Timor Leste
Timor Leste: Presiden yang Baru Perlu Mendengarkan
Dalam pertempuran untuk kepemimpinan, bagian integral dari kebaikan pemerintahan telah diabaikan: mendengarkan rakyat.
Timor Leste: Presiden yang Baru Perlu Mendengarkan
Dalam pertempuran untuk kepemimpinan, bagian integral dari kebaikan pemerintahan telah diabaikan: mendengarkan rakyat.
Oleh: Joao da Cruz Cardoso
POS-KUPANG.COM - Setelah pemilihan putaran kedua presiden Timor Leste pada 19 April 2022, Jose Ramos Horta telah dikukuhkan sebagai presiden negara berikutnya dalam kemenangan telak atas Francisco “Lú-Olo” Guterres.
Hasilnya mengungkapkan sebuah panggung politik masih didominasi oleh garda lama – para pahlawan perjuangan kemerdekaan.
Kampanye pemilu memberikan gambaran sekilas tentang keretakan antara teman seperjuangan, sekaligus memperkuat aliansi partai-partai politik yang membentuk pemerintahan saat ini.
Baik Jose Maria Vasconcelos “Taur Matan Ruak” (presiden Partido Libertaçao Popular, PLP) dan Jose dos Santos Naimori Bukar (presiden Partido Kmanek Haburas Unidade Nasional Timor Oan, KHUNTO) berkampanye untuk Guterres yang sedang menjabat.
Berdasarkan debat terakhir antara Ramos Horta dan Guterres pada 13 April, fokus pemilihan presiden masih sangat banyak pada konstitusionalitas penolakan Guterres untuk bersumpah 11 anggota kabinet, sembilan di antaranya dari Congresso Nacional de Reconstruçao de Timor (CNRT), serta alasan pembubaran parlemen nasional jika Ramos Horta menjadi presiden berikutnya.
Sementara debat menekankan bahwa menjaga perdamaian dan stabilitas adalah peran kunci presiden, debat itu hampir tidak menyentuh perjuangan sehari-hari yang dihadapi oleh penduduk negara itu.
Pertama, kemiskinan yang meluas.
Berdasarkan survei Kemiskinan di Timor Leste, 41,8 persen penduduk negara itu hidup di bawah garis kemiskinan nasional pada tahun 2014.
Indeks Kemiskinan Multidimensi (MPI) menunjukkan bahwa 45,8 persen orang Timor-Leste miskin secara multidimensi (di wilayah kesehatan, pendidikan dan standar hidup), dan 26,1 persen rentan terhadap kemiskinan multidimensi pada tahun 2016.
Ini berarti bahwa negara ini belum melakukan cukup banyak untuk meningkatkan ketersediaan dan akses ke tiga dimensi yang digunakan untuk mengukur MPI.
Kedua, pengangguran, yang mana sektor penduduk yang paling terkena dampaknya adalah kaum muda.
Menurut Analytical Report on Labour Force, tingkat pengangguran kaum muda pada tahun 2015 mencapai 12,3 persen, jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 4,8 persen.