Berita NTT Hari Ini

Lima Bulan Gaji Tak Dibayar, Guru Honor di NTT Rela Mengajar

Sektor pendidikan masih menjadi perhatian. Persoalan demi persoalan terus menggerogoti, tempat yang konon melahirkan

Editor: Ferry Ndoen
ISANDA NGGADAS Untuk POS-KUPANG.COM
foto ilustrasi Guru SDN Tuakau sementara mengajar 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sektor pendidikan masih menjadi perhatian. Persoalan demi persoalan terus menggerogoti, tempat yang konon melahirkan generasi cerdas penerus bangsa. Selain fasilitas, tenaga pendidik pada hampir semua sekolah, terutama dipelosok masih terbelakang. Belum serius diperhatikan, nasib dan kesejahteraan. 

Alih-alih menginginkan kualitas pendidikan yang bagus, tenaga pendidik harus rela berjalan kaki puluhan kilometer, gaji yang tidak terbayar hingga upah yang jauh dibawa layak. Tugas berat terlihat didepan mata tiap waktu, demi satu tujuan mulia. Mencerdaskan kehidupan anak bangsa. 

Kabar buruk tentang pendidikan terus bergentayangan menghantui tiap orang sebagai pelaku dalam pendidikan. Terbaru, ratusan guru Sekolah Luar Biasa (SLB) di NTT, mengaku nyaris putus asa dengan kesejahteraan yang tak kunjung diberikan selama lima bulan. Aduan telah disampaikan ke berbagai pihak yang bertanggungjawab. Tetap saja, janji dan janji masih diterima oleh para pahlawan tanpa tanda jasa ini. 

Anita (bukan nama sebenarnya) misalnya, berkata sudah enam bulan terakhir ia harus berhutang ke tetangganya untuk menghidupi keluarga. Sejak awal tahun, memang keuangan rumah tangganya masih terbilang aman. Sebab, masih ada tabungan yang ia bisa manfaatkan. Kehidupan ia dan keluarganya, mulai terpuruk sejak bulan Maret. 

"Biasanya tiap tahun itu dia macet diawal bulan jadi paling terlambat itu bulan Maret gaji sudah normal maka saya bisa atasi keluarga. Tapi ini kali memang tidak bisa lagi," kata dia, meminta identitas dirinya tidak dikorankan. 

Dengan menghidupi tiga orang anaknya yang sedang berada bangku sekolah. Untuk ke sekolah, Anita harus berjalan kaki dari tempat tinggalnya, menuju ke jalur umum dan menumpang kendaraan ke salah satu sekolah SLB untuk mengajar. Rutinitas itu ditempuh tiap hari olehnya. 

Bila tak ada kendaraan yang bisa ditumpangi, Anita membayar ojek untuk mengantarnya. Sekali lagi, Anita berhutang agar bisa menunaikan tugasnya sebagai seorang guru di sekolah luar biasa. Meski terbebani dengan kehidupan keluarga yang menderah, pasca meninggalnya suami pada 2019 lalu, Antia berujar bahwa dirinya tetap mengajar. 

Baca juga: Presiden Jokowi Bagi BMK dan BLT Untuk Warga Sumba Timur

Dia memang tidak ingin beban kehidupan keluarganya justru berdampak pada tempat kerjanya. Apalagi, untuk mengasuh anak dididiknya berkebutuhan khusus, profesi itu tetap dijalankan dengan keperihan yang kian hari menumpuk. 

Ketulusan mengabdi, baginya telah ia tanamkan sejak memulai karirnya sejak 1999 lalu. Perlakuan yang menyenangkan berkaitan dengan kesejahteraan, kerap kali diterima. Seperti rutinitas. Namun, sejak kepergian suaminya, titik berat berada pada dirinya. Harapan membeli beras dan kelangsungan hidup, berada dibesaran gaji yang diterima tiap bulannya. 

"Kami terima itu kan 2.100.000. Itu potong 100 untuk BPJS. Sisanya ini untuk anak sekolah, makan sehari. Sekarang kalau ada utang ini lagi, terima habis langsung bayar. Kami juga bingung," ucapnya. 

Anita menaruh harap penuh pada kebijakan dinas terkait agar upah ia dan ratusan guru honor lainnya bisa segera diterima. Selain harus diperhadapkan dengan anak didik yang difabel, kehidupan keluarga juga menjadi tanggungjawab yang tidak bisa dihindari. Beban ganda ini perlu menjadi perhatia. (Fan)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved