Konflik Taiwan
Pakar Militer Taiwan Bongkar Alasan Jepang Memperlakukan Darurat Taiwan Seperti Miliknya
Lebih dari 90 persen orang dewasa Jepang percaya bahwa Jepang harus bersiap untuk tanggap darurat jika Beijing memutuskan untuk menyerang Taiwan.
Selain itu, PKC mengekspor model otoritarianisme digitalnya, seperti mengekspor teknologi pengawasan ke beberapa monarki di Timur Tengah, yang mengkhawatirkan negara-negara demokratis, kata Su.
Selain itu, PKC bertindak sebagai anggota yang tidak bertanggung jawab dalam komunitas internasional, lanjutnya. Ia ingin menumbangkan stabilitas masyarakat internasional berbasis aturan dengan menciptakan seperangkat aturan lain.
Ketika Amerika Serikat mengundang China untuk bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), awalnya berharap PKC akan melakukan reformasi politik setelah membuat kemajuan dalam pembangunan ekonomi, kata Su.
Namun, alih-alih memulai jalan yang benar, PKC telah menyimpang semakin jauh dari demokrasi, yang merupakan ancaman bagi peradaban manusia.
“Pengamatan saya, ini bukan hanya masalah Selat Taiwan, juga sama sekali bukan yang disebut masalah reunifikasi. Masalah Selat Taiwan adalah persaingan antara demokrasi dan otoritarianisme, dan itulah kuncinya.”
Alasan kedua sikap suportif Jepang adalah di luar pertimbangan kepentingan keamanan nasional, menurut Su.
Jepang mengandalkan jalur air dari Laut China Selatan melalui perairan sekitar Taiwan untuk mendapatkan 90 persen minyak mentah dan 76 persen gas alamnya. Ekspornya ke Eropa lebih mengandalkan jalur air ini, kata Su.
“Itulah mengapa elite politik Jepang percaya bahwa 'jika Taiwan memiliki masalah, maka Jepang memiliki masalah.' 'Jalan hidup maritimnya' sangat bergantung pada keamanan Taiwan," urai Su.
Dia percaya bahwa ekspansionisme militer PKC adalah alasan lain bagi Jepang untuk mendukung Taiwan.
PKC telah menjadi ancaman nyata bagi perdamaian dunia, karena terobsesi dengan ekspansi militer, berpikir bahwa hanya ekspansi militer yang akan menjamin keamanan nasional, kata Su.
Kubu demokrasi kini telah membentuk aliansi yang lebih kuat di bawah ancaman PKC.
“Invasi Putin ke Ukraina adalah analogi yang sangat bagus. Dia telah mencapai apa yang tidak dapat dilakukan Trump maupun Biden, yaitu menyatukan seluruh NATO,” jelas Su.
Melonggarkan Kontrol Ekspor pada Peralatan Pertahanan
Sebuah artikel 28 Mei dari The Japan Times mengungkapkan bahwa pemerintah Jepang sedang mendiskusikan relaksasi lebih lanjut dari langkah-langkah pengendalian ekspor untuk peralatan pertahanan, berharap untuk meningkatkan kerjasama dengan sekutu dan memperkuat pencegahan terhadap PKC.
Pada tahun 2014, Jepang menetapkan Tiga Prinsip Transfer Alutsista dan Teknologi sebagai langkah awal untuk melonggarkan larangan ekspornya, namun ekspor senjata mematikan tetap dilarang.