KKB Papua
Petinggi KKB Papua Sampaikan 6 Tuntutan ke Jokowi, Termasuk Bebaskan Victor Yeimo dan 8 Mahasiswa
Benny Wenda mendesak Indonesia membebaskan semua tahanan politik, termasuk Victor Yeimo dan 8 mahasiswa Papua Barat.
Penulis: Alfons Nedabang | Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Petinggi Kelompok Kriminalitas Bersenjata atau KKB Papua Benny Wenda mendesak pemerintah Indonesia membebaskan semua tahanan politik, termasuk Victor Yeimo dan delapan mahasiswa Papua Barat yang melakukan protes.
Demikian pernyataan Benny Wenda yang saat ini menjabat sebagai Presiden Sementara Gerakan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua ( ULMWP ), dilansir dari laman website ULMWP, ulmwp.org pada Minggu 3 Juli 2022.
"Indonesia harus segera membebaskan semua tahanan politik Papua Barat, termasuk Victor Yeimo dan delapan mahasiswa yang ditangkap," kata Benny Wenda.
Delapan mahasiswa yang ditangkap pada bulan Desember 2021, yaitu Malvin Yobe, Devio Tekege, Ambros Elopere, Maksi You, Paul Zode Hilapok, Luis Sitok, Ernesto Matuan, dan Melvin Waine.
Menurut Benny Wenda, penangkapan itu tidak lain adalah upaya untuk membungkam seruan kami yang adil untuk kebebasan.
"Mereka telah ditahan atas tuduhan makar tanpa perawatan medis yang memadai selama enam bulan," tandas Benny Wenda.
Baca juga: Bos KKB Papua Tawar Solusi Damai, Benny Wenda Ajak Jokowi Bahas Referendum Papua Barat
"Apa kejahatan mereka? Hanya berdemonstrasi dengan bendera Bintang Kejora buatan sendiri pada hari nasional kita, hari ketika orang Papua Barat dan orang-orang di seluruh dunia mengekspresikan penentangan damai terhadap pemerintahan kolonial Indonesia," katanya.
Ia menolak pembaruan Otonomi Khusus Papua menjadi Daerah Otonomi Baru ( DOB ). "Indonesia telah meningkatkan penindasan mereka karena orang Papua Barat telah menolak pembaruan 'Otonomi Khusus' dan rencana Indonesia untuk membagi negara kita menjadi lima provinsi," tambah Benny Wenda.
Benny Wenda mengatakan, orang Papua Barat tidak menginginkan skema kolonial ini. Dia menyebut lebih dari 600.000 dari kami menandatangani petisi menentang Otonomi Khusus, dan ribuan orang turun ke jalan untuk memprotes penerapannya.
Benny Wenda juga mengatakan bahwa orang Papua akan terus memprotes. Oleh karena itu, Indonesia harus menyadari bahwa mereka tidak bisa memaksa rakyat Papua untuk menerima Otonomi Khusus, bahkan di bawah todongan senjata.
"Itu kebijakan Jakarta, bukan kebijakan Papua Barat," tegasnya.
Menurutnya, Otonomi Khusus Papua hanyalah tindakan pilihan bebas lainnya yang dipaksakan tanpa konsultasi dan bertentangan dengan keinginan penduduk asli Papua Barat.
"Daripada terus memaksakannya, Indonesia harus segera menarik militer mereka dan memberikan kami referendum yang kami tuntut sejak 1969," ujarnya.
Baca juga: Prajurit TNI Terus Jadi Korban KKB Papua, Danrem 172/PWY : Kita Butuh Antisipasi, Kewaspadaan!
Benny Wenda menyebut enam tuntutan ULMWP kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) :
Pertama, Pembebasan semua tahanan politik Papua Barat
Kedua, Pembatalan 'Otonomi Khusus' dan rencana untuk mengukir Papua Barat menjadi lima provinsi
Ketiga, Akses langsung ke Papua Barat untuk PBB untuk Hak Asasi Manusia
Keempat, Akses langsung ke Papua Barat untuk semua jurnalis
Kelima, Referendum kemerdekaan yang diawasi secara internasional
Keenam, Penarikan semua pasukan Indonesia dari Papua Barat
Benny Wenda juga menyerukan kepada dunia hentikan pendanaan Otonomi Khusus Papua dan penyiksaan rakyat.
"Dan kepada dunia saya katakan, hentikan pendanaan Otonomi Khusus Papua dan penyiksaan rakyat saya. Menentang pembaruan hukum kolonial yang memecah belah Indonesia. Dukung Visi Negara Hijau kami dan Papua Barat yang bebas dan demokratis," ujar Benny Wenda. (*)