Timor Leste
Alasan Timor Leste Masih Menggunakan Rupiah Hingga Kini, Selain Dollar AS
Mata uang yang banyak digunakan dalam bertransasksi justru Dollar Amerika Serikat, Rupiah, ada juga Dollar Australia.
Alasan Timor Leste Masih Menggunakan Rupiah Hingga Kini, Selain Dollar AS
POS-KUPANG.COM - Ketika lepas dari Indonesia melalui jajak pendapat tahun 1999, Timor Leste yang sebelumnya bernama Timor Timur ternyata tidak langsung menggunakan mata uang sendiri dalam bertransaksi.
Timor Leste secara resmi memiliki mata uang sendiri bernama Escudo, namun dalam bertransaksi mata uang tersebut belum banyak digunakan.
Mata uang yang banyak digunakan dalam bertransasksi justru Dollar Amerika Serikat, Rupiah, ada juga Dollar Australia.
Kenapa Timor Leste menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat atau Dollar Australia, tampaknya cukup jelas karena sejak resmi lepas dari Indonesia, Timor Leste di bawah pengawasan Amerika Serikat dan Australia sebagai perwakilan dari PBB.
Berdasarkan kesepakatan PBB dan Timor Leste, maka pada tahun 2003 Timor Leste menggunakan Dollar sebagai mata uang resmi, menggantikan Rupiah.
Tetapi kenapa Rupiah masih beredar dan digunakan dalam bertransaksi?
Tidak terhindarkan, karena secara ekonomi Timor Leste masih banyak berhubungan dengan Indonesia khususnya lewat daerah-daerah perbatasan dengan Timor barat, yaitu Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka, Kabupaten Timor Tengah Utara bahkan dengan Kabupaten Kupang.
Lagi pula antara warga Timor Leste dan Timor barat masih ada hubungan kekerabatan dan menggunakan bahasa yang sama yakni bahasa Tetum.
Mereka masih saling mengunjungi ketika ada acara adat atau pesta keluarga. Hal yang memungkinkan mereka bisa bertemu dan berinteraksi setiap hari adalah pasar. Paling kurang ada tujuh pasar tradisional telah dibangun di perbatasan antara Timor Leste dan Timor Barat. Di sana juga terdapat banyak money changer untuk penukaran uang Dollar dengan Rupiah.
Di pasar-pasar itu posisi Timor barat punya peranan besar sebagai penyedia berbagai jenis barang kebutuhan.
Baca juga: Xanana Gusmao Tak Mau Jauh dari Rakyat Timor Leste, Nitizen Bandingkan dengan Indonesia
Pengalaman wartawan detikfinace ketika melintasi perbatasan dengan Timor Leste paling tidak menjadi gambaran tentang kondisi tersebut.
Sang wartawan menceritakan, melewati Pos Perbatasan Lintas Negara antara Indonesia-Timor Leste, menuju Dili (Ibu Kota Timor Leste) dari kawasan Motaain, Atambua, tak terasa sudah berada di luar Indonesia.
Dilukiskan bahwa kondisi jalan dan rumah-rumah perkampungan warga di wilayah Batu Gede yang merupakan titik terluar Timor Leste yang berbatasan langsung dengan Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), tak jauh berbeda.
Sepanjang perjalanan kurang lebih 2-3 kilometer (km) dari titik pos perbatasan Timor Leste, perkampungan warga dan beberapa warung menjadi pemandangan umum di wilayah Timor Leste ini.
Ketika sang wartawan mampir ke sebuah toko tak bernama, di tepi jalan kawasan Batu Gede, Timor Leste, dia melihat barang-barang yang dijual di toko ini cukup lengkap meski lokasinya di wilayah perbatasan. Pemiliknya merupakan orang Timor Leste yang istrinya merupakan warga negara Indonesia.
Pada toko berukuran 5 x 5 meter ini, berbagai barang kebutuhan pokok dijual. Hampir mayoritas produk yang dijual berasal dari Indonesia. Kebutuhan sehari-hari rumah tangga mendominasi barang-barang di toko ini, antara lain sabun, pasta gigi, pampers, deterjen, pembalut, ban, dan lain-lainnya.
Selain itu, ada beberapa barang-barang impor seperti makanan, minuman beralkohol jenis wine cukup banyak disajikan.
Para penjaga toko ini justru berasal dari Indonesia, seperti Ajo Dacrus yang menjaga toko karena membantu kakaknya yang merupakan pemilik toko. Selain itu, ada Fanny warga Sumatera Utara yang bekerja di toko ini.
"Banyak juga yang belanja dari Indonesia, mereka datang pakai mobil, sampai 8 kendaraan setiap harinya," kata Ajo, di tokonya di jalan Batu Gede, Timor Leste, Jumat 16 Oktober 2015.
Baca juga: Imigrasi Atambua Kembali Deportasi Ratusan Warga Timor Leste
Ia mengatakan, orang Indonesia khususnya dari Atambua paling banyak belanja minuman beralkohol, seperti wine. Toko ini menjual berbagai jenis wine impor, khususnya dari Portugal. Harganya mulai dari US$ 13, US$ 16, US$ 16, US$ 20, hingga US$ 35 per botol.
"Kebanyakan minuman beli dari sini, kalau makanan ringan tidak beli di sini," katanya.
Ajo mengatakan, tokonya menerima transaksi dengan mata uang dolar AS dan rupiah.
Menurutnya penggunaan dua mata uang tersebut sudah biasa di tokonya, karena pembelinya bukan hanya warga Timor Leste, juga warga negara Indonesia.
"Sejak toko berdiri, kami terima dolar AS dan rupiah," katanya.
Menurut Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Nusa Tenggara Timur (NTT), Tigor Sinaga, transaksi perdagangan di lintas batas Indonesia-Timor Leste cukup besar.
Berdasarkan catatannya, setiap bulan setidaknya ada penukaran dolar AS di wilayah perbatasan termasuk di Kota Atambua mencapai US$ 1,5 juta setiap bulan, yang dihimpun dari money changer yang beroperasi di kawasan perbatasan Atambua.
Menurut Tigor, banyak warga Timor Leste yang membeli di toko-toko di Indonesia, khususnya untuk produk-produk barang konsumsi kebutuhan rumah tangga, bahan bangunan, termasuk suku cadang kendaraan bermotor. Begitu pula warga Indonesia yang juga belanja ke wilayah Timor Leste.
"Di sini (Timor Leste) rupiah diterima," kata Tigor.
Pas Lintas Batas
Saat ini peluang transaksi antara Timor Leste dan Timor barat bakal meningkat karena adanya kemudahan bagi warga kedua wilayah di Pos Lintas Batas (PLB). Mereka cukup menunjukkan dokumen pas lintas batas, tanpa harus memegang paspor, untuk masuk ke Timor Leste dan sebaliknya.
"Penerbitan Pas Lintas Batas (PLB) ini merupakan kebijakan pemerintah yang memudahkan warga di wilayah perbatasan RI-Timor Leste untuk melintasi perbatasan tanpa harus mengurus paspor atau visa," kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi NTT Marciana Dominika Jone kepada ANTARA di Atambua, Jumat 30 Juli 2021.
Sehari sebelumnya, Kamis 29 Juli 2021, Bupati Belu di NTT, Agustinus Taolin, meminta Kementerian Hukum dan HAM agar memperluas kebijakan penerbitan pas lintas batas bagi warga Indonesia di perbatasan negara untuk memudahkan interaksi mereka dengan warga di Timor Leste.
"Pas Lintas Batas ini sangat membantu masyarakat di perbatasan karena memudahkan mereka berinteraksi dengan warga di negara tetangga kita Timor Leste namun sejauh ini masih hanya berlaku untuk satu desa yaitu di Silawan," katanya, di Pos Lintas Batas Negara Motaain, Kabupaten Belu, NTT, Kamis 29 Juli 2021.
Ia menyatakan itu dalam diskusi secara virtual dengan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, dalam kegiatan penyaluran bantuan bahan pokok dari Kementerian Hukum dan HAM. Secara budaya, ada pertalian budaya dan keluarga sangat kuat antara warga di Kabupaten Belu dan Timor Leste, di antaranya sama-sama memakai bahasa Tetum.
Kabupaten Belu merupakan kabupaten yang langsung berbatasan darat dengan Timor Leste dan beberapa pos penjagaan perbatasan negara sangat mudah dicapai dari Atambua, ibu kota Kabupaten Belu. Di antara pos penjaga perbatasan itu adalah Pos Salore, yang bisa dicapai hanya sekitar 15 menit memakai sepeda motor dari pusat Atambua.
Baca juga: Timor Leste Kenang Para Pejuang FALINTIL di Hari Peringatan Ke-46, Simak Sejarahnya
Taolin mengatakan, saat ini hanya warga Desa Silawan yang diperbolehkan mendapatkan Pas Lintas Batas berdasarkan hasil kesepakatan Indonesia dan Timor Leste.
Masih ada lima desa di wilayah perbatasan negara di Kabupaten Belu yang hingga saat ini belum mendaptkan kemudahan akses menggunakan pas lintas batas.
"Oleh karena itu saya mohon bantuan dari menteri Hukum dan HAM dan jajarannya agar kalau bisa kebijakan ini diperluas agar bisa dinikmati masyarakat desa-desa lainnya di perbatasan," katanya.
"Dengan demikian maka pada saatnya ketika pandemi Covid-19 ini mereda dan Timor Leste tidak memberlakukan tutup total lagi maka interaksi masyarakat bisa lebih mudah," katanya.
Ia mengatakan, dengan kepemilikan dokumen pas lintas batas maka warga tidak perlu lagi mengurus paspor dengan prosedur yang lebih lama ketika mereka hendak melintas ke Timor Leste.
Ia mengatakan dengan interaksi yang mudah maka juga akan mendorong kemajuan sektor pembangunan lainnya seperti aktivitas perekonomian masyarakat di wilayah perbatasan.
Selain itu agar silaturahmi untuk menjaga hubungan kekeluargaan dan persaudaraan warga Indonesia di perbatasan dengan keluarga mereka di Timor Leste dapat berjalan dengan mudah dan lancar.
Terbitkan 10 Dokumen PLB
Apakah karena permintaan Bupati Belu tersebut, pada Jumat 30 Juli 2021, Kantor Imigrasi Kelas II Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, menerbitkan sebanyak 10 dokumen Pas Lintas Batas (PLB) untuk warga Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, yang berbatasan dengan Timor Leste.
Menurut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi NTT Marciana Dominika Jone, 10 dokumen PLB tersebut telah diserahkan kepada warga bertepatan dengan penyaluran bantuan bahan kebutuhan pokok bagi warga terdampak pandemi COVID-19 di perbatasan RI-Timor Leste.
Marciana menjelaskan PLB merupakan dokumen perjalanan yang berfungsi sebagai paspor dan sekaligus visa bagi masyarakat yang tinggal menetap di wilayah perbatasan darat RI-Timor Leste.
PLB berlaku selama satu tahun untuk beberapa kali perjalanan dengan masa tinggal di Timor Leste selama 10 hari dan dapat diperpanjang sebanyak dua kali atau untuk maksimal 30 hari, kata dia.
Apabila seseorang merupakan pemegang PLB, kata dia, maka tidak lagi memerlukan visa untuk melintasi perbatasan, namun wilayah berlakunya PLB hanya terbatas pada sejumlah kecamatan yang berbatasan langsung sebagaimana ditetapkan di dalam ketentuan yang disepakati pemerintah RI dan Timor Leste.
Di Indonesia, kata dia, PLB hanya diberikan kepada masyarakat yang tinggal menetap di kecamatan yang tersebar di kabupaten berbatasan dengan Timor Leste, seperti di Kabupaten Belu mencakup Kecamatan Rehat, Lamaknen, Tasifeto Timur, Tasifeto Barat, dan Kobalima.
Kabupaten Timor Tengah Utara mencakup Kecamatan Insana, Miamafo Timur, Miamafo Barat, Insana Utara, Kabupaten Kupang, yakni Kecamatan Amfoang Utara serta Kabupaten Alor mencakup Alor Timur, Pantar, dan Alor Barat Daya.
PLB tersebut dapat digunakan untuk melintas ke daerah subdistrik di Timor Leste di antaranya Distrik Bobonaro mencakup Balibo, Maliana, dan Lolotoi dan Distrik Covalima, yakni Suai Kota, Futululik, Fatumean dan Tilomar.
"Tidak dibenarkan menggunakan PLB untuk memasuki wilayah Timor Leste di luar daerah yang telah ditetapkan," kata Marciana menegaskan.
Ia menambahkan penerbitan PLB merupakan kebijakan pemerintah untuk memudahkan interaksi masyarakat di perbatasan RI-Timor Leste yang memiliki hubungan pesaudaraan dan kekeluargaan sejak dulu.
"Kita berharap dengan kemudahan ini membuat hubungan masyarakat tetap terjalin dengan baik termasuk mendorong pertumbuhan berbagai sektor pembangunan lainnya di wilayah perbatasan," katanya.*
Sumber: antaranews/detikfinance
Berita Timor Leste lainnya