Berita Rote Ndao Hari Ini
Mengintip Eksotisnya Padang Janda di Pulau Nuse, Kabupaten Rote Ndao, Ini Sejarahnya
Pulau Nuse, sebuah pulau mungil yang dahulu kosong, kini merupakan sebuah desa dengan penduduk rata-tata berprofesi sebagai nelayan
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Mario Giovani Teti
POS-KUPANG.COM, ROTE NDAO - Pulau Nuse, sebuah pulau mungil yang dahulu kosong, kini merupakan sebuah desa dengan penduduk rata-tata berprofesi sebagai nelayan.
Biarpun kecil, namun di atas pulau ini, Sang Khalik menunjukan karyaNya yang luar biasa. Alamnya begitu indah, menyimpan sejuta kekayaan, baik di laut dan di darat, yang belum banyak diketahui.
Pulau Nuse, di zaman dahulu, merupakan sebuah pulau tanpa penghuni. Pulau ini, dikisahkan, mula-mula diduduki setelah terdampar sebuah perahu dari Sabu, yang ditumpangi oleh dua orang.
Kedua leluhur tersebut yakni Ama Rohi dan Ina Kore. Keduanya, hanya tinggal sebentar, karena di pulau tersebut memang tidak ada siapa-siapa.
Sebelum meninggalkan Pulau Nuse, keduanya berusaha mencari sumber air, karena persediaan yang dibawa sudah hampir habis. Akhirnya, ditemukan setelah menggali sumur yang hingga kini dikenal dengan nama ‘Oe ama Rohi’. Yang berarti sumur ama Rohi.
“Sumurnya masih ada di Saindao, di bagian Barat pulau Nuse. Namanya sumur ama Rohi, atau Oe ama Rohi,” tandas Kepala Desa Nuse, Hesron Pasole, kepada POS-KUPANG.COM, Jumat, 06 Mei 2022.
Baca juga: Perang Rusia vs Ukraina:Ternyata Rusia Tak Sendirian, Ini Negara Siap Bantu Rusia jika Ada Serangan
Ia menceriterakan, selang beberapa waktu setelah kepergian Ama Rohi dan Ina Kore dari pulau Nuse, datanglah penduduk dari daerah Oenale. Namanya ‘Ba’i Po, beberapa keluarganya yang merupakan suku Pasole.
Meskipun sudah ada yang menginjakan kaki di pulau tersebut, tetap saja Nuse belum memiliki nama. Yang kemudian nama Nuse, diambil dari kata ‘Nus’ yang berarti cumi-cumi.
“Waktu itu, bangsa Portugis ketemu dan tanya nama pulau kepada ba’i Po, yang baru pulang dari laut. Tapi karena tidak mengerti bahasa Portugis, maka ba’i Po, bilang Nus,” terang Hesron.
Tambahnya Kebetulan ba’i Po, ada bawa beberapa ekor cumi-cumi, maka dikira itu yang ditanya. Karena ‘Nus’ dalam bahasa Oenale, adalah cumi-cumi. Sehingga Nuse mulai dipakai oleh bangsa Portugis sebagai nama pulau kami hingga saat ini.
Dikatakan Kades Hesron, tak hanya ba’i Po dan keluarganya, beberapa suku di Oenale, kemudian berdatangan untuk tinggal di pulau Nuse. Dengan hasil laut yang melimpah merupakan sumber penghasilan utama penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan.
Baca juga: Jendela Transfer Pemain 2022: Teka-teki Pemain Asing Baru Persib Bandung, Mengerucut 2 Nama Ini
Fakta historisnya, Nuse, menjadi bagian dari kerajaan Ndao, yang dipimpin oleh raja Sadrak Kotten. Di mana, terdapat lima orang temukung yang bertugas membantu sang raja. Dan satu dari lima orang temukung, adalah Fredik Pasole, sebagai Temukung di pulau Nuse.
Dalam perkembangan selanjutnya, hingga Rote Ndao berdiri sebagai daerah otonom pada tahun 2002, Nuse, masih merupakan sebuah wilayah dusun dari Desa Ndao Nuse, Kecamatan Rote Barat. Yang kemudian berkembang menjadi desa persiapan di tahun 2010.
“Setelah masa kerajaan dihapus, Ndao dan Nuse menjadi satu desa yaitu Desa Ndao Nuse. Lalu pada tahun 2010, Nuse menjadi desa persiapan yang dijabat oleh penjabat Kepala Desa (Kades) persiapan, Jermias O Lani,” tutur Kades Hesron.
Dari desa persiapan, Nuse, kemudian berubah status menjadi desa definitf. Yang kemudian melalui hasil Pemilihan Kepala Desa (Pilkades), Hesron Pasole, terpilih sebagai Kades Nuse pertama, yang masih terus mengemban kepercayaan warganya dengan kembali terpilih pada Pilkades tahun 2020 lalu.
Pulau Nuse, meskipun letaknya terpisah, tetapi tak jauh dari pulau Rote. Tepatnya di pantai Tongga dan Say, desa Mbueain Kecamatan Rote Bart, bentangan pasir putih dapat diteropong dalam kaca mata pengunjung.
Ketika langit sedang cerah, sinar matahari yang dengan bebas memantulkan panorama indah pada laut yang mengelilingi pulau Nuse. Air laut yang jernih berwarna hijau kebiruan, merupakan magnet yang ada di pulau Nuse.
Berangkat dari keindahanya itu, tak heran kalau pulau Nuse, saat ini mulai ramai dikunjungi. Banyak pengunjung berbondong-bondong menyeberang dengan menumpangi perahu-perahu nelayan. Dengan tarif yang begitu murah, setiap penumpang hanya ditarik biaya senilai Rp. 25.000 per orang.
“Kalau untuk penumpang, katong patok Rp. 50.000 per orang. Tapi itu untuk Pulang Pergi (PP). Dan biar lagi ramai pun, katong tetap pakai tarif itu,” jelas Adrianus Nassa, salah satu pemilik perahu dari pulau Nuse.
Harga yang relatif murah itu, ia mengaku sudah digunakan beberapa kali dengan mengangkut sejumlah wisatawan lokal. Jasa atau biaya angkut, dikatakan Adrianus masih bisa dinegosiasikan jika pengunjung yang datang dalam rombongan.
“Kalau rombongan, beda lagi. Bisa Rp. 500.000 atau Rp. 400.000, antar dan jemput. Tergantung hasil nego dengan jumlah orang,” tandas Adrianus.
Menurutnya, saat ini pengunjung memang ramai sekali. Karena saat ini adalah puncak musim bunga di padang ‘Janda’ hingga awal Juni. Sehingga banyak pengunjung yang datang dengan manfaatkan hari libur Idul Fitri.
"Bukan saja dari Rote, dari Kupang hingga luar NTT juga ada. Mereka datang cuma mau foto-foto di padang langsung pulang. Ada juga yang nginap satu malam baru balik,” tutup Adrianus. (Cr.10)
