Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Kamis 9 Desember 2021 : Kerinduan Sejati
Ia menegaskan bahwa Yohanes adalah sosok luar biasa, lebih dari sekadar nabi. Yohanes diutus Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya.
Renungan Harian Katolik Kamis 9 Desember 2021, Kerinduan Sejati (Mat 11: 11-15)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Kita baca dalam Injil hari ini: Tuhan Yesus bersaksi tentang Yohanes Pembaptis. Ia menegaskan bahwa Yohanes adalah sosok luar biasa, lebih dari sekadar nabi. Yohanes diutus Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya.
Kehadirannya sudah dinubuatkan oleh Perjanjian Lama, terutama Nabi Yesaya (Yes 40:3-5). Yohanes adalah Elia yang kedatangannya dinanti-nantikan banyak orang. Meski demikian Yesus mengajak pendengar untuk memahami realitas dunia dakam memandang Kerajaan Allah itu.
Tidak semua orang mampu memahami misteri Kerajaan Allah, apalagi menerimanya. “Kerajaan Surga diserong dan orang yang menyerongnya mencoba menguasainya” (Mat 11: 12). Lukisan Yesus ini menggambarkan keadaan masyarakat pada saat itu yang belum siap menerima kehadiran Tuhan. Hati mereka masih penuh dengan dosa dan kejahatan.
Seperti jalan di Flores yang berkelok-kelok dan berlubang, naik turun, dan tidak rata. Bagi orang Flores, tidak ada seorang pun yang mampu meluruskan seluruh alur jalan yang berkelok-kelok, naik turun, berlubang mulai dari Labuan Bajo hingga Larantuka Flores Timur.
Tapi dalam konteks Adven, hati manusia seperti jalan yang tidak rata itulah yang menjadi tugas khusus Yohanes. Ia menerima perutusannya untuk mendorong masyarakat agar memperbaiki diri dan hidup mereka.
Yohanes sesungguhnya mengingatkan semua orang: Berbaliklah dari dosa dan kejahatan, perbaikilah diri masing-masing agar layak di hadapan Tuhan. Bagaimana caranya? Yohanes berseru kepada setiap orang untuk bertobat (LBI: 2021).
Pujian Tuhan Yesus kepada sosok Yohanes Pembabtis menandai dimulainya sebuah era baru yang menuntut pertobatan manusia di atas bumi. Urgensi pertobatan sebagai gerbang menuju keselamatan itu diserukan Yohanes Pembabtis dari sungai Yordan.
Sudah dua ribu tahun lamanya suara para nabi tidak didengar atau diabaikan. Dengan memuji Yohanes sebagai seorang nabi, Yesus sebenarnya menyatakan bahwa suatu zaman baru telah terbit di Israel. Yohanes berbicara dengan jelas tanpa tedeng aling-aling. Ia mengutuk perkawinan Herodes Antipas, sampai dia dijebloskan ke dalam penjara (Mat 14:3-4).
Namun Yohanes lebih daripada sekadar seorang nabi. Yohanes adalah bentara dari sang Mesias. Ia berdiri di ambang dua zaman yang berbeda. Yohanes mengumumkan kedatangan Kerajaan Surga (Mat 3:2).
“Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis” (Mat 11:11). Walaupun begitu, Yohanes Pembaptis sendiri memandang dirinya sekadar sebagai “suara orang yang berseru-seru di padang gurun.…” (lihat Yoh 1:23; bdk. Yes 40:3). Yohanes Pembaptis mengakui dirinya sebagai bentara yang muncul di depan publik guna mengumumkan kedatangan sang Mesias. Namun melihat dirinya rendah di hadapan sang Mesias. Ia berkata: “Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak” (Yoh 1:27).
Yohanes Pembaptis sendiri dengan sadar merendahkan atau mengecilkan dirinya dan mengidentifikasikan dirinya dengan orang-orang kebanyakan/biasa. Orang sederhana. Padahal orang banyak yang melihat hidupnya dan mendengarkan khotbah-khotbahnya sangat terkesima dan kagum.
Mereka bahkan sampai mengira bahwa Yohanes Pembabtis adalah Mesias yang dinanti-nantikan umat Israel, reinkarnasi dari nabi Elia atau salah seorang dari nabi-nabi terkenal di masa lampau. Orang-orang yang rendah hati seperti Yohanes Pembaptis tidak membutuhkan ruang besar di dalam dunia ini, ruang yang sempit cukuplah bagi mereka. Mereka juga sangat peka terhadap dorongan/sentuhan paling lemah-lembut dari Tuhan (Sabda: 2019).
Zaman yang kian modern dengan teknologi informasi yang canggih semakin menghadirkan sebuah “inflasi modern” yang sungguh serius karena bertumbuh dengan subur dan cepat di tengah kehidupan manusia. Kita bisa menyebutnya “inflasi psikologis.” Suatu pandangan berlebihan tentang betapa pentingnya diri kita sendiri.
Setiap orang sesungguhnya memiliki nilai intrinsik yang sangat berharga, namun begitu mudah mengabaikan atau memandang rendah orang-orang lain. Kita cenderung membayangkan diri kita sendiri jauh lebih penting dan hebat ketimbang sesama yang lain.
Memang sah-sah saja bagi kita untuk dikenal seperti juga para selebriti tingkat kampung, lokal, regional, nasional dan internasional. Namun hal tersebut tidak berarti bahwa kita sungguh lebih baik dari orang-orang kebanyakan yang tinggal terpencil dan hidup sederhana di kampung-kampung tak bersinyal internet.
Inflasi psikologis yang semakin akut ini semakin diperkuat oleh lemahnya literasi digital sehingga ada kesan bahwa di luar saya adalah “sampah.” Bahkan orang berebutan menjadi tenar du dunia maya dengan menghina dan merendahkan sesamanya sendiri.
Yesus dalam Injil hari ini mengajak kita agar menerima Yohanes. Artinya, mendengarkan seruan pertobatan yang disampaikannya. Seruan pertobatan Yohanes yang kita terima mesti menggerakkan kita agar terus berjuang untuk mengubah diri menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari. Itulah esensi dasar dari seruab pertobatan dari padang gurun. Idealisme spiritual ini rasanya terlampau tinggi melampaui kerapuhan manusiawi kita.
Bertobat merupakan kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Sering kali dosa memberi kita kenyamanan, sehingga kita pun enggan meninggalkannya. Namun, kita selalu diingatkan bahwa dosa merusak kehidupan, merugikan orang lain, dan pada akhirnya juga mencelakakan keselamatan jiwa kita sendiri. Ketika hidup kita mengabaikan seruan pertobatan, ada jalan yang sangat terbuka menuju ke lembah kehancuran.
Marilah kita bersama-sama mendengarkanlah seruan Yohanes Pembabtis. Seruan pertobatan yang disampaikan Yohanes sangat relevan pada Masa Adven ini. Kita semua merindukan kehadiran Tuhan. Artinya, kerinduan itu sekaligus jawaban atas seruan Yohanes untuk bertobat.
Sebab “Bagaimana mungkin kita merindukan Tuhan, tetapi pada yang sama kita tidak mau bertobat?” Kita perlu masuk ke dalam ruang hati kita dan bilang padanya bahwa bertobat pada saat ini adalah kerinduan yang sejati.