Berita Timor Tengah Utara Hari Ini

Balada Bocah Tunagrahita di Kota Kefamenanu, TTU Jual Sapu untuk Biaya Sekolah

Sosok bocah yang muncul di ujung jalan tepat di simpang tiga lampu merah mengalihkan pandangan penulis

Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON
Stefanus Sandro Nusin (12) bocah tunagrahita di Kefamenanu, Ibu kota Timor Tengah Utara saat menjajakan sapu lidi 

Laporan Reporter POS-KUPANG COM, Dionisius Rebon

POS-KUPANG.COM, KEFAMENANU- Hari itu, Kamis 5 Agustus 2021. Penulis bersama beberapa rekan jurnalis lainnya sedang duduk melepas lelah di salah satu warung kopi di pinggir Jalan El Tari, Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi NTT, setelah melaksanakan tugas harian dari Redaktur Pelaksana.

Panas mentari siang itu benar-benar menyiksa. Kota Kefamenanu yang terletak di Lembah Bikomi memiliki daya tarik tersendiri. Meskipun menjadi salah satu tempat dengan luas wilayah Kecamatan sekitar 74,00 km2, Kota Kefamenanu menjadi salah satu tempat ternyaman bagi semua umat beragama. 

Bersama rekan jurnalis lainnya, kami mulai membuka topik diskusi hangat tentang rencana pengembangan literasi bagi generasi milenial di Kota Kefamenanu.

Topik pembicaraan kami kian menyulut perdebatan yang cukup alot. Bunyi deru mesin kendaraan yang melintas di pinggir jalan siang itu terdengar seperti angin berlalu. 

Beberapa warga Kota Kefamenanu yang melintas di atas trotoar saat itu, tidak begitu menyita perhatian penulis dan rekan jurnalis yang lain. 

Angin berhembus  sepoi-sepoi. Mengirim hawa panas dari jalan raya yang mulai lengang. Fatamorgana melambai gemulai di atas permukaan aspal yang nyaris meleleh karena panas mentari.

Sosok bocah yang muncul di ujung jalan tepat di simpang tiga lampu merah mengalihkan pandangan penulis.  

Bocah itu terlihat memanggul seikat sapu lidi (berjumlah belasan buah) dengan keringat bercucuran. Mengenakan baju kaos berwarna merah, hitam dan putih berpadu celana pendek berwarna hitam, Ia terlihat terseok-seok memanggul beban tersebut. Sepertinya, sapu lidi tersebut cukup berat bagi bocah belia ini.

Di atas trotoar, tak jauh dari lampu merah itu, ia kemudian meletakkan seikat sapu lidi itu sambil menyeka keringat di dahi dan melempar tatapan ke arah manusia yang berdiri berjejer di depan sebuah toko di seberang jalan penuh harap.

Seakan beban hidup benar-benar memaksanya untuk melakukan hal ini.

Sepasang sendal jepit nan usang menempel kaku di bawah telapak kaki mungilnya. Masker hijau menghiasi raut wajah yang kian lelah didera nestapa.

Beberapa warga yang melintas di depan bocah mungil ini seakan tak peduli. Ia kemudian berusaha mengangkat kembali kembali seikat sapu lidi yang diletakan di atas trotoar itu untuk melanjutkan kembali perjuangan.

Ia nampak tertunduk lesu melangkah perlahan dengan tatapan nanar di jalan didera terik yang terus mengguncang raga.

Merasa iba dengan perjuangan bocah ini, penulis bersama rekan-rekan jurnalis lalu memanggilnya agar mampir di warung kopi.

Harapan seakan terbersit di wajah bocah ini. Seperti awan tebal telah membendung terik mentari hingga lega menyeruak sesaat di alis matanya nan jujur. Sekilas melempar senyum lalu melangkah menyeberangi jalan sebelum memperhatikan secara detail lalu-lalang kendaraan.

"Saya jual sapu untuk beli HP (handphone) supaya bisa sekolah online dan bantu orangtua," suara parau bocah bernama Stefanus Sandro Nusin (12) ini membuka percakapan kami tentang balada hidupnya.

Bocah Kelas V SLB Negeri Benpasi, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi NTT ini mengaku terpaksa membantu orangtuanya menjual sapu agar bisa membeli kuota internet demi mengikuti proses pembelajaran online.

Sapu lidi ini dijajakan di pasar-pasar, toko, dan rumah warga di Kota Kefamenanu seharga Rp 10.000 per buah. 

Raut sedih terekam di wajah Steven ketika mulai mengisahkan kegetiran hidup yang dialami oleh dirinya. Ia harus dipaksa realita mencari selembar rupiah sejak pukul 06.00 Wita hingga siang hari ketika tidak ada jadwal sekolah online.

Bukan tanpa alasan. Semua ini dilakukan mengingat kondisi keluarganya yang tergolong keluarga kurang mampu.

Demi tetap eksis mengikuti proses pembelajaran online, bocah ini terpaksa saling berbagi handphone dengan kakaknya. Tidak hanya itu. Anak bungsu dari bersaudara ini juga harus mengecas handphone milik kakaknya di rumah tetangga karena ketiadaan listrik di rumah tersebut.

Steven berdomisili di RT/RW, 020/006 Kelurahan Benpasi, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten TTU bersama kedua orangtua dan 8 orang saudaranya.

Tinggal Di Gubuk Reot

Pasca pertemuan yang tidak disengaja itu, Penulis beserta beberapa rekan jurnalis sempat menyambangi rumah milik Steven (bocah penjual sapu lidi). 

Gubuk reot berukuran kira-kira  6 x 3 berdinding bebak ini sungguh mengiris Sukma. Beberapa bagian dinding itu ditambal menggunakan seng bekas, tripleks dan kardus bekas tak beraturan.

Jelaga bergelayut nyaris di setiap sudut rumah, menggerus iba. Tiang-tiang kayu ditanam di atas pondasi yang perlahan lapuk. Beberapa perabot rumah tangga dibiarkan tergelatak begitu saja di tanah di dalam rumah tersebut.

Atap rumah milik Yosep Nusin dan Yovita Fallo (orangtua Steven) terlihat berlubang pada beberapa titik. Seng yang sudah lapuk itu meninggalkan pesan tersirat. Pekarangan rumah yang sangat sempit itu dimanfaatkan untuk menanam beberapa jenis sayuran umur panjang.

Yovita Fallo mengisahkan, sebelum menderita sakit, suaminya adalah seorang tukang kayu. Saat ini pasangan suami isteri ini hanya mencukupi kebutuhan hidup dengan mengolah lahan.

Demi bertahan hidup, Yovita juga membantu menjajakan sayur singkong hasil dari kebun milik mereka. Keluarga kecil ini mengobati lapar dengan hanya mengonsumsi jagung rebus, singkong dan pisang rebus.

Riak-riak sedih mulai menyembul dari kelopak mata Yovita yang kian keriput dimakan waktu saat ditanya mengenai biaya sekolah Steven yang saat itu sedang duduk di bangku kelas V SLB Negeri Benpasi.

Pembicaraan kami terhenti sesaat. Litani kesedihan mulai didaraskan lewat butir-butir airmata yang bercucuran deras tiada henti. 

Mentari kian condong ke ufuk barat dan kami pun berpamitan dengan seribu tanya dan sedih yang mendekam dalam kalbu.

Biaya Sekolah dan Peralatan Tulis Gratis 

Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Benpasi terletak di Jalan Sisingamangaraja, Kelurahan Benpasi, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten TTU, Provinsi NTT.

Sekolah ini secara khusus mendidik anak-anak berkebutuhan khusus. Proses pendidikan siswa-siswi SLB Negeri Benpasi terdiri dari beberapa bagian kelompok sesuai kebutuhan peserta didik yakni: Tunanetra, Tunagrahita,  Tunarungu dan lain-lain.

Kepala Sekolah SLB Negeri Benpasi pada,  Ellen Makatita, S. Pd pada Kamis, 31 Maret 2022 mengatakan, secara khusus bagi Stefanus Sandro Nusin pihak sekolah memberikan perhatian khusus dengan menyediakan alat tulis gratis dan biaya sekolah gratis.

Proses transfer pengetahuan para peserta didik dengan kebutuhan khusus seperti Stefanus dilakukan secara bertahap.

Fasilitas pendidikan seperti buku tulis, pulpen, pakaian sekolah, pensil, crayon, buku gambar bahkan sampai pada peralatan mandi dan cuci pakaian disediakan oleh sekolah.

"Kami tidak pungut biaya apapun dari anak-anak. Semua ditanggung sekolah," ujarnya dengan raut wajah berseri-seri.

Pendidikan yang ditanamkan bagi para peserta didik adalah menolong diri sendiri serta tidak menjadi beban bagi orangtua dan masyarakat. (BBR)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved