulan, sapi yang keluar dari Sumba Timur berkisar 250 hingga 300 ekor.
Pada tahun 2021 lalu, akumulasi ternak sapi dan kerbau yang keluar dari Sumba Timur berjumlah 11.000 ekor. Sementara, data populasi ternak sapi di Sumba Timur pada akhir 2021 sebanyak 39.764 ekor. (*)