Berita Nasional

'Musuh' Ahok Meninggal Dunia, Sumpah Eks Gubernur DKI Kembali Disoroti, Simak Selengkapnya Di Sini

Menyebut nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, publik Tanah Air langsung merespon. Pasalnya saat jadi gubernur DKI Jakarta ia berurusan dengan hukum

Editor: Frans Krowin
Instagram @basukibtp/Tribunnews
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. 

POS-KUPANG.COM - Menyebut nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, publik Tanah Air akan langsung memberi respon.

Sosok yang satu ini sepertinya sudah identik dengan Jakarta, sehingga tak sedikit orang yang mengait-ngaitkannya dengan Pilgub DKI Jakarta 2024 mendatang.

Belum lama ini, salah satu "musuh" Ahok, yakni Harry Azhar Azis meninggal dunia pada Sabtu 18 Desember 2021 kemarin.

Politisi senior Partai Golkar itu mengembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Harry Azhar Azis merupakan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Periode 2014-2019 dan Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta kalau itu.

Disebut "musuh" karena saat keduanya masih aktif, Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta dan Harry jadi Ketua BPK, muncul persoalan hukum.

Ahok dan Harry Azhar Azis bersiteru gara-gara audit lahan pembangunan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras.

Kabar duka itu didengar juga oleh Ahok. Ia pun langsung menyampaikan ucapan dukacita atas kepergian Harry Azhar Azis itu.

Baca juga: Terungkap, PNPK Laporkan Ahok ke KPK Disebut Tanpa Bukti Baru, Ini Kata Presidium PNPK Adhie Masardi

"Turut berdukacita. Semoga arwah almahum diterima di sisi Allah SWT," tulis Ahok kepada awak media, Sabtu 18 Desember 2021.

Untuk diketahui, saat Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, ia menyebut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diketuai Harry Azhar Azis, menyembunyikan kebenaran saat mengaudit lahan pembangunan Rumah Sakit  Sumber Waras.

BPK juga, kata Ahok, meminta pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan.

"Yang pasti saya bilang BPK menyembunyikan data kebenaran. BPK meminta kita melakukan sesuatu yang tidak bisa kita lakukan," kata Ahok kala itu.

Kegerahan Ahok adalah ketika BPK memintanya membatalkan transaksi pembelian Rumah Sakit Sumber Waras.

"Suruh untuk membatalkan transaksi beli rumah sakit, mana bisa?" ucap Ahok.

Ahok menjelaskan, jika lahan RS Sumber Waras tersebut harus kembali dijual, maka hal itu akan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Terkecuali, kata AHok, jika lahan tersebut bisa dijual dengan harga baru.

"Alasannya karena pembelian tanah itu adalah terang dan tunai. Kalau dibalikkan harus jual balik, kalau jual balik, mau gak Sumber Waras beli harga baru? Kalau pakai harga lama kerugian negara, itu saja," tegas Ahok di KPK Selasa 12 April 2016.

Ahok mengaku, tidak mau terjebak dengan permintaan BPK untuk membatalkan pembelian RS Sumber Waras.

"Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menilai tidak ada kerugian negara dalam pembelian lahan RS Sumber Waras seperti penilaian BPK."

"Sekarang saya ingin tahu, KPK mau tanya apa? Orang jelas BPK-nya ngaco begitu kok," ujar Ahok dengan menahan amarah.

Baca juga: Sumpah Ahok Benar-Benar Nyata Padahal Dulu Dianggap Biasa, Nitizen Cemas: Tolong Akhiri Semua Ini

Kasus RS Sumber Waras bermula saat Pemprov DKI membeli lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) senilai Rp 800 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan DKI 2014.

Oleh BPK, proses pembelian itu dinilai tidak sesuai dengan prosedur. Dan, Pemprov DKI membeli dengan harga lebih mahal dari seharusnya, sehingga mengakibatkan kerugian negara Rp 191 miliar.

BPK juga mengklaim menemukan enam penyimpangan dalam pembelian lahan Sumber Waras.

Enam penyimpangan itu dalam tahap perencanaan, penganggaran, tim, pengadaan pembelian lahan RS Sumber Waras, penentuan harga, dan penyerahan hasil.

Meski demikian sesuai klaim BPK, Ahok dengan percaya diri tetap berpandangan bahwa tidak ada kerugian negara dalam pembelian lahan tersebut. Justru jika dibatalkan, maka negara akan mengalami kerugian.

"jangan dibolak-balik," tegas Ahok.

Sikap tegas Ahok juga muncul dalam kasus penistaan agama hingga menyeret Ahok ke penjara.

Bahkan dalam upaya terakhirnya saat mengajukan nota pembelaan, Ahok mengungkapkan secara lantang, bahwa siapa yang menzoliminya, itu sama halnya dengan melawan Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Esa. Dan itu akan terbukti.

Pernyataan nan lantang itu belakangan terbukti satu persatu, sehingga tak sedikit nitizen yang meminta Ahok untuk menyudahi sumpahnya tersebut.

Baca juga: Demi Menangkan Pilpres 2024 Anies Baswedan Diramalkan Pakai Cara Lama Saat Gulingkan Ahok Tahun 2017

Profil Singkat Harry Azhar Azis

Harry Azhar Azis lahir di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, pada 25 April 1956.

Harry Azhar Azis merupakan ahli ekonomi sekaligus politisi Indonesia.

Dia terpilih menjadi satu di antara anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019-2024.

Harry Azhar Azis mengenyam pendidikan dasarnya di tanah kelahirannya, Tanjung Pinang.

Tepatnya, ia bersekolah di SD Negeri II Tanjung Pinang dan berhasil lulus pada tahun 1969.

Pada tahun 1970, Harry Azhar Azis masuk SMP Negeri II Tanjung Pinang.

Akan tetapi pendidikan tersebut hanya ditempuh hingga 1971.

Selanjutnya, ia pindah ke SMP Negeri 74 Jakarta hingga tamat pada 1972.

Selepas SMP, Harry Azhar Azis menamatkan pendidikan di SMA Negeri 4 Jakarta pada tahun 1974.

Harry Azhar Azis berhasil memperoleh gelar B.Sc dari Akademi Pimpinan Perusahaan Departemen Perindustrian RI pada 1980.

Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Manajemen Industri, Departemen Perindustrian RI, di Jakarta.

Ia berhasil merampungkan pendidikan tersebut dan meraih gelar Sarjana Manajemen Industri (M.Sc) pada 1985.

Selang beberapa waktu, Harry Azhar Azis melanjutkan pendidikan di University of Oregon, Eugene, Oregon, Amerika Serikat.

Pendidikan tersebut berhasil dirampungkan pada 1990 dan resmi meraih gelar Master of Arts.

Pada 1994-2000, Harry Azhar Azis menempuh pendidikan di Oklahoma State University.

Dari Universitas tersebut, ia berhasil meraih gelar Doctor of Philosophy bidang Ekonomi.

Sebelumnya, Harry Azhar Azis pernah menjabat sebagai Ketua BPK 2014-2019.

Sebelum aktif di BPK, sebelumnya Harry Azhar Azis merupakan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI yang membidangi urusan Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional, Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank.

Harry Azhar terpilih mewakili Daerah pemilihan Kepulauan Riau, dari Partai Golkar.

Harry Azhar Azis kembali terpilih menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019-2024.

Pemilihan tersebut dilakukan secara voting oleh komisi XI DPR.

Baca juga: PDIP Sebut Ahok Cocok Pimpin DKI Jakarta Pasca Anies Baswedan, Kini Tunggu Sikap Megawati, Benarkah?

Riwayat Pekerjaan

- 2019-2024 Anggota BPK RI
- April 2017-2019, Anggota VI BPK RI
- Oktober 2014-April 2017, Ketua BPK RI
- 2010-2014, Wakil Ketua Komisi XI (Keuangan Negara, Perbankan dan Perencanaan Pembangunan) DPR RI
- 2011-2014, Ketua Panja RUU Piutang Negara dan Piutang Daerah
- 2010-2012, Ketua Panja Suku Bunga Komisi XI DPR
- 2010-2011, Anggota Pansus RUU OJK
- 2010-2011, Ketua Panja Inflasi Komisi XI DPR RI
- 2009-2010, Ketua Panja RUU Mata Uang
- 2009-2010, Ketua Panja RUU Akuntan Publik
- 2009-2010, Ketua Badan Anggaran DPR RI
- 2009-2014, Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar Daerah Pemilihan Provinsi Kepulauan Riau dan Komisi XI DPR RI
- 2008-2009, Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR RI
- 2005-2009, Anggota Tim Pengawas Bantuan Bencana Alam Aceh/Sumut DPR RI
- 2005-2009, Anggota Pansus Paket RUU Perpajakan (KUP, PPh dan PPn/BM) DPR RI
- 2004-2009, Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar Daerah Pemilihan Provinsi Kepulauan Riau
- 2004-2009, Anggota Komisi XI DPR RI
- 2006-2008, Ketua Pansus RUU Pajak Daerah/Retribusi Daerah DPR RI
- 2008, Anggota Pansus RUU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) DPR RI
- 2007-2008, Anggota Pansus RUU Perbankan Syariah DPR RI
- 2007-2008, Anggota Badan Musyawarah DPR RI
- 2007, Anggota Pansus RUU RPJPN Tahun 2005-2025 DPR RI
- 2006, Anggota Pansus RUU Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DPR RI
- 2004-2005, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI
- 2003-2004, Anggota Komisi Konstitusi (MPR-RI)
- 2003-2004, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Kosgoro, Jakarta
- 2002-2003, Business Development Expert Badan Operasi Bersama (BOB) PT Pertamina - PT Bumi Siak Pusako
- 2002-2003, Economist pada United States Agency for International Devevelopmnt (USAID), Jakarta
- 2001-2002, Tim Ahli PAH II BP MPR-RI
- 2001-2004, Staf Ahli Fraksi Partai Golkar MPR RI
- 2000-2003, Editor Eksekutif Jurnal Ekonomi STEI, Jakarta
- 2001-2003, Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta
- 2001-2003, Dosen Pascasarjana UPN “Veteran”, Jakarta
- 2000-2003, Dosen Pascasarjana Universitas Jayabaya, Jakarta
- 2000-2003, Dosen Pascasarjana Universitas Mercu Buana, Jakarta
- 2000-2005, Direktur Institute for Transformation Studies (Intrans)
- 1995-2003, Reviewer Journal of Asian Business, U of Michigan, USA
- 1994-1996, Research Associate Oklahoma State University, USA
- 1991-1993, Pembantu Ketua/Dekan III STEI, Jakarta
- 1991-1993, Dosen STIMA KOSGORO, Jakarta
- 1991-1993, Dosen Universitas Tarumanegara, Jakarta
- 1987-1994 dan 2000 s.d. 2002, Dosen APP Depertemen Perindustrian RI, Jakarta
- 1987-2003, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia, Jakarta
- 1986-1990, Dosen Universitas Islam Assyafii’yah, Jakarta
- 1985-1987 dan 1990 s.d. 1993, Peneliti Senior Pan Asia Research, Jakarta
- 1979-1982, Wadirut CV. Indonesia Exp (Money Changer), Denpasar-Jakarta-Singapore

Baca juga: Disebut Bakal Diusung PDI-P di Pilkada DKI Jakarta 2024, Ahok BTP Akhirnya Buka Suara

Riwayat Organisasi

- Wakil Sekjen Partai Golkar 2009-2015
- Ketua Bidang Ekonomi PPK KOSGORO 2008-2013
- Wakil Ketua Sub bidang Ekonomi, BAPPILU Pusat Partai Golkar, 2008-2009
- Departemen EKKU dan UKM DPP Partai Golkar 2004-2009
- Wakil Ketua Dewan Penasehat PP AMPG, 2003-2005
- Dewan Penasehat DPP AMPI, 2003-2008
- Wakil Ketua EKUIN BALITBANG DPP Partai Golkar, 2003-2005
- Anggota Bidang Kampanye BAPPILU DPP Partai Golkar, 2004
- Senior Adviser PERMIAS, Stillwater, Oklahoma, Amerika Serikat, 1996-2000
- Sekretaris Umum Bamus PTS se-Indonesia (sekarang APTISI), Jakarta, 1991-1995
- Anggota Golkar sejak tahun 1986-2014
- Dewan Pertimbangan Pemuda DPP KNPI, 1984-1987
- Majelis Pertimbangan Pemuda DPP KNPI, 1987-1990
- Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), 1983-1986
- Sekretaris Jenderal PB HMI, 1981-1983
- Dewan Penasehat Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Manajemen Industri (STMI) Depertemen Perindustrian RI, Jakarta, 1982-1983
- Presidium Dewan Mahasiswa Akademi Pimpinan Perusahaan (APP) - Depertemen Perindustrian RI, Jakarta, 1977
- Pemimpin Redaksi Majalah Kampus APP Departemen Perindustrian RI, Jakarta, 1976-1978

Penghargaan

- Scholarship Award for ASEAN Youth, kerjasama Pemerintah Jepang dan - Kantor Menteri Pemuda dan Olahraga RI, 1987 dan 1993
- Program Award for Young Leaders, USIA, Jakarta-Washington DC, 1986
- Mahasiswa Teladan APP Departemen Perindustrian RI, 1976.

Ahok Jangan Hanya Banyak Bicara

Saat ini, Pertamina berencana menambah dua kilang baru, yakni Kilang GRR Tuban dengan kapasitas terpasang 300 ribu bph (barel per hari) dan Kilang Bontang.

Namun, realisasinya belum meyakinkan. Pembangunan Kilang Tuban terus molor.

Sementara itu, pembangunan Kilang Bontang dibatalkan.

Terkait hal itu, anggota Komisi VII DPR RI F-PKS Mulyanto mengatakan bahwa dalam kondisi Pertamina yang sulit karena belum berhasil menyelesaikan pembagunan kilang minyak di Tuban, maka lebih baik Komisaris Utama (Komut) Pertamina lakukan ini.

Mulyanto meminta AHok agar terus meningkatkan pengawasan internal Pertamina dengan mendorong kinerja perusahaan agar lebih baik.

Menurut Mulyanto, sebagai Komisaris Utama, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok, seharusnya bisa membantu Pertamina mencari jalan keluar atas masalah yang dihadapi, bukan malah memperkeruh suasana dengan bicara sembarang.

Mulyanto menuturkan bahwa Komut ikut bertanggung jawab atas kinerja perusahaan yang dipimpin.

"Maka, bila beberapa waktu lalu Presiden memarahi Direktur Utama Pertamina maka sama artinya Presiden sedang memarahi Dewan Komisaris pula. Ahok harusnya paham dengan sistem tanggung renteng dalam pengelolaan perusahaan negara ini. Bukan malah bicara seolah dirinya bukan bagian dari Pertamina," kata Mulyanto dalam keterangan yang diterima, Selasa 30 November 2021.

Sebagai komisaris utama, Mulyanto menilai Ahok harusnya banyak bekerja dan bukan malah banyak bicara.

"Dia tidak bisa lepas tangan dengan kondisi Pertamina sekarang," tegas Mulyanto.

Mulyanto mengingatkan, saat ini Pertamina punya tugas berat untuk menekan impor BBM termasuk gas LPG, yang selama ini menyumbang signifikan bagi defisit transaksi perdagangan, khususnya sektor migas.

Pertamina, dikatakannya, juga harus melaksanakan transformasi pemanfaatan energi fosil menjadi energi yang lebih bersih melalui strategi transisi energi.

"Jadi ketimbang bising di media atau berpolemik dengan kementerian BUMN, yang merupakan induknya, Ahok lebih baik fokus mendorong pembangunan kilang GRR Tuban," katanya.

Untuk diketahui, hampir 25 tahun sejak pengoperasian RU (Refinery Unit) VII Kasim di Papua tahun 1997, maka praktis tidak ada pembangunan kilang baru Pertamina.

Pertamina berencana menambah 2 kilang baru, yakni Kilang GRR Tuban dengan kapasitas terpasang 300 ribu bph (barel per hari) dan Kilang Bontang.

Namun realisasinya belum meyakinkan, karena pembangunan Kilang Tuban terus molor.

Sedangkan, pembangunan Kilang Bontang dibatalkan.

Dari total 6 buah kilang yang ada dihasilkan BBM sebanyak 850 - 950 ribu bph.

Dengan kebutuhan BBM hari ini yang sebesar 1.6 juta barel, maka praktis kekurangannya sebesar 800 ribu bph dipenuhi dari impor, yang mendominasi defisit transaksi migas kita sebesar 7 milyar USD ditahun 2020. (*)

(*)

Artikel ini telah tayang dengan judul: Dulu Ahok Tuduh Harry Azhar Sembunyikan Kebenaran, Kata-katanya Beda Saat Eks Ketua BPK Meninggal

Artikel ini telah tayang dengan judul: Anggota Komisi VII DPR F-PKS Mulyanto: Lebih Baik Ahok Fokus Mendorong Pembangunan Kilang GRR Tuban

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved