Unwira Kupang
Rektor Unwira Ajak Dunia Kampus Membumikan Pancasila Dalam Semangat Multiple Helix
Membumikan nilai-nilai pancasila dalam dunia Kampus, Rektor Universitas Katolik Widya Mandira Kupang ( Unwira Kupang), P. Dr. Philipus Tule, SVD
Penulis: Ray Rebon | Editor: Kanis Jehola
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Membumikan nilai-nilai pancasila dalam dunia Kampus, Rektor Universitas Katolik Widya Mandira Kupang ( Unwira Kupang), P. Dr. Philipus Tule, SVD mengajak dunia kampus harus bekerja dalam semangat kemitraan Panca Mandala atau dalam semangat Multipe Helix.
"Dalam rangka membumikan nilai-nilai Pancasila, dunia kampus, atau civitas akademika harus bisa bekerja dalam semangat kemitraan Panca Mandala atau lebih luas lagi dalam semangat Multipe Helix melalui cara-cara edukasional, akademik dan scientific," Demikian pandangan Rektor Universitas Katolik Widya Mandira, P. Dr. Philipus Tule, SVD, yang hadir dalam acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama antara Universitas Katolik Widya Mandira Kupang dan Universitas Nusa Cendana.
Acara tersebut diselenggarakan oleh Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP), pada Rabu, 8 Desember 2021 di aula Universitas Nusa Cendana Kupang.
Lanjut P. Philipus, artinya, supaya nilai-nilai Pancasila benar-benar bisa dibumikan dan diamalkan secara sungguh-sungguh oleh semua pihak.
"Dunia Perguruan Tinggi di Nusa Tenggara Timur dan Indonesia umumnya, seyogyanya terpanggil bersama pemerintah untuk meningkatkan pemahaman dan membumikan nilai-nlai pancasila secara edukasional, akademik atau scientific dalam kemitraan Panca Mandala atau Panca Helix. Yaitu yang melibatkan Akademisi, Organisasi Kemasyarakatan, Media Massa, Dunia Usaha, dan Pemerintah Daerah," ungkap Rektor Unwira Kupang dua periode ini.
Menurut rilis yang disampaikan Dosen FISIP Unwira, Mikhael Rajamuda Bataona, sebelum hadir dalam MOU di Undana, Rektor Unwira juga membawakan Makalah di Aula Eltari bersama Prof Mintje Ratoe Oejoe tentang nilai-nilai Pancasila dan Gotong Royong pada pukul 9-12 dalam Acara Bersama BPIP untuk Pembentukan Jejaring Panca Mandala (JPM) FLOBAMORA, NTT.
Dalam materinya, Pater Philipus yang juga pakar Islamologi ini memberi beberapa pandangan kritisnya terkait peran akademisi dan civitas akademika dalam pembumian nilai-nilai Pancasila.
Dalam pemaparannya, Pater Philipus menawarkan metode Dekonstruksi Derrida sebagai cara kerja akademik untuk membaca teks Pancasila juga teks permenungan Bung Karno dari Ende.
Tujuannya adalah agar teks tersebut dihidupkan kembali, terbuka untuk diperluas dan diperkaya.
Artinya, sebut Pater Philipus, melalui kajian terhadap proses perumusan teks Pancasila oleh para founding-fathers, khusus-nya Soekarno, filsafat dekonstruksi Derrida bisa membantu membaca ulang (de-readere) teks tersebut.
Salah satunya adalah teks Surat-Surat Islam dari Ende. Dengan cara tersebut, yaitu dalam terang filsafat dekonstruksi Derrida, makna yang tertera dalam teks-teks tulisan Soekarno itu, tidak dipandang sebagai sesuatu yang benar mutlak, universal, dan stabil. Sebaliknya, makna teks bisa bertambah, diperkaya dan diperbarui.
Dengan cara itu, yaitu dekonstruksi, ilmuwan yang banyak meneliti tentang budaya dan agama ini yakin, Pancasila bisa dipahami dan dihayati dengan spirit baru, yang memungkinkan semua orang mengatasi kejahatan paling mengerikan dan yang mengancam kelestarian bangsa seperti keserakahan, korupsi, kolusi dan nepotisme, konflik dan ketidakadilan sosial, juga lingkungan artifisial yang diciptakan lewat pemahaman dan penghayatan agama, budaya dan ideologi yang serakah dan hanya memuaskan pribadi dan kelompok sendiri.
"Saya yakin bahwa berkat filsafat dekonstruksi, kekuatan-kekuatan baru yang tersembunyi di pinggiran bisa diangkat dan dihidupkan untuk memperkaya nuansa yang dikonstruksi atau ditafsir oleh orang-orang kuat (di Jakarta) dalam proses perumusan Pancasila," kata P. Philipus
"Baik teks maupun nilai-nilai religius dan budaya yang terkristalisasi dalam Pancasila, baik teks maupun nilai-nilai yang tersirat dalam Surat-Surat Islam dari Ende, tak lagi dipandang sebagai dokumen dengan makna tertutup, melainkan sebagai arena terbuka untuk pertarungan dan penafsiran baru, yang pantas dilakukan oleh para akademisi sesuai panggilan dan peranan mereka yang hakiki," sambung Pater Philipus.