Berita Lembata
Peringatan DPRD: 'Sare Dame' Bisa Ciptakan Konflik Baru di Tengah Masyarakat Lembata
Peringatan DPRD: 'Sare Dame' Bisa Ciptakan Konflik Baru di Tengah Masyarakat Lembata
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA- Pemerintah Kabupaten Lembata berencana menggelar ritual Sare Dame pada tanggal 7 Maret 2022 atau bertepatan dengan peringatan statement 7 Maret 1954.
Pemerintah daerah sudah membahas hal ini bersama badan anggaran (banggar) DPRD Lembata dan menuai polemik karena ritual 'Sare Dame' dianggap bisa menciptakan konflik baru di tengah masyarakat Lembata.
Anggota DPRD Lembata Yoseph Boli Muda berujar pembahasan anggaran untuk ritual Sare Dame banyak ditentang di lembaga legislatif karena konsep 'Sare Dame' yang bermasalah. Musababnya, ritual ini mengandaikan adanya konflik di antara kelompok masyarakat. Pertanyaannya, konflik apa yang ada di tengah masyarakat sehingga perlu dilakukan rekonsilasi dengan ritual sesakral 'Sare Dame.'
Hal senada juga diutarakan Anggota DPRD Lembata Petrus Bala Wukak yang menolak tegas pemilihan frasa 'Sare Dame' yang tidak kontekstual.
"Diksi Sare Dame ini seolah-olah kita ada konflik selama ini. Jangan sampai ini justru menciptakan konflik baru lagi," kata Bala Wukak di Kantor DPRD Lembata, Rabu, 29 Desember 2021.
Rencananya, kata Bala Wukak, Sare Dame akan digelar pada saat peringatan 7 Maret 1954. Justru, menurutnya, peristiwa 7 Maret 1954 itu digelar oleh para sesepuh di Lembata untuk mengakhiri konflik Paji Demong yang diciptakan pemerintah kolonial dalam rangka politik pecah belah (devide et impera). Masyarakat sadar ada politik adu domba oleh pemerintah kolonial, maka diselenggarakanlah pertemuan yang kini dikenang sebagai statement 7 Maret. Artinya, puncak perdamaian akibat konflik warisan kolonial itu sudah berakhir pada tanggal 7 Maret 1954.
"Pemda jangan ciptakan diksi baru yang menghapuskan atau mengaburkan spirit Taan Tou yang sudah diwariskan," tegasnya.
Dia menyarankan sebaiknya pemerintah memikirkan ulang pemilihan diksi 'Sare Dame' yang kental nuansa konfliknya.
Kalau pemerintah beranggapan bahwa perlu ada seremonial adat untuk memulihkan permasalahan karena perbedaan pandangan dan pilihan politik, maka menurut Bala Wukak sebaiknya dilakukan ritual lain, dan bukan Sare Dame.
"Cari bahasa yang sejuk misalnya festival Taan Tou atau apa begitu. Jangan ciptakan konflik baru," ujarnya.
Lorens Keraf, Anggota DPRD Lembata, mengusulkan supaya digelar lagi rapat kerja bersama Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif guna membahas ritual Sare Dame yang terus digaungkan pemerintah daerah.
"Kalau konsep Sare Dame ini dari masyarakat adat, maka pertanyaannya, masyarakat adat yang mana? Siapa yang dilegitimasi untuk memimpin ritual ini. Hati-hati," ungkap Lorens mengingatkan.
Menurutnya, pemerintah sudah menganggarkan Rp 2,5 miliar untuk perhelatan Sare Dame pada tahun 2022. Namun, perlu ada rapat kerja lagi bersama DPRD Lembata. (*)