Berita Manggarai Barat Hari Ini
Warga Tolak Geothermal Bawa Hasil Bumi, Bupati Edi Endi Terima Secara Adat Manggarai
Ritual adat berjalan dengan khusyuk disaksikan para pendemo, personel Polres Mabar dan Personel Satpol PP Kabupaten Mabar.
Penulis: Gecio Viana | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana
POS-KUPANG.COM, LABUAN BAJO - Sejumlah warga Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), yang menolak pengembangan geothermal melakukan pertemuan dengan pemerintah daerah, Jumat 4 Maret 2022.
Dalam pertemuan yang dilakukan di Aula Kantor Bupati Mabar itu, sejumlah warga membawa hasil bumi dan rempah-rempah.
Mengenakan pakaian daerah Manggarai, mereka sebelumnya melakukan aksi massa di depan Kantor Bupati Mabar.
Hasil bumi dan rempah-rempah yang dibawa merupakan simbol bahwa warga merupakan petani yang hidup dari hasil alam dan tidak membutuhkan proyek geothermal.
Baca juga: Wakapolres Manggarai Barat Pimpin Apel Gelar Pasukan Operasi Keselamatan Turangga 2022
Puluhan warga yang mengklaim berasal dari Kampung Dasak, Nunang dan Lempe itu diterima secara adat Manggarai melalui ritus 'Tuak Kapu'
Bupati yang akrab disapa Edi Endi dalam kesempatan itu didampingi Wakil Bupati Mabar, dr Yulianus Weng, Sekda Mabar, Fransiskus S. Sodo, Asisten III Setda Mabar, Ismail Surdi dan Asisten I Setda Mabar, Hilarius Madin.
Ritual adat berjalan dengan khusyuk disaksikan para pendemo, personel Polres Mabar dan Personel Satpol PP Kabupaten Mabar.
Baca juga: Pengembangan Pariwisata Hutan Bowosie, Labuan Bajo-Manggarai Barat Akan Serap 10 Ribu Tenaga Kerja
Dalam pernyataan sikap yang dibaca koordinator aksi, Fransiskus Napan, para warga menuntut 3 hal kepada Pemda Mabar.
Pertama, mendesak pemerintah untuk mencabut izin penambangan panas bumi Wae Sano serta menghentikan segala upaya paksa untuk melanjutkan proyek yang dinilai berbahaya.
Kedua, meminta Bank Dunia untuk segera menghentikan pendanaan terhadap proyek geothermal di ruang hidup warga.
"Kami mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat untuk berhenti mendukung dan memfasilitasi setiap upaya paksa untuk meloloskan proyek geothermal Wae Sano," kata Fransiskus Napan.
Baca juga: Covid-19 di Manggarai Barat Tambah 60 Pasien Baru
Tuntutan ketiga, meminta kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat untuk megembangkan pariwisata alam berbasis komunitas dan mendorong ekonomi berbasis warga seperti petanian dan peternakan.
Fransiskus Napan menjelaskan, sebagai masyarakat lingkar danau Sano Nggoang yang terdiri dari warga di tiga kampung adat di Desa Wae Sano yakni Kampung Dasak, Kampung Nunang dan Kampung Lempe, menyatakan sekali lagi ketegasan hati menolak rencana penambangan panas bumi dalam ruang hidup warga.
Menurutnya, penolakan pembangunan geothermal Wae Sano karena sangat berbahaya bagi keutuhan ruang masyarakat.
Baca juga: 2 Titik Jalan di Manggarai Barat Tertutup Longsor
"Yang kami maksudkan dengan ruang hidup adalah, kesatuan yang utuh tak terpisahkan antara pemukiman (golo lonto, mbaru kaeng, natas labar), kebun pencaharian (umat duat), sumber air (wae teku), pusat kehidupan adat (compang takung, mbaru gendang), kuburan (lepah boak) dan hutan dan danau (puar agu sano). Sebab itu, kami menolak semua upaya paksa pemerintah untuk terus melanjutkan proses pengerjaan geothermal Wae Sano di semua titik pengeboran (Well-Pad), baik di Lempe, Nunang maupun Dasak," jelasnya.
Lebih lanjut, pihaknya juga mengutuk keras anggapan yang mengatakan bahwa pihak yang menolak geothermal Wae Sano berasal dari luar Wae Sano.
Menurutnya, anggapan itu hanya datang dari orang yang tidak mengetahui seperti apa situasi nyata penolakan warga di Wae Sano, atau juga pura-pura tidak menghargai penolakan warga hanya untuk berhamba pada kekuasaan dan uang.
Warga yang hadir dalam kesempatan itu, tegas Fransiskus, merupakan warga asli dan pewaris adat di tiga Kampung yaitu Lempe, Nunang dan Dasak.
"Kami tidak mau menanggung resiko masa depan, untuk selamanya hidup di tengah kehadiran proyek panas bumi yang sangat mengancam ruang hidup dan masa depan anak cucu kami," imbuhnya.
Selanjutnya, suara penolakan warga sama sekali bukan karena dihasut oleh pihak siapapun. Alasan penolakan warga sangat jelas yaitu ingin mempertahankan ruang hidup.
"Karena itu, kami sangat heran dengan pendapat pejabat Kabupaten Manggarai Barat yang menilai alasan penolakan kami tidak rasional. Sebaliknya Pemerintah Manggarai Baratlah yang tidak rasional, tidak berbasis fakta yang mengklaim bahwa energi geothermal adalah energi bersihkan dan terbarukan. Tidakah pemerintah tahu bahwa banyak contoh pengembangan energi geothermal di tempat lain yang sangat berdampak buruk bagi lingkungan bahkan menelan korban nyawa warga," katanya.
Usai dialog, pernyataan sikap diberikan Fransiskus Napan kepada Bupati Edi Endi. (*).