Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Sabtu 21 Agustus 2021: Menduduki Kursi
RD. Fransiskus Aliandu menulis Renungan Harian Katolik Sabtu 21 Agustus 2021 dengan judul Menduduki Kursi (Matius 23:1-12).
Renungan Harian Katolik Sabtu 21 Agustus 2021: Menduduki Kursi (Matius 23:1-12)
Oleh: RD. Fransiskus Aliandu
POS-KUPANG.COM - Penginjil Matius menulis bahwa Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Kecaman Yesus diawali dengan kata-kata ini, "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa" (Mat 23:1).
Kata 'menduduki' bisa bermakna ganda dalam penggunaannya. Kalau dikatakan bahwa "Orang Baduy menduduki daerah pedalaman Jawa Barat sejak dulu", ini bermakna netral. Bahwa mereka mendiami wilayah itu yang menjadi tempat asal dan tinggalnya.
Tapi kalau diberitakan bahwa "Pasukan Taliban telah menduduki kota Kabul dan Presiden Afghanistan Hamid Karzai telah melarikan diri dengan Helikopter"; atau, "Perusahaan A menduduki tanah adat suku B"; jelas kata "menduduki" dapat berkonotasi negatif, yakni 'merebut' dengan kekerasan, atau menguasai tanpa hak.
Baiklah kita memahami yang dimaksudkan dengan kata "menduduki kursi Musa" yang digunakan Yesus itu tak lain adalah "duduk di kursi Musa". Dan itu dalam pengertian jabatan, kedudukan sebagaimana Joko Widodo menduduki kursi presiden dengan kewenangan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 20 Agustus 2021: Kesegenapan
Dalam tradisi Yahudi, para ahli Taurat dan orang Farisi diakui memiliki wewenang mengajarkan dan menafsirkan Taurat dengan wibawa seperti yang dimiliki Musa.
Persoalannya, pengajaran dan kesaksian hidup mereka sering tidak sejalan. Ada ketidakselarasan antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan, antara apa yang diajarkan dengan apa yang dipraktekkan.
Maka dari itu Tuhan Yesus memberi nasihat, "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya" (Mat 23:3).
Membaca kecaman Yesus ini, saya tersentak. Selama ini saya pun 'menduduki' ... e 'duduk' di kursi Musa. Di rumah saya duduk di kursi Musa sebagai orang tua. Di sekolah saya juga duduk di kursi Musa sebagai guru, pendidik. Di Perusahaan saya pun punya kursi Musa sebagai Direktur atau Manager. Di paroki tak ketinggalan ada juga kursi Musa untukku sebagai ketua wilayah.
Rasanya kayak lagu 'di sini senang di sana senang ...' yang sering kunyanyikan saat pramuka di SD dulu. Karena memang di sini ada kursi Musa, di sana juga ... di mana-mana saya duduk di kursi Musa.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 18 Agustus 2021: Upah dan Bonus
Saya tercenung, jangan-jangan Tuhan tahu bahwa saya pandai mengajar murid-murid, pintar beri nasihat kepada anak-anak, terampil mengarahkan bawahanku, tapi saya sendiri tak melakukannya dalam hidup dan praktekku sendiri.
Terkadang kata-kata kecaman Yesus itu begitu mudah saya pakai untuk melancarkan kritik terhadap para pemimpin. "Ah ... cuma ngomong doang. No action Talk only". Bahkan kerap saya pakai untuk mencibir, "Nggak usah bacot deh!".
Namun, apakah catatan penginjil tentang kecaman Yesus ini memang hanya bertujuan membuka borok dan bopeng diri saya, pun para pemimpin?
Konteks kecaman Yesus sebenarnya adalah ketika Yesus masuk kota Yerusalem. Kala itu Ia dielu-elukan sungguh luar biasa. Tapi saat Ia masuk Bait Allah, ternyata Ia mendapati rumah doa itu telah menjadi "sarang penyamun" (Mat 21:10.12-13).