Berita Lembata
Sebelum Sare Dame, Sebaiknya Perbarui Dulu Dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Lembata
Sebelum Sare Dame, Sebaiknya Perbarui Dulu Dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Lembata
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA- Penggiat budaya Kabupaten Lembata, Abdul Gafur Sarabiti, turut berkomentar perihal rencana pemerintah Kabupaten Lembata menggelar ritual Sare Dame pada tahun 2022 mendatang.
Penyelenggaraan ritual ini sebelumnya dikritik oleh sejumlah Anggota DPRD Lembata karena ada ketakutan Sare Dame bisa membuka memori kolektif akan konflik masa lalu yang diwariskan pemerintah kolonial.
Abdul Gafur Sarabiti menanyakan tujuan sebenarnya dari penyelenggaraan Sare Dame. Jika tujuannya adalah pemajuan kebudayaan, maka sebaiknya pemerintah terlebih dahulu berupaya menginventarisasi pemanfaatan potensi budaya tersebut ke dalam Dokumen Pemajuan Kebudayan Daerah, karena Dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Lembata pun hingga saat ini belum diperbaharui data budaya dan format penyusunannya.
"Jika Sare Dame memiliki tujuan untuk pemajuan kebudayaan jika didahulukan dengan menginventarisasi nilai budaya maka pemutakhiran Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) menjadi kewajiban bagi Pemda Lembata. Dan, tentu konsekuensinya anggaran untuk pemutahiran PPKD tersebut," kata Gafur.
Lebih jauh, ujarnya, kalau kembali ke masa politik adu domba Paji dan Demong di Lembata, maka sebenarnya konflik masyarakat yang tergolong dalam Paji dan Demong tersebut telah selesai atau tuntas pada saat 7 Maret 1954 atau dengan kata lain konflik warisan kolonial itu sudah 'di-Sare Dame-kan' pada saat statemen 7 Maret.
"Jika ini upaya Sare Dame untuk Pemajuan Kebudayaan maka pemutahiran data PPKD menjadi keharusan," kata aktivis muda tersebut.
Dia siap ikut berkolaborasi untuk pemajuan kebudayaan dengan jalan Sare Dame, jika tujuannya adalah untuk upaya pemajuan kebudayaan yang telah diatur di dalam UU Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan.
Jika Sare Dame untuk pemajuan kebudayaan, maka data-data budaya yang telah dikenali dimasukan ke dalam Dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten Lembata dan dapat dijadikan sebagai salah satu basis bagi pemajuan kebudayaan dan pembangunan daerah ke depan.
Gafur justru berharap bahwa Sare Dame ini bisa menjadi semacam kebangkitan bidang kebudayaan di Lembata, dengan proses temu kenali potensi budaya dan penggalian sejarah di dua komunitas masyarakat yang terbelah secara politik perebutan lahan di Lembata di zaman dulu ini.
"Tapi, jika tujuan Sare Dame ini di luar dari tujuan pemajuan kebudayaan maka saya tidak dapat berkomentar lebih lanjut," katanya.
Untuk diketahui, Pemda Lembata sudah menganggarkan Rp 2,5 miliar untuk menggelar Sare Dame pada tahun 2022.
Sare Dame adalah seremonial atau upacara adat untuk mendamaikan manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan semua yang ada di alam semesta. (*)