Cerpen
Jangan Panggil Saya Pater
Awalnya orang tua memberikan nama Karolus. Kemudian berganti nama Peter atas maunya Pater Peter sebagai “kado kenangan bertugas di paroki ini”.
Apa lagi Peter mau jadi pastor, jangan coba! Malu! Taruh di mana muka?
Para pembina seminari, baik pastor maupun guru, mendamba pula Peter jadi pastor. Kecerdasan Peter, baik kecerdasan spiritual, intelektual, emosional maupun kecerdasan sosialnya di atas rata-rata.
Diyakini dengan sungguh, bahwa nanti di seminari tinggi akan jauh lebih baik lagi setelah ditempa oleh lingkungan yang berbeda.
Mungkin saja akan jadi pastor termuda dalam acara pentahbisan pada masa yang akan datang.
Namun sayang di balik sayang. Sejuta mimpi belum tentu jadi nyata. Setelah lulus SMA Seminari Peter bukannya studi lanjut ke seminari tinggi, tempat persemaian calon imam. Peter justru bercita-cita jadi guru dan akan kuliah Bahasa Inggris di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Pembinanya kecewa karena bibit yang sangat bagus seperti Peter memilih yang lain. Orang tua Peter lebih kecewa pula karena mimpi anak jadi pastor tidak kesampaian.
Tetapi sudahlah, banyak yang terpanggil sedikit yang terpilih.
Walaupun bukan pastor, Peter tetap saja dipanggil pater. Maklum mulai kecil sudah biasa dipanggil pater, sehingga ketika sudah jadi guru rasanya janggal dipanggil Peter.
Cuma saja kadang-kadang Peter tersinggung rasa kalau ada yang nakal menambah bumbu dengan panggilan, “Pater Berkembang”.
Untungnya Peter orang awam. Seandainya ia seorang pastor lalu dipanggil “Pater Berkembang”, maka sudah pasti seluruh umat bangun dan protes atas penghinaan terhadap gembala mereka.
Panggilan Pater bagi Peter orang awam justru membantu dia untuk selalu menjaga langkah, hati, dan bibir sebagaimana layaknya perilaku, sikap, dan perbuatan seorang pastor.
Dalam keseharian, baik di luar maupun di dalam sekolah, Peter menampakkan kepribadian yang menyenangkan. Terutama ia sungguh menjaga lidah sehingga seluruh isi hati yang keluar melalui ucapan tetap terkontrol dan tidak menyakiti orang lain.
Teman-teman guru yang hobi fitnah, Peter selalu tegur, “Janganlah, itu dosa!”
Selain guru Bahasa Inggris di SMA, Peter bujangan 28 tahun terpilih jadi guru agama dan pembina umat salah satu stasi.
Menurut cerita pastor paroki, Peter memenuhi kriteria sebagai pembina umat. Muda usia tua pengalaman. Renungannya dalam banyak kesempatan dinilai berbobot, mudah dipahami semua kalangan, dan berdaya ungkit secara moral.