Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Minggu 8 Mei 2022: Gembala Berbau Domba
Gereja saat ini melaju dalam gelombang revolusi sosial dan kultural dahsyat. Dunia politik sedang dilanda revolusi populisme kanan.
Renungan Harian Katolik Minggu 8 Mei 2022, Minggu Paska IV: Gembala Berbau Domba (Yoh 10: 27-30)
Oleh: RP. Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Saya tertarik dengan tulisan I Made Supriatma tentang Imam, perutusan dan kehidupannya. Saya kutip beberapa bagian sebagai kritik konstruktif sekaligus oase refleksi bagi saya, rekan-rekan Imam dan siapa saja yang menjadi gembala dalam konteks luas.
Sabda Allah tidak terkungkung dalam penafsiran yang sempit. Dia bisa “berbicara” dalam konteks yang lebih luas. Kerendahan hati menerima kritik adalah jalan menjadi bijaksana dalam ziarah ini.
Gereja saat ini melaju dalam gelombang revolusi sosial dan kultural dahsyat. Dunia politik sedang dilanda revolusi populisme kanan.
Dalam ruang ekonomi, berlangsung penguatan kekuasaan ekonomi (dan politik) orang-orang kaya dengan akumulasi dan tumpukan kekayaan yang terus menggunung. Warga gamang dalam tsunami informasi.
Situasi ini membuat Gereja kehilangan arah. Sementara Imam-imam berlomba-lomba menjadi spiritualis yang nyaris tidak bisa dibedakan lagi dengan motivator.
Sebagian Imam berusaha menjadi spiritualis murni, berdoa, bermeditasi, menemukan kedamaian dalam hening dan menutup pintu diri dari realitas.
Sebagian menjadi komedian dadakan: bersusah payah menyisipkan ajaran iman di antara gelak tawa yang membuat umat tertawa senang, tidak peduli apakah mereka ingat Tuhan dan sesama atau tidak.
Ada juga yang memoles diri dengan pakaian-pakaian adat, tampil nyentrik dengan ikat kepala kain sehingga kita susah membedakan seorang Imam dan dukun.
Ada tipe Imam yang tampil bak politisi, tanpa pernah mengaku sebagai politisi: mereka menjual kredensial Imamatnya untuk kepentingan diri, menjadi partisan membela orang kaya dan menjadi penasihat orang berkuasa.
Apa yang hilang zaman ini? Yang hilang adalah Imam-Imam yang bekerja dari akar rumput, yang menemukan imannya dari bawah. Yang berjuang untuk keadilan semata-mata untuk menjalankan imannya (Setyawan: 2021).
Kritik ini menjadi cambuk agar berani bergerak dari kemapanan dinding pastoran dan biara, berefleksi dan dengan kreatif menemukan bentuk-bentuk pelayanan yang sungguh menyentuh akar rumput.
Kritik ini sejalan dengan ajakan Paus Fransiskus agar para Imam menjadi “Gembala berbau Domba.” Imam yang sungguh terlibat dalam kecemasan umat dan harapan dunia.
Waktu kecil di Lembata, saya selalu merindukan kunjungan pastoral dari para misionaris Serikat Sabda Allah/Societas Verbi Divini (SVD) ke kampung-kampung.
Biasanya, mereka bermalam, mengunjungi umat, memberi sakramen, rayakan Ekaristi, mendengarkan suara umat.
Model pastoral ini perlahan memudar kalau tidak mau disebut “menghilang” dari reksa pastoral milenial.
Paus Fransiskus mengajak para Gembala agar menggerakkan pastoral blusukan untuk membangun jembatan penghubung, merangkul sesama, serta menyentuh realitas penderitaan.
Gagasan pastoral blusukan Paus Fransiskus ini mendapat peneguhan dalam Ensiklik Evangelii Gaudium (Sukacita Injili) dimana ia mengajak komunitas Katolik agar membuka pintu Gereja selebar-lebarnya. Gereja bukan untuk yang sempurna, melainkan bagi siapa saja yang ingin mencari Tuhan.
Paus memprioritaskan Gereja bagi orang miskin, Gereja yang memar, terluka, sakit karena menjumpai orang.
Lebih baik sakit karena melayani ke luar, daripada sakit karena diam di dalam dan sibuk dengan dirinya sendiri. Sebab kemapanan dapat menyebabkan Gereja sakit secara spiritual.
Gaya pastoral blusukan sebenarnya bukan barang baru bagi Gereja Katolik. Para misionaris zaman dulu sudah mempraktikkan model pastoral blusukan itu dalam karya misi.
Jantung Gereja adalah misi. Pewartaan Injil harus ikut menegakkan keadilan supaya bermakna. Semangat ini selaras dengan dokumen Redemptoris Missio yang menegaskan bahwa hakikat Gereja adalah misioner.
Ciri kehidupan misi adalah kegembiraan batiniah yang berasal dari iman. Misionaris adalah manusia yang cinta akan Kristus, Gereja, dan lingkungan hidup.
Tanpa cinta, semuanya tidak akan menjadi bermakna. Gereja mesti berwajah orang miskin, para pencari Tuhan yang memar, terluka, sakit dalam perjumpaan yang menyatukan menuju pertobatan dunia.
Pertobatan Gereja ini akan menjadi energi spiritual untuk melawan apa yang oleh Paus Fransiskus digambarkan sebagai bahaya “globalisasi ketidakpedulian”.
Budaya berkecukupan dan mengejar kemakmuran menjadikan orang cenderung hanya memikirkan diri sendiri.
Akibatnya, orang tidak peduli dengan jerit tangis orang lain. Hidup hanya seperti sabun: yang tampak indah adalah busa tapi tak berisi.
Penuh bayangan kosong, tertutup, dan tidak peduli pada sesama. Itulah globalisasi ketidakpedulian yang sedang melanda masyarakat dewasa ini (HIDUP 18/01/2018).
Bagaimana menjadi gembala berbau domba dalam konteks Biblis?
Judith Fain pernah melakukan riset perihal cara orang Israel menggembalakan dombanya. Dia menghabiskan waktu beberapa bulan di Israel.
Mencari rumput bukanlah hal yang mudah bagi penggembala Israel karena kondisi tanah yang berbatu. Hal ini membuat para gembala harus lebih aktif (CBN 16819).
Suatu hari Judith menjumpai tiga orang penggembala dengan kelompok dombanya bertemu di sebuah jalan dekat kota Yerusalem.
Tiga orang penggembala itu berbincang sejenak dan saat berbincang, domba-domba gembalaannya bercampur baur menjadi satu kelompok besar.
Judith sangat tertarik dan ingin tahu bagaimana tiga gembala itu memisahkan domba miliknya satu sama lain. Maka ia menunggu sampai tiga orang itu berpisah.
Dia begitu tertegun saat melihat gembala-gembala itu memanggil domba-dombanya. Saat mendengarkan suara gembala-gembala itu, sebuah keajaiban hadir: domba-domba itu memisahkan diri dari kelompok besar dan mengikuti gembalanya.
Sepertinya selama ribuan tahun cara menggembalakan domba di Israel tidak berubah.
“Ada bersama” selama rentang waktu yang panjang itu merekatkan hati gembala dan domba. Ada rasa saling percaya yang ditumbuhkan dalam “ada bersama” itu.
“...Tetapi kamu tidak percaya karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku. Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku!” (Yohanes 10:27)
Domba bukanlah hewan yang bodoh seperti anggapan banyak orang. Sebab, domba adalah hewan penuh perhatian. Dia memiliki pendengaran yang tajam sehingga bisa membedakan siapa gembalanya.
Cara seorang gembala membuat domba itu bisa mengikutinya adalah memberi makan domba itu dari tangannya, dekat dengan domba-dombanya, berbicara kepada mereka sehingga domba-domba itu mengenali suaranya dan menaruh kepercayaan kepadanya.
Jadi ketika gembala itu berjalan di depan, domba-domba mengikuti dia karena mereka percaya bahwa gembala akan menuntun mereka mendapatkan makanan dan minuman.
“Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku” (Yoh 10:28).
Gembala berbau domba setia hadirkan jaminan keselamatan. Terkadang, ia mesti korbankan diri dan hidupnya. Ia tidak sekadar mengantar domba hingga tujuan tapi merawat hidupnya dan menjaganya dari aneka bahaya. *
Teks Lengkap Bacaan Renungan Katolik 8 Mei 2022:

Bacaan Pertama: Kis. 13:14,43-52
Pada suatu hari Paulus dan Barnabas melanjutkan perjalanan dari Perga, lalu tiba di Antiokhia di Pisidia.
Pada hari Sabat mereka pergi ke rumah ibadat, lalu duduk di situ. Setelah selesai ibadat, banyak orang Yahudi dan penganut agama Yahudi yang takut akan Allah mengikuti Paulus dan Barnabas.
Kedua rasul itu lalu mengajar dan menasihati mereka supaya tetap hidup di dalam kasih karunia Allah. Pada hari Sabat berikutnya berkumpullah hampir seluruh kota itu untuk mendengar firman Allah.
Akan tetapi, ketika orang Yahudi melihat orang banyak itu, penuhlah mereka dengan iri hati, dan sambil menghujat, mereka membantah apa yang dikatakan Paulus.
Tetapi dengan berani Paulus dan Barnabas berkata, “Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu!
Tetapi kamu menolaknya, dan menganggap dirimu tidak layak beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada bangsa-bangsa lain.
Sebab inilah yang diperintahkan kepada kami: Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi.”
Mendengar itu, bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah, dan mereka memuliakan firman Tuhan.
Dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya. Lalu firman Tuhan disiarkan di seluruh daerah itu.
Tetapi orang-orang Yahudi menghasut perempuan-perempuan terkemuka yang takut akan Allah, dan pembesar-pembesar di kota itu.
Begitulah mereka menimbulkan penganiayaan atas Paulus dan Barnabas, dan mengusir mereka dari daerah itu. Akan tetapi Paulus dan Barnabas mengebaskan debu kaki mereka sebagai peringatan bagi orang-orang itu, lalu pergi ke Ikonium. Dan murid-murid di Antiokhia penuh dengan sukacita dan dengan Roh Kudus.
Demikianlah Sabda Tuhan
U. Syukur Kepada Allah.
Mazmur Tanggapan: Mzm. 100:2,3,5
Ref.: Bahagia kuterikat pada Yahwe. Harapanku pada Allah Tuhanku.
- Beribadahlah kepada Tuhan dengan sukacita, datanglah kehadapan-Nya dengan sorak-sorai!
- Ketahuilah bahwa Tuhan itu Allah; Dialah yang menjadikan kita. Punya Dialah kita, kita ini umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya.
- Sebab Tuhan itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya; kesetiaan-Nya tetap turun-menurun, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya.
Bacaan Kedua: Why. 7:9,14b-17
Aku, Yohanes, mendapat penglihatan sebagai berikut: Nampaklah suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku, kaum dan bahasa.
Mereka berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Lalu seorang dari antara tua-tua itu berkata kepadaku, “Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan besar.
Mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba. Karena itu mereka berdiri di hadapan takhta Allah dan siang malam melayani Dia di Bait Suci-Nya.
Dan Ia yang duduk di atas takhta itu akan membentangkan kemah-Nya di atas mereka. Mereka tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi; matahari atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi.
Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu akan menggembalakan mereka, dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka.”
Demikianlah Sabda Tuhan
U. Syukur Kepada Allah.
Bait Pengantar Injil: PS 961
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya.
Akulah gembala yang baik. Aku mengenal semua domba-Ku, dan domba-domba-Ku mengenak Aku.
Bacaan Injil: Yoh. 10:27-30
Pada suatu hari Yesus berkata kepada orang-orang Farisi, “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku; Aku mengenal mereka, dan mereka mengikut Aku.
Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka, dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya, dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.
Bapa-Ku yang memberikan mereka kepada-Ku lebih besar daripada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah satu.”
Demikianlah Sabda Tuhan.
U. Terpujilah Kristus.