Berita Papua

Keluhan Mahasiswa Papua Usai Dipotong Beasiswanya, "Saya Tinggal Ilegal di Selandia Baru Saat Ini"

Sekelompok mahasiswa Papua Barat mendesak pemerintah Selandia Baru untuk tidak mendeportasi mereka setelah beasiswa mereka tiba-tiba dicabut.

Editor: Agustinus Sape
ABC.NET.AU
Laurens Ikinia, salah satu mahasiswa Papua di Selandia Baru yang beasiswanya dihentikan Pemerintah Papua. 

Keluhan Mahasiswa Papua yang Telah Dipotong Sepihak Beasiswanya, "Saya Tinggal Ilegal di Selandia Baru Saat Ini"

POS-KUPANG.COM - Sekelompok mahasiswa Papua Barat mendesak pemerintah Selandia Baru untuk tidak mendeportasi mereka setelah beasiswa universitas mereka tiba-tiba dicabut.

Pada bulan Januari 2022 pemerintah Papua memotong dana beasiswa untuk sekitar 40 mahasiswa asal daerah setempat yang sedang belajar di universitas di Selandia Baru.

Mahasiswa magister komunikasi Laurens Ikinia mengatakan itu benar-benar mengejutkan, hanya beberapa bulan sebelum dia menyelesaikan gelarnya di Universitas Teknologi Aukland.

Dia mengatakan klaim pemerintah Papua bahwa para siswa tertinggal dalam studi mereka "tidak berdasar".

Mereka menempatkan segalanya, seperti semua detail, program dan tahun kami memulai, dan tahun yang diharapkan untuk selesai, semuanya salah," kata Ikinia kepada ABC.

Pria berusia 26 tahun itu mengajukan banding ke departemen imigrasi Selandia Baru untuk memulihkan visa pelajarnya, yang habis masa berlakunya pada Oktober tahun lalu.

"Saya tinggal di Selandia Baru secara ilegal saat ini, [itu] status saya," katanya.

Ikinia mengatakan para siswa telah diberikan jaminan dari pejabat imigrasi Selandia Baru bahwa mereka tidak akan dideportasi.

Dia mengatakan departemen imigrasi telah membentuk tim untuk melihat situasi para siswa.

"Kami diberitahu bahwa mereka akan memberi kami visa sesuai dengan aplikasi kami," katanya.

Departemen imigrasi Selandia Baru belum menanggapi pertanyaan ABC tentang perjuangan visa pelajar.

Anggota parlemen dari Partai Hijau Teanau Tuiono mengatakan pemerintah Selandia Baru perlu berbuat lebih banyak untuk membantu para pemuda Papua Barat.

"Ada kesalahan administrasi atau salah urus ... dari cara program itu diselenggarakan di seluruh dunia, tapi tidak ada yang salah dari para siswa," kata Tuiono.

"Saya juga melihat ini sebagai solidaritas antara masyarakat adat. Saya Maori di sini di Aotearoa, Selandia Baru."

100 siswa Papua Barat lainnya di seluruh Australia, Amerika Serikat dan Kanada juga telah dibatalkan beasiswa mereka.

Mahasiswa Internasional asal Papua saat pertemuan di Palmerston North, Selandia Baru.
Mahasiswa Internasional asal Papua saat pertemuan di Palmerston North, Selandia Baru. (FOTO: DOKUMEN MAHASISWA)

Pemerintah Papua dan Indonesia belum menanggapi pertanyaan rinci ABC tentang beasiswa siswa.

Laurens Ikinia adalah salah satu dari 40 mahasiswa Papua yang tengah menggantungkan masa depannya dengan kuliah di luar negeri.

Dia mengaku kesempatan untuk belajar di universitas mancanegara seperti Australia, Selandia Baru, atau Amerika Serikat, sangat berarti untuk "mengangkat martabatnya sebagai Orang Asli Papua.

Pada tahun 2015, Laurens mendapatkan beasiswa dari pemerintah Provinsi Papua untuk melanjutkan studi ke universitas di Selandia Baru.

Dia hanya tinggal beberapa bulan lagi untuk menyelesaikan jenjang S2 Ilmu Komunikasi di Universitas Teknologi Auckland.

Cita-citanya adalah menjadi seorang jurnalis.

Tapi mimpi itu tiba-tiba tertunda. Awal tahun ini, Laurens diberitahu oleh Pemerintah Papua bahwa beasiswanya telah dibatalkan.

Sekitar 40 mahasiswa Papua di Selandia Baru menerima surat yang menyatakan mereka harus kembali ke Papua karena tidak menyelesaikan studi tepat waktu.

Laurens mengaku kaget sekali.

"Itu alasan yang tidak berdasar, karena berdasarkan data dan berdasarkan catatan, semua detail yang mereka tulis seperti program dan tahun kami mulai serta tahun kami diharapkan sudah menyelesaikan studi, semuanya salah total," kata Laurens kepada ABC News.

Menurut Laurens, dia dan mahasiswa lainnya lain berada di jalur yang benar dan tidak tertinggal dalam studi mereka.

Mereka telah meminta pemerintah untuk mengembalikan beasiswa mereka, tetapi belum menerima tanggapan.

Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Indonesia juga belum menanggapi pertanyaan rinci ABC.

Para mahasiswa seperti Laurens kini berjuang untuk tinggal di Selandia Baru dan menyelesaikan studi mereka.

“Kami tidak ingin pulang tanpa memiliki kualifikasi dan gelar sama sekali.”

Mereka mendapat dukungan dari anggota parlemen Partai Hijau Selandia Baru, Teanau Tuiono.

"Tidak masuk akal bagi mereka untuk mundur dan pulang, dan lebih masuk akal bagi mereka untuk benar-benar mencari jalan untuk menyelesaikan kualifikasi mereka dan melakukan semua hal baik yang ingin mereka lakukan untuk komunitas mereka," kata Teanau.

Teanau Tuiono telah melobi pemerintah Selandia Baru untuk membantu para mahasiswa ini.

"Saya juga melihat ini sebagai solidaritas antara masyarakat adat, seperti saya orang Maori di sini, di Ottawa, Selandia Baru.”

Salah satu masalah yang paling mendesak bagi mahasiswa Papua ini adalah visa mereka.

Visa pelajar Laurens berakhir pada bulan Oktober, tetapi dia belum dapat memperbaruinya tanpa surat sponsor dari Pemerintah Papua

Laurens mengatakan para siswa baru-baru ini diyakinkan oleh pejabat imigrasi Selandia Baru bahwa mereka tidak akan dideportasi.

Dia mengatakan departemen telah membentuk tim khusus untuk melihat situasi siswa.

“Kami diberitahu bahwa mereka akan memberi kami ruang sesuai dengan aplikasi kami.”

Teanau Tuiono menyambut langkah tersebut, namun dia mengatakan para siswa juga membutuhkan dukungan keuangan karena tunjangan hidup mereka dari pemerintah Papua akan dhentikan.

Sumber: abc.net.au

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved