Berita Nasional
Mahfud MD Tanggapi Tuntutan Pencabutan Penghargaan untuk Mantan Pejuang Timtim Eurico Guterres
Pemerintah akhirnya menanggapi berbagai tuntutan pencabutan penghargaan Bintang Jasa Utama kepada mantan pejuang Timtim (Timor Timur) Eurico Guterres.
Mahfud MD Tanggapi Tuntutan Pencabutan Penghargaan untuk Mantan Pejuang Timtim Eurico Guterres
POS-KUPANG.COM - Pemerintah akhirnya menanggapi berbagai tuntutan pencabutan penghargaan Bintang Jasa Utama kepada mantan pejuang Timtim (Timor Timur) Eurico Guterres.
Sebagaimana diberitakan POS-KUPANG.COM sebelumnya, Mantan pejuang Timor Timur (Timtim), Eurico Guterres yang saat ini menjabat Ketua Uni Timor Aswain mendapat penghargaan Bintang Jasa Utama dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Upacara penganugerahan penghargaan tersebut digelar di Istana Negara Jakarta, Kamis 12 Agustus 2021, sebagaimana disiarkan YouTube Sekretariat Negara.
Pemberian tanda kehormatan itu berdasarkan Keputusan Presiden Indonesia Nomor 76, 77 dan 78 TK tahun 2021 tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra, Bintang Budaya Paramadharma dan Bintang Jasa.
"Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik indonesia menimbang, mengingat, memutuskan, menetapkan Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada penerima, yaitu Eurico Guterres, S.E., M.M., Ketua Umum Uni Timor Aswa'in (UNTAS) dan Forum Komunikasi Pejuang Timor Timur (FKPTT)," ujar Sekretaris Militer Marsda Tonny Harjono sebagaimana disiarkan YouTube Sekretariat Presiden.
Eurico Guterres merupakan tokoh pro integrasi Timor Timur (Timtim) yang juga merupakan Mantan Wakil Panglima Milisi Pro-Indonesia di Timtim.
"Ini sebagai penghargaan atas jasa-jasanya sesuai ketentuan syarat khusus dalam rangka memperoleh tanda kehormatan Bintang Mahaputra, Bintang Budaya Paramadharma, dan Bintang Jasa sebagaimana diatur dalam undang-undang. Ditetapkan di Jakarta, 4 Agustus 2021 oleh Presiden RI Joko Widodo," kata Tonny.
Sebelumnya, Eurico Guterres menerima penghargaan medali dan piagam Patriot Bela Negara dari Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto pada 15 Desember 2020.

Namun beberapa saat setelah pemberian penghargaan Bintang Jasa Utama itu, muncul berbagai tanggapan yang mendukung tetapi juga menolak dan menuntut pencabutan penghargaan tersebut.
Penolakan pemberian penghargaan terhadap Eurico Guterres disampaikan Aliansi Masyarakat Sipil, gabungan sejumlah organisasi yang ada di Indonesia dan Timor Leste melalui keterangan tertulisnya, Kamis 12 Agustus 2021, sebagaimana diberitakan sejumlah media.
Organisasi-organisasi yang tergabung dalam aliansi ini di antaranya KontraS, Imparsial, ELSAM, AJAR, IKOHI, dan sebagainya. Sementara perwakilan individu ada Roichatul Aswidah, Miryam Nainggolan, Sri Lestari Wahyuningroem, dan Uchikowati.
Fatia Maulidiyanti, perwakilan Aliansi Masyarakat Sipil tersebut mendesak Presiden Joko Widodo agar mencabut kembali keputusannya memberikan penghargaan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres.
Menurut Fatia, pemberian gelar tersebut makin menambah luka bagi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat sekaligus bak mengafirmasi impunitas.
"Hari ini Presiden Joko Widodo memberikan penghargaan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres, ibarat meneteskan cuka di atas luka korban. Lagi-lagi, ruang sempit upaya penyelesaian pelanggaran HAM yang berat terus mengalami tekanan dan resesi," ucap Fatia.
Pada tahun 2002, Eurico divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan HAM Ad Hoc untuk kasus Timor Timur (sekarang Timor Leste). Putusan itu diperkuat hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Eurico dinilai terbukti melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Namun, Wakil Panglima Milisi Pro Indonesia di Timor Leste itu divonis bebas di tingkat Peninjauan Kembali (PK) pada tahun 2008.
Fatia menambahkan, pemberian penghargaan kepada Eurico merupakan pengkhianatan serius terhadap kemanusiaan dan moralitas, serta mengesampingkan keadilan korban.
Keputusan itu, lanjut dia, menunjukkan bahwa pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin telah kehilangan legitimasi sebagai pemerintah yang memiliki kehendak baik sekaligus kehendak bebas.
"Menyitir maksim Immanuel Kant ihwal moralitas imperatif kategoris - bahwa 'tindakan harus dilandasi dengan tujuan-tujuan moral yang objektif'. Sementara pemberian penghargaan ini jelas-jelas telah menempatkan korban semata-mata sebagai alat kekuasaan, bukan tujuan apalagi raison d'étre (alasan beradanya) pemerintahan ini," tuturnya.
Menurut Fatia, langkah Jokowi secara gamblang mempertontonkan kekuasaan yang menafikan pengalaman, aspirasi, serta upaya advokasi yang dilakukan oleh masyarakat sipil dan korban dalam mewujudkan nilai-nilai keadilan dan usaha mencegah keberulangan.
"Penghargaan terhadap Eurico Guterres menjadi preseden buruk bagi proses demokratisasi di Indonesia pasca-keluar dari belenggu otoritarianisme. Alih-alih, penghargaan tersebut justru membuktikan betapa mengakarnya praktik impunitas, bahkan setelah lebih dari dua dekade reformasi," ungkap Fatia.
Tanggapan Pemerintah
Beberapa hari setelah penganugerahan tersebut, barulah pemerintah buka suara menanggapi penolakan dan tuntutan pencabutan atas penghargaan kepada Eurico Guterres.
Tanggapan Pemerintah disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Dalam tanggapannya, Sabtu 14 Agustus 2021, Mahfud MD tidak menyebutkan berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang diduga dilakukan Eurico Guterres selama dan pasca jajak pendapat Timor Timur, sebagaimana disebutkan oleh Aliansi gabungan dari berbagai organisasi kemanusia.
Mahfud MD justru lebih melihat jasa dan kontribusi Eurico Guterres terhadai Negara Kesatuan Republik Indonesia selama ini.
Menurutnya, Eurico dinilai banyak membantu ketika Indonesia hendak membangun wilayah yang kini bernama Timor Leste itu.
"Eurico Gutteres, dulu pejuang bersama kekuatan NKRI ketika kita membangun Timor-atimur sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," tutur Mahfud dalam tayangan video yang diunggah Kemenko Polhukam, Sabtu (14/8/2021).
Eurico Guterres, sebut Mahfud, sempat menjadi Ketua Umum Uni Timor Aswain (UNTAS) dan Forum Komunikasi Pejuang TimorTimur. UNTAS sendiri adalah wadah resmi yang mewakili warga eks Timor Timur yang masih setia dan kini menetap di Indonesia.
Bintang Jasa Utama juga diberikan kepada tiga orang lainnya, yakni Johann Georg Andreas Goldammer yang merupakan ilmuwan asal Jerman, pekerja media Ishadi Soetopo Kartosapoetro, dan Sejarawan Aceh Rusdi Sufi.
Terkhusus pemberian bintang jasa kepada orang luar negeri, Mahfud menjelaskan bahwasanya Johann Georg banyak membantu pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup. Menurut dia, Johann Georg kerap menjadi konsultan terkait di bidang lingkungan.
"Ini orang Jerman, jabatan Direktur Global Monitoring Center (GFMC) Freiburg University, Dia banyak menjadi konsultan di bidang lingkungan hidup, di Kementerian Lingkungan Hidup juga," jelasnya.
Sumber: vivanews/inews