Natal 2021

Natal di Gereja Maranatha Kupang, "Cinta Kasih Kristus yang Menggerakkan Persaudaran”

Untuk Perenungan Perayaan Natal pagi ini, Majelis Sinode GMIT memberikan dua teks untuk kita Renungkan, yakni Lukas 2:20 dan I Petrus 1: 22-25.

Editor: Agustinus Sape
Dokumentasi Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, M.Th, MA
Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, M.Th, MA foto bersama para pendeta dan majelis di Gereja Maranatha Oebufu, Klasis Kota Kupang Timur, yang dilayani oleh Pdt. Desy Rondo, M.Th selaku Ketua Majelis dan tiga rekan pendeta lainnya, Pdt. Soleman Uli Loni, S.Th, Pdt. Ludwina Chung, S.Th, dan Pdt. Dr. Linda Kisek, Sabtu 25 Desember 2021. 

Jadi menurut penulis 1 Petrus ini apakah yang menentukan relasi kita dengan orang lain? Ketaatan kepada Firman Allah atau ajaran Kristulah yang menggerakkan kita untuk mengasihi sesama kita.

Relasi dengan sesama ini cocok dengan tema khotbah Natal ini yakni Cinta Kasih Kristus yang Menggerakkan Persaudaraan.

Bagi penulis surat 1 Petrus kehidupan yang penuh ketaatan kepada Kristus  akan nampak dalam sikap hidup yang murni dan tulus di hadapan Allah dan ini juga akan menuntun kepada sikap sesungguhnya dan tulus kepada sesama  kita.  ​​Kasih seperti itu dimotivasi oleh Firman Allah.

Petrus mengidentifikasikan bahwa Orang Percaya tidak akan sama kudus dan suci seperti Allah Bapa, namun mereka dapat mencerminkan kekudusan Bapa, dan hal itu harus mengarah pada cinta yang sungguh-sungguh kepada sesama kita.  

Orang Percaya memang tidak sama kudus dengan Allah yang Maha Kudus, namun orang percaya dapat berupaya untuk mencerminkan kekudusan Allah.

Orang Percaya memang tidak sama baik dengan Tuhan Allah yang Maha Baik, namun  orang percaya dapat berupaya untuk mencerminkan kebaikan Allah dalam hidup mereka.

Jadi ketika kita berbuat baik kepada sesama, itu adalah cerminan dari hubungan baik kita dengan Tuhan Allah.

Inilah teologis yang mendasar dari teks ini. Jadi kasih itu dimotivasi oleh Firman Allah. Semakin kita mencintai Krsitus, semakin kita juga mencintai orang lain.

Menurut David H Wheaton dalam New Bible Commentary, hlm 1240, mengasihi orang lain itu bukan sekadarnya (ala kadarnya), tetapi mengasihi dengan sungguh-sungguh. Hal ini nampak dalam penggunaan kata Yunani ektenös yang diartikan sebagai sungguh-sungguh.

Kata ini digunakan di beberapa bagian Perjanjian Baru (PB), selain dalam teks ini juga dalam 1 Petrus 4:8 (mengasihi dengan sungguh-sungguh), dan dalam Luk.  22:44 dan Kis 12:5 (doa yang sungguh-sungguh), upaya atau usaha yang paling maksimal dalam menaati Firman Alllah atau kebenaran.  

Artinya orang yang mengasihi adalah orang yang berupaya semaksimal mungkin, berusaha sekuat tenaga. Malah menurutnya, juga Utley dan penafsir lainnya. Usaha yang sungguh-sungguh itu disertai dengan perjuangan otot juga. Ini menjadi menarik, karena memang menungkapkan fakta hidup kita sehari-hari.

Coba kalau kita sedang marah dengan orang lain, maka kita akan mengatur otot muka dan leher kita untuk tidak memandang atau menoleh pada orang yang lagi kita marahi jika berpapasan di jalan.

Jika kita berjalan melewati rumah dari tetangga yang kita benci, maka kita akan arahkan otot leher kita ke tempat lain, karena kita tidak mau melihat rupa atau rumah yang orang yang kita benci.

Maka untuk berdamai dan memaafkan orang lain, butuh perjuangan otot juga. Kita diajak untuk punya kerendahan hati untuk menoleh dan menatap kepada orang yang kita benci juga.

Menurut Utley, ketaatan kepada kebenaran menerbitkan suatu pembersihan pribadi (lih. Yak 4:8; 1Yoh 3:3). Kita membersihkan rohani kita, membersihkan racun kebencian dan dendam yang mungkin ada dalam diri kita.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved