Ramadan 2022
Muhammadiyah Tetap Puasa Mulai Sabtu 2 April, Tak Diundang Ikut Sidang Isbat
PP Muhammadiyah sejak jauh hari memang sudah menetapkan awal puasa dengan metode perhitungan astronomis.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah tetap menjalankan ibadah puasa mulai hari Sabtu 2 Apri 2022, kendati pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenang) menetapkan 1 Ramadan 1443 Hijriah di Indonesia jatuh pada 3 April 2022.
PP Muhammadiyah sejak jauh hari memang sudah menetapkan awal puasa dengan metode perhitungan astronomis atau hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Dengan perhitungan astronomis itu, Muhammadiyah sudah jauh-jauh hari menetapkan 1 Ramadan jatuh pada 2 April 2022.
Selain menetapkan 1 Ramadan, Muhammadiyah juga menetapkan 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri 2022 pada Senin, 2 Mei 2022.
Dalam sebuah wawancara, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan metode hisab Muhammadiyah dalam menentukan Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha hingga waktu-waktu salat, sudah digunakan sejak lama, yakni sejak organisasi ini didirikan oleh KH Ahmad Dahlan.
Baca juga: Menteri Agama Umumkan Hasil Sidang Isbat: 1 Ramadan 1443 Hijriyah Jatuh pada Minggu 3 April 2022
"Jadi dalam kaitan ini sebenarnya bukan praktik yang baru di Muhammadiyah, karena Muhammadiyah berpendapat penetapan awal Ramadan dan akhir Ramadan serta Idul Adha merupakan satu rangkaian dalam ibadah," kata Mu'ti, Jumat 1 April 2022.
Dengan metode yang digunakan itu, kata dia, maka berapapun posisi hilal jika memang perhitungan sudah masuk, maka dihitung sebagai bulan baru. Hal itu jelas Mu'ti, berdasarkan pada firman Allah di beberapa surat, seperti Surat Ar-Rahman maupun Surat Yunus.
Maka sedari awal, lanjut dia, Muhammadiyah telah memutuskan waktu-waktu untuk Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha. "Jadi selalu kalau Muhammadiyah selalu mengumumkan hasil hisab itu three in one," katanya.
Cara yang digunakan Muhammadiyah itu berbeda dengan pemerintah yang menerapkan metode manual melihat awal bulan sabit (rukyatul hilal) dengan teleskop. Bahkan dalam sidang sidang isbat tahun ini pemerintah juga membuat perubahan kriteria hilal awal bulan, yang semula dianggap masuk jika posisi hilal saat matahari terbenam sudah 2 derajat, tapi sekarang 3 derajat. Kriteria baru itu merujuk kesepakatan MABIMS (Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) telah berlaku.
Metoda pemerintah ini sama dengan metode yang dipakai Nahdlatul Ulama (NU). Sama seperti pemerintah, NU juga menetapkan 1 Ramadhan 1443 Hijriah di Indonesia jatuh pada Sabtu 3 April 2022.
Baca juga: Pemerintah Tetapkan 1 Ramadhan 1443 H Jatuh pada Minggu 3 April 2022
Tim Unifikasi Kalender Hijriah Kementerian Agama Thomas Djamaluddin dalam sidang isbat kemarin menuturkan ketinggian hilal di seluruh titik pemantauan terlihat di bawah 3 derajat. "Ketinggian hilal secara umum kurang 2 derajat, hanya sebagian Sumatera dan Jawa yang 2 derajat," kata dia.
PP Muhammadiyah sendiri mengaku tidak diundang dalam sidang isbat tahun ini. "Saya cek ke Sekretariat PP Jogja dan Jakarta tidak ada undangan menghadiri sidang isbat," ucap Mu'ti .
Ia tak mengetahui alasan kenapa Kemenag tak mengundang Muhammadiyah. Padahal tahun lalu ormas Islam yang berdiri tahun 1912 itu termasuk yang diundang. "Tahun lalu diundang," kata Mu'ti.
Terkait waktu puasa yang berbeda antara Muhammadiyah dengan pemerintah dan juga NU, Mu'ti berharap masyarakat diberi edukasi kenapa berbeda. Bukan pada perbedaannya saja, tetapi alasan-alasan tersebut sehingga antara Muhammadiyah dan pemerintah terjadi perbedaan penetapan 1 Ramadan.
"Yang penting yang kita bangun bersama-sama bagaimana kita edukasi masyarakat tentang bagaimana harus hidup rukun dan bertoleransi dalam perbedaan," katanya.
Masyarakat juga menurutnya butuh literasi yang baik untuk memahami perbedaan itu. Tidak sekedar pada wujud perbedaan dimulainya 1 Ramadan 1443 H.
Baca juga: BREAKING NEWS: Hilal Tidak Terlihat, BMKG dan Kemenag NTT Tunggu Hasil Sidang Isbat
"Sehingga orang tidak melihat perbedaan dari sisi produknya tapi juga memahami dan mempelajari sebagai terjadi perbedaan dan mengetahui menyikapi," katanya.
Sedangkan Ketua MUI Bidang Pendidikan dan Kaderisasi Abdullah Jaidi mengatakan perbedaan tersebut tidak akan mengurangi kebersamaan umat Islam di bulan Ramadan.
"Kita bersyukur pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, tentunya sebagian saudara-saudara kita dari Muhammadiyah yang akan memulai puasanya esok hari Sabtu, tidak mengurangi arti kebersamaan kita," ujar Abdullah seusai sidang Isbat di Kantor Kemenag, Jakarta.
Meski berbeda, Abdullah mengatakan persatuan dan kesatuan antar bangsa harus tetap dijaga. Bulan Ramadan, menurutnya adalah momentum menjalin persaudaraan antar masyarakat.
"Terutama di saat kita melaksanakan ibadah yang mahasuci, ibadah Ramadhan di bulan yang penuh barokah penuh rahmah ini," ucap Abdullah.
"Marilah kita jadikan momentum Ramadan adalah momentum kebersamaan kita untuk menghindari segala perselisihan, perbedaan yang ada di tengah-tengah kita," tutur Abdullah.
Segala perbedaan, menurutnya, justru merupakan rahmah yang akan membawa bangsa kepada kebaikan. "Perbedaan yang ada dalam membawa Rahmah, selama kita senantiasa mengacu Kepada bagaimana kita menyatukan hati kita bersama-sama untuk membangun bangsa dan negara ini," pungkas Abdullah. (tribun network/fah/dod)